Home / Hukum dan Kriminal : Dugaan Mafia Tanah Gedung BPN Surabaya

Tjipto Candra, Bisa Dipidana Pasal 169 KUHP

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 10 Des 2021 20:35 WIB

Tjipto Candra, Bisa Dipidana Pasal 169 KUHP

i

Gedung BPN Surabaya

Laporan Investigasi Tim Surabaya Pagi Dikoordinasi Wartawan Hukum Senior Dr. H. Tatang Istiawan.

 

Baca Juga: Kota Surabaya Raih Skor Tertinggi, Penghargaan Penyelenggaraan Pemerintah Berkinerja Tinggi

Data yang saya miliki menemukan dasar apa bagi Tjipto Candra, yang mengklaim tanah dan bangunan di persil Jl. Tunjungan No 80 Surabaya, miliknya atau Perkumpulan “Loka Pamitran”?

Data pertama yang saya peroleh surat pernyataan R.M Soetoro, pada tanggal 30 April 1991. Warga Jl. Musi no 10 Surabaya ini diatas kertas segel menyatakan (1) melimpahkan segala hal ihwal yang menyangkut masalah/pemilikan/penggunaan/penghunian serta pemberian sumbangan/ganti rugi persil di Jl . Tunjungan No 74,76,78,80,80a,84, dan 86 Surabaya sepenuhnya kepada pemerintah Daerah TK II Surabaya: (2) Berdasarkan surat pernyataan kesanggupan melimpahkan hak pemilikan/penghunian/penggunaan atas tanah di bangunan tertanggal 30 April 1991 dihadapan Kepala Kantor Pertanahan KMS dan Bapak Pembantu Walikotamadya Surabaya Pusat, saya nyatakan juga telah melimpahkan wewenang saya selaku anggota pengurus Loge De Vrienschap/Loka Pamitran terhadap kepemilikan/penggunaan/penghunian Gedung tersebut kepada Pemerintah Daerah Kotamadya Surabaya untuk penyelesaiannya sebagaimana daftar sumbangan yang telah disetujui dan disahkan oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya:

Data kedua; surat Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Surabaya Ir. Soebardi No 380.350.1.4623 tertanggal 22 Mei 1991 ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Jatim. Dijelaskan, pemberian uang ganti rugi/ uang pesangon oleh BRI terhadap 11 penghuni rumah kompleks Gedung Jl. Tunjungan no 80 Surabaya sebesar Rp 1.077.336.300,-. 11 penghuni ini termasuk RM. Soetoro sebesar Rp 536 juta.

Data ketiga: Surat keterangan a/ n Loka Pamitran tanggal 22 Maret 1974 yang ditandatangani RM Soetoro, selaku pensiunan pegawai utama, kantor Kepala Inspeksi Pendaftaran Tanah Jatim. R.M Soetoro menerangkan persil bekas Eigendom Verponding no 3752 tertulis a/n Perkumpulan Loge De Vriendschap Jl. Tunjungan No 74, 76,78,80,82, 84 dan 86, sejak bulan Maret 1961 diserahkan kepada Departemen Agraria untuk kantor Inspeksi Pendaftaran Jatim/ Nusatenggara. Sedangkan hasil sewa rumah lainnya digunakan untuk memelihara gedung Jl. Tunjungan No 80 yang sampai 22 Maret 1974 dipergunakan untuk Kantor proyek pendaftaran tanah Jatim.

Data keempat: Akte No 75 “ pernyataan adanya keputusan rapat” tanggal 25 Februari 1991 yang dibuat notaris Yudhara SH. Ada Raden Abdul Djamil, pensiunan staf Menpora yang mengaku dapat kuasa pengurus “Loka Pamitran” hasil rapat dibawah tangan, tanggal 11 Februari 1991. Raden Abdul Djamil, dapat kuasa berdasarkan pengumuman lembaran tambahan No 63/1954 tanggal 22 Oktober 1954.

Padahal periode 1954-1991, perkumpulan ini tidak pernah ada kegiatan. Mengingat pengurusnya sudah pulang ke Belanda. Kevakuman ini dalam bahasa hukum dinamakan rechtsverweking. (Pembiaran tanah berada dalam keadaan tidak diusahakan, maka bertentangan dengan tujuan fungsi sosial atas tanah. Maka tanah yang diterlantarkan ini kemudian ditempati oleh orang lain dengan itikad baik, maka si pemilik tanah bisa kehilangan hak atas tanahnya.)

Pangaturan mengenai hilangnya hak atas tanah diatur melalui Peraturan Pemerintah No 24/1997 tentang pendaftaran tanah.

Data kelima: pengakuan RM Soetoro, kepada tim penyidik tahun 1991 menyatakan sebagai mantan pengurus Loka Pamitran, tanah dan gedung dan bangunan jl. Tunjungan No 80 tidak pernah menjadi aset perkumpulan loka pamitran. Dan perkumpulan Loka Pamitran telah ditetapkan sebagai organisasi terlarang berdasarkan Kepres No264/1962 Jo Penpres No 02/tahun 1962 yang dipertegas surat Menkeh tanggal 26 Februari tahun 1992; Surat Sospol tanggal 27 Februari tahun 1992 dan surat Jaksa Agung tanggal 24 Juli 1992.

Sebagai organisasi terlarang yang dihidupkan lagi tahun 1991, pengurusnya bisa dikenal ancaman pasal 169 KUHP.

Dengan data-data ini, tak berlebihan bila Pengadilan Banding menyatakan majelis hakim tingkat pertama kurang lengkap dalam pertimbanganya, karena terdapat fakta fakta hukum yang belum dipertimbangkan. Terutama fakta-fakta yang ternyata sampai tanggal 24 September 1980, Tjipto Candra, penggugat belum mengajukan suatu permohonan hak atas tanah sengketa, sehingga menurut keputusan Presiden No 32/1879 jo Peraturan Mendagri No 3 Tahun 1979 tanah eks egendom verponding di persil Jl. Tunjungan No 80 Surabaya, telah berakhir sehingga menjadi tanah yang langsung dikuasai oleh negara.

Baca Juga: Permintaan Tinggi, Imigrasi Kelas I Surabaya Tambah Kuota M-Paspor 200 Slot Per Hari

Maka itu, sampai Jumat sore (10/12) Sita eksekusi terhadap barang-barang milik negara oleh juru sita Pengadilan Negeri Surabaya, menjadi perbincangan akademisi hukum Surabaya. Hal ini bersentuhan dengan Pasal 50 Undang-undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Tanah dan bangunan di atas persil Jl . Tunjungan no 80 Surabaya ini bernilai uang.

Temuan tim investigasi, apakah hakim tidak memeriksa bukti bukti bahwa Perhimpunan “Loka Pamitran” itu sudah tidak punya aset? Ini yang menjadi sorotan penggiat anti korupsi.

Apakah hakim PN Surabaya tidak melihat dengan cermat bukti bukti yang ada di persil itu. Walahualam.

Terhadap beberapa fakta tersebut, Tjipto Candra, yang menyatakan likuidator Perkumpulan Loka Pamitran, bisa diancam pasal 169 ayat 1 KUHP. Isi pasal ini berbunyi :

Turut campur dalam perkumpulan yang bermaksud melakukan kejahatan atau dalam perserikatan lain yang dilarang oleh undang - undang umum, dihukum penjara selama - lamanya enam bulan.

Baca Juga: KPU Kota Surabaya Mulai Seleksi Calon Anggota PPK dan PPS Pilkada 2024

Pasal 169 ayat 2, berbunyi :

Turut campur dalam perkumpulan yang bermaksud melakukan pelanggaran, dihukum penjara selama - lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak - banyaknya Rp 4500.

Pasal 169 ayat 3, berbunyi :

Terhadap orang yang mendirikan atau yang mengurus perkumpulan itu, maka hukuman ini dapat ditambah dengan sepertiganya.

Jadi secara yuridis normative, Pengaturan tindak pidana penyertaan pada perkumpulan terlarang bisa dikenakan Pasal 169 KUHP. ( habis)

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU