Dua Ahli Pidana Beda Pendapat Soal Hasil Tes Poligraf Sambo

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 28 Des 2022 20:56 WIB

Dua Ahli Pidana Beda Pendapat Soal Hasil Tes Poligraf Sambo

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Dalam kasu pembunuhan berencana Brigadir Yosua, dihadirkan dua ahli pidana beda perguruan tinggi. Ternyata saksi Ade charge (meringankan) punya pendapat yang tak sama soal hasil tes poligraf terdakwa Sambo, Putri dan Bharada Elizer.

Ahli hukum pidana Elwi Danil yang diajukan pengacara Ferdi Sambo mengungkap hasil tes poligraf dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua N Hutabarat tak bisa jadi alat bukti yang sah.

Baca Juga: Setengah Telanjang, Pria Asal Kediri Ditemukan Tewas di Lahan Tebu Jombang

Hal ini terjadi jika para terdakwa menjalani pemeriksaan dalam kondisi tidak sesuai prosedur.

Sementara Ahli Hukum Pidana Universitas Trisakti, Albert Aries yang diajukan terdakwa Bharada E, menyatakan bahwa hasil uji poligraf dalam sidang perkara pembunuhan berencana Brigadir J merupakan alat bukti yang sah, Rabu (28/12/2022).

Albert Aries, menyatakan bahwa hasil uji poligraf dalam sidang perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J merupakan alat bukti yang sah.

Menurut Albert, apabila hasil uji poligraf atau lie detector (pendeteksi kebohongan) itu diucapkan oleh ahli di dalam persidangan, maka hal itu bisa menjadi alat bukti yang sah.

"Ketika hasil pemeriksaan itu atau metode itu dibunyikan oleh keterangan ahli, maka dia bisa menjadi alat bukti yang sah dan pertimbangan sepenuhnya otoritatif hakim untuk menilai," kata ahli pidana yang merupakan anggota tim pembahas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) itu di sidang Bharada E, Rabu (28/12/2022).

Ia menyebut hasil tes kebohongan yang disampaikan oleh ahli poligraf dalam sidang sebelumnya sebagai alat bukti yang sah karena dijabarkan oleh ahli.

 

Baca Juga: Anggota Polsek Sawahan Cabuli Anak Tiri Sudah Ditahan di Polres Tanjung Perak

Metode Baru

Alat deteksi kebohongan, menurut Albert merupakan metode baru yang belum diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). "Kita ketahui bahwa KUHAP ini dari tahun 1981, tentu sudah banyak tidak update dengan perkembangan terkini, teknologi, dan sebagainya," kata dia.

Ia juga menerangkan bahwa KUHAP membedakan penjelasan tentang barang bukti dengan alat bukti.

 

Seharusnya Tak Bisa

Baca Juga: Warga Bangkalan Tewas Dibacok Keponakan

Sementara pada sidang sebelumnya, Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mahrus Ali menilai jika hasil lie detector atau alat pendeteksi kebohongan seharusnya tidak bisa digunakan sebagai alat pembuktian dalam perkara.

Pernyataan itu disampaikan Mahrus selaku ahli pidana yang dihadirkan sebagai ahli meringankan atau A de Charge oleh Tim Penasihat Terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (22/12).

Konteks jawaban dari Mahrus diawali dengan pertanyaan dari Tim Penasihat Hukum, Rasamala Aritonang yang mempersoalkan keabsahan dari hasil lie detector atau alat pendeteksi kebohongan ketika dijadikan sebagai alat bukti.

Sebelumnya hasil Lie Detector sempat dibeberkan Ahli Polygraph Polri bidang Komputer Forensik, Aji Febriyanto. Terkait hasil tes kejujuran atau lie detector Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf dan Bharada Eliezer. Hasilnya, Ferdy Sambo nilai totalnya -8 (Bohong), Putri Candrawathi -25 (Bohong). n erc/jk/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU