Home / Peristiwa : Viaduct Kertajaya, Salah Satu Kawasan Macet

"Pagi ambek Sore, Mulih Kerjo, Macet!"

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 19 Jun 2023 21:03 WIB

"Pagi ambek Sore, Mulih Kerjo, Macet!"

i

Potret suasana viaduct Kertajaya, hari Minggu sore kemarin, dipadati kendaraan bermotor. Setiap hari kerja, baik pagi dan sore, selalu dipadati sehingga menimbulkan kemacetan.

Harian kita Selasa (20/6/2023) menurunkan reportase salah satu kawasan macet di Surabaya yakni di Viaduct Kertajaya. Reportase ini, terbangunkan Surabaya disebut kota termacet di Indonesia. Ini berdasarkan hasil penelitian Global Traffic Scorecard 2021, bahwa Indonesia peringkat ke-50 dunia dan peringkat pertama di Indonesia, menggeser Jakarta. Benarkah? Wartawan Surabaya Pagi, Raditya M. Khadaffi memotret kawasan macet diantaranya di wilayah Viaduct Kertajaya yang menggabungkan Jalan Kertajaya - Jl. Sulawesi Surabaya. Berikut hasil "potretannya".

 

Baca Juga: Permintaan Tinggi, Imigrasi Kelas I Surabaya Tambah Kuota M-Paspor 200 Slot Per Hari

Jembatan Viaduk Kertajaya yang menghubungkan antara Jalan Kertajaya - Jalan Sulawesi, setiap jam berangkat kerja dan pulang kerja, kerap membuat kemacetan. Apalagi saat musim hujan. Salah satu penyebabnya "kapasitas" bawah jembatan viaduct. Kini dihadapkan keluasannya juga ketinggiannya.

Saat dibangun pemerintah Belanda tahun 1930, Tinggi viaduct Kertajaya mencapai empat meter dan sepanjang 18 meter. luasannya ada lorong kiri-kanan luasan sama, sekitar 2,5 meter. Kemudian jalur tengah sekitar 6 meter. Luasan jalur tengah bisa dua mobil salipan.

Lima-tujuh tahun lalu jembatan ini "memakan" sebuah truk sampah milik Pemkot Surabaya yang nyangkut di jembatan viaduk Kertajaya. Akibatnya, truk ini mengalami pecah kaca depan. Eksesnya kemacetan arus lalu lintas terjadi selama beberapa jam. Baik kendaran dari Jl. Kertajaya maupun kendaraan dari Jl. Biliton dan Jalan Sulawesi.

Tak hanya lima-tujuh tahun lalu, dalam sepekan terakhir, beberapa kali kendaraan yang mengangkut beberapa barang melebih tinggi empat meter, selalu nyangkut. Hal itu diakui oleh Hasan, penjual kopi yang mangkal di pojokan Jalan Gubeng Kertajaya gang I Rel KA. "Wes bolak-balik akeh sing nyangkut, mas. Cuma gak separah dulu iku, truk sampah sing maksakno mlebu," kata Hasan, saat ditemui Surabaya Pagi.

Terkait kemacetan, Hasan yang tinggal di Gubeng Jaya dan berjualan di pojokan gang Rel KA lebih dari 10 tahun itu, menjelaskan, sudah bisa terlihat saat pagi hari dan sore hari.

Baca Juga: KPU Kota Surabaya Mulai Seleksi Calon Anggota PPK dan PPS Pilkada 2024

"Sudah dari dulu sebetulnya, pagi ambek sore. Budhal mbek mulih kerjo. Macet. Opo maneh akeh sing arep lawan arus nang Nias iku mas," lanjutnya.

Memang, dari pantauan Surabaya Pagi, dalam sepekan, pagi dan sore, kawasan Viaduct Kertajaya kemacetannya sudah menjadi langganan. Baik yang dari arah Kertajaya ataupun dari Jalan Sulawesi.

Bahkan, motor roda dua sendiri juga ada yang mencoba melawan arus untuk menyeberang dari Kertajaya ke Jalan Nias ataupun Jalan Nias menyeberang ke jalur berlawanannya. Meskipun kini sudah diberi marka jalan setinggi 30 cm dan diberi pot tanaman.

Baca Juga: KPU Surabaya Paparkan Seleksi Calon Panitia Pemilihan Gubernur dan Walikota Tahun 2024

"Nah itu tuh yang bikin macet, lawan arah-lawan arah kayak gini. Padahal lho yah sudah ada marka jalan ditengah setinggi itu," celetuk salah satu perempuan baru keluar dari toko Prima Buah yang berada di Jalan Sulawesi.

Yah, jalanan dipenuhi sepeda motor maupun mobil yang akan pulang kerja ke arah Surabaya Timur. Beberapa pengguna jalan mengaku terjebak mendekati viaduct. Termasuk di viaduct, kemacetannya menghabiskan banyak waktu.

Warga Surabaya, menurut penelitian seperempat waktu perjalanannya habis di tengah kemacetan. Total kerugian yang diciptakan oleh kemacetan di 28 kota di Indonesia mencapai Rp56 triliun. Jakarta menanggung sekitar Rp36 triliun dari jumlah itu. Sisanya dibagi 27 kota, termasuk Surabaya. Dampak dari kemacetan tidak hanya bensin, stres, penurunan kesehatan, dan meningkatnya polusi udara. rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU