Gegara Rafael dan Andhi Pramono, LHKPN Semua Pejabat Diplototi KPK

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 09 Jul 2023 20:41 WIB

Gegara Rafael dan Andhi Pramono, LHKPN Semua Pejabat Diplototi KPK

i

Rafael Alun Trisambodo dan Andhi Pramono, berbaju tahanan KPK.

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Laporan harta kekayaan para pejabat kini menjadi pintu masuk bagi lembaga antirasuah untuk mengusut ada atau tidaknya tindak pidana korupsi.

Satu dari lima kasus tersebut kini sudah masuk ke tahap penyidikan, yakni Rafael Alun yang diduga menerima gratifikasi pemeriksaan pajak selama 12 tahun.

Baca Juga: Pemuda LIRA Minta Gus Muhdlor Penuhi Panggilan KPK

“Sudarman sudah naik ke penyelidikan. Tanya sama juru bicara KPK. Sudah diputus. Eko Darmanto, Andhi [Pramono], Wahono, dan Rafael Alun sudah,"

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, kemarin.

 

Terima Gratifikasi Rp 28 Miliar

Terbaru, KPK temukan mantan Pejabat Bea Cukai Andhi Pramomo, mampu membeli rumah Rp 20 miliar.

Padahal, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) per 16 Februari 2023 senilai Rp13,7 miliar.

Andhi, diduga menerima gratifikasi Rp 28 miliar. Dia juga diduga mencuci uang itu menjadi sejumlah aset mulai dari berlian hingga rumah mewah.

Berdasarkan catatan LHKPN, Adhi memiliki belasan tanah dan bangunan di wilayah Karimun, Salatiga, Bekasi, Bogor, Banyuasin, Cianjur, hingga Jakarta Pusat dengan nilai Rp6,9 miliar.

 

Ada Kemiripan

Pengusutan kasus keduanya punya kemiripan, mulai dari viral di media sosial, kemudian LHKPN-nya dicek. Ternyata tidak sesuai dengan profil kekayaannya. Mereka punya sejumlah aset lain yang tak masuk di LHKPN.

Rafael Alun jadi pesakitan KPK dalam kasus dugaan menerima gratifikasi Rp 1,3 miliar. Pencucian uangnya mencapai ratusan miliar. Dia punya banyak aset mewah dan sebagiannya sudah disita oleh KPK. Nilai aset yang disita mencapai Rp 150 miliar.

LHKPN) yang diunggah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2021, total harta kekayaan Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Kantor Wilayah Jakarta Selatan II yang dicopot Sri Mulyani ini sebesar Rp 56.104.350.289 atau Rp 56 miliar

 

Baca Juga: Suami Sandra Dewi, Disidik 2 Kasus Korupsi Timah dan TPPU

Kelemahan Sistem Pengawasan

Alex menambahkan, yang terjadi pada Rafael dan Andhi membuktikan kelemahan dalam sistem pengawasan internal di Ditjen Pajak dan Bea Cukai.

"Dan ini kasus Andhi kalau kita ikuti, dari tahun 2012-2022 (diduga terima gratifikasi). Cukup lama juga," ujarnya.

 

Perhatikan Style Pegawai

Alex mengimbau ke semua pimpinan instansi negara untuk memperhatikan style pegawainya. Termasuk meminta untuk taat melaporkan harta kekayaannya ke KPK.

milik Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea Cukai, dan Aparat Penegak Hukum bakal dipantau ketat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, instansi tersebut dinilai strategis dan rawan. Spesifiknya Marwata menyinggung soal penggunaan kewenangan oleh pegawai Pajak, Bea Cukai, atau APH.

Baca Juga: KMSS Demo KPK Desak Tersangka Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Ditahan

"Pimpinan sudah meminta agar dilakukan pemetaan terhadap LHKPN, terutama para penyelenggara negara yang menduduki instansi strategis, antara lain Pajak, Bea Cukai, dan Aparat Penegak Hukum, entah itu jaksa, polisi, hakim," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers yang disiarkan virtual, dikutip Sabtu (8/7/2023).

 

Kekayaannya Harus Terpantau

Menurutnya, Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memiliki kekayaan tidak wajar harusnya bisa terpantau oleh atasan, atau rekan kerja. Jumlah harta yang tidak wajar menjadi salah satu indikasi praktik korupsi.

"Seorang pegawai yang secara normatif itu tidak mungkin bisa menghimpun kekayaan sedemikian besar, dan kami meyakini tidak mungkin rekan sejawat, atasan atau pimpinannya tidak tahu," ujarnya.

"Jadi salah satu 'red flag' terjadinya suatu kecurangan atau korupsi misalnya bisa dilihat dari gaya hidup. Bagaimana dia pola konsumsinya. Kalau seorang ASN atau penyelenggara negara mampu membeli rumah Rp 20 miliar, tentu jadi pertanyaan besar, dari mana yang bersangkutan mendapatkan penghasilan untuk membeli rumah sebesar itu," lanjutnya.

Alexander Marwata menyatakan, perlu pembuktian asal harta jumbo yang dimiliki penyelenggara negara. Misalnya, apakah yang bersangkutan memiliki usaha lain atau tidak.

"Apakah yang bersangkutan punya kegiatan usaha lain, itu yang harus dibuktikan," pungkasnya. n erc/jk/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU