Konflik Hamas dan Israel Goncang Perekonomian Global

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 23 Okt 2023 14:30 WIB

Konflik Hamas dan Israel Goncang Perekonomian Global

i

Gedung Bank Indonesia

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Perang antara Israel dan Hamas meningkatkan ketidakpastian secara global. Tensi geopolitik di Timur Tengah ini menjadi salah satu tantangan, dimana konflik ini dapat mendorong kenaikan energi dan pangan, yang akhirnya dapat berpengaruh kepada meningkatnya laju inflasi di dunia.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan bahwa perekonomian global belum bisa bernafas dengan lega dan dengan adanya krisis perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina serta Hamas dan Israel.

Baca Juga: Bank Indonesia Naikkan BI Rate Jadi 6,25 Persen

“Jika kita lihat apa yang terjadi di perekonomian global, tentu kita tidak bisa bernapas dengan lega. Belum selesai kita dihadapkan dengan krisis perang Rusia Ukraina, kita dikejutkan kembali dengan krisis geopolitik di Timur Tengah antara Israel dan Palestina,” ujarnya dalam acara Peluncuran Buku KSK No. 41, Senin (23/10/2023).

Meningkatnya inflasi ini harus direspons dengan kebijakan moneter termasuk di AS, yang kemudian mendorong tetap tingginya suku bunga di negara itu, termasuk di global.

Baca Juga: BI Sebut Dolar AS dan Emas, Aset Aman

Dengan meningkatnya inflasi, dikhawatirkan tingkat suku bunga global akan bertahan pada level yang tinggi dalam waktu yang lebih lama, atau higher for longer.

“Apalagi AS sekarang lagi membutuhkan pendanaan, termasuk untuk perang. Yellen (Menkeu AS) secara eksplisit sudah menyebutkan bahwa dia akan membackup perang yang terjadi baik di Rusia-Ukraina maupun Timur Tengah, sehingga ini membutuhkan pembiayaan politik, pembiayaan keamanan, yang pada akhirnya mendorong kenaikan yield di AS,” jelas Juda.

Baca Juga: Heboh! Penerbitan Uang Kertas Pecahan Baru BI, Bernominal Rp 1.0

Juda juga mengatakan bahwa situasi ini akan berdampak pada ekonomi domestik. Tercermin dari volatilitas arus modal di dalam negeri dalam 1-2 bulan terakhir, yang juga berdampak pada pelemahan nilai tukar secara global, termasuk rupiah.

“Tadi karena yield AS meningkat, sehingga terjadi strong US dollar, dolarnya menguat sehingga mata uang negara lain baik di negara maju maupun emerging markets termasuk Indonesia mengalami volatilitas yang sangat tinggi,” ujar Juda. ac

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU