Kebijakan Pajak Hiburan Naik 40%, Pelaku Usaha Spa di Bali Menjerit Keheranan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 10 Jan 2024 11:56 WIB

Kebijakan Pajak Hiburan Naik 40%, Pelaku Usaha Spa di Bali Menjerit Keheranan

i

Ilustrasi. Suasana Spa di Bali yang menyejukkan dan nyaman. SP/ BLI

SURABAYAPAGI.com, Bali - Penerapan pajak daerah bagi usaha yang sebelumnya sudah naik 15% kini justru menjadi 40%. Kenaikan pajak tersebut membuat para pelaku usaha salah satunya Spa di Bali menjadi meringis dan menjerit. Mereka keberatan dan belum menaikkan harga atau tarif layanan spa.

Hal itu menimbulkan keprihatinan tersendiri, bahwa langkah yang terlalu ekstrem dan dapat mematikan usaha spa di Pulau Dewata. Terutama  berpotensi merugikan usaha spa di Bali, terutama setelah industri pariwisata baru saja pulih dari dampak pandemi Covid-19.

Baca Juga: Hotman dan Inul Mencak-mencak, Tarif Pajak Hiburan Naik 40-75 Persen

“Baru pulih dari pandemi, ini kebijakan yang ekstrem. Jangan sampai malah membunuh usaha,” jelas Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, Rabu (10/01/2024).

Menurutnya, para pelaku usaha spa tidak mau terburu-buru menaikkan harga karena kondisi usaha yang belum stabil. Para pelaku usaha spa kaget dengan kenaikan pajak yang disebut tiba-tiba itu. 

"Kasih kami bernapas dahulu. Kami lihat ekonomi global belum baik-baik saja. Masih disebut unpredictable situation (situasi tak menentu)," kata Rai.

Baca Juga: Bisnis Karaoke Inul Bisa Gulung Tikar, 5 Ribu Karyawan Terancam di PHK

Rai menilai kenaikan pajak tersebut tentu akan berdampak pada keuntungan yang didapat para pelaku usahanya. Ia melihat banyak orang Bali menggelontorkan modal yang tidak sedikit saat memulai usaha spa. Ia khawatir kenaikan tarif layanan spa akan menurunkan minat para pelanggan untuk datang ke tempat spa.

"Spa di luar dengan di Bali itu beda. Kalau spa di sini itu kebugaran. Karaoke dan diskotik itu hiburan. Karena, kalau spa itu tenaga profesional. Dengan kenaikan 40 persen itu, membunuh UMKM (spa) yang notabene dijalankan orang lokal," beber Rai.

"Apalagi, pajak dan tarif layanan spa sudah ada perhitungannya. Nah, kalau naik (pajaknya) takutnya minat customer akan berkurang. Kalau (tarif layanan spa) terlalu mahal, nggak bagus juga," imbuhnya.

Baca Juga: Tahun Politik, PHRI Kota Malang Optimistis Okupansi Meningkat

Lebih lanjut, menurut Rai, pemerintah seharusnya tidak begitu saja mengkategorikan semua tempat spa sebagai hiburan. Menurutnya, ada tempat spa di Bali yang seharusnya dianggap sebagai tempat kebugaran.

Diketahui sebelumnya, aturan ini salah satunya diterapkan di Kabupaten Badung. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Badung Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, spa dikategorikan sebagai jenis pajak kesenian dan hiburan. Dalam aturan tersebut, pajak hiburan masuk dalam klasifikasi objek pajak jasa dan barang tertentu (PBJT) bersama pajak jasa perhotelan, makanan-minuman, listrik, dan parkir. bli-01/dsy

Editor : Desy Ayu

BERITA TERBARU