Hotman dan Inul Mencak-mencak, Tarif Pajak Hiburan Naik 40-75 Persen

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 23 Jan 2024 21:06 WIB

Hotman dan Inul Mencak-mencak, Tarif Pajak Hiburan Naik 40-75 Persen

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta -Pengusaha hiburan sekaligus pengacara Hotman Paris, bersama Inul Daratista mencak mencak, atas tarif Pajak Hiburan Naik 40-75 Persen.

Kepentingan Hotman ia memiliki saham di perusahaan seperti Holywings . Sedang Inul Daratista, terkait bisnis karaoke. Penyanyi dangdut ini menyuarakan keberatannya di jejaring sosial X terkait kenaikan pajak hiburan meroket menjadi 40 hingga 75 persen.

Baca Juga: Bisnis Karaoke Inul Bisa Gulung Tikar, 5 Ribu Karyawan Terancam di PHK

Keberatan Inul Daratista soal kenaikan pajak hiburan itu menuai reaksi nyaris seragam dari netizen.

Banyak warganet mengorek 'dosa lama' Inul Daratista yang dianggap mendukung Undang-Undang Cipta Kerja.Pajak hiburan naik dari 25% ke 40-75%. "Sing nggawe aturan mau ngajak modyar tah," kata penyanyi yang sudah 17 tahun menggeluti bisnis karaoke di Tanah Air, Selasa (23/1/2024).

Bos Karaoke itu memprotes di X sembari memposting tangkapan layar berisi tulisan panjang tentang dampak kenaikan pajak hiburan di Tanah Air.

 

Beban Pajak Industri Hiburan

Hotman mengungkapkan bahwa tarif pajak hiburan khusus yang saat ini telah ditetapkan 40%-75% oleh pemerintah membuat beban pajak industri yang tercakup hiburan khusus hampir tembus 100%.

"Sekarang berdasarkan UU HKPD, tarif pajak hiburan 10 persen. Khusus untuk jasa hiburan yang terkait diskotik, karaoke, kelab malam dan juga spa dikenakan tarif pajak 40-75 persen," demikian dijelaskan staf Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, di kantornya, Selasa (23/1).

Ini terkait perintah Presiden Jokowi Presiden Jokowi kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani dan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. Keduannya untuk mengeluarkan surat edaran mengenai aturan pajak hiburan 40-75 persen.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto,menjelaskan pemerintah akan keluarkan surat edaran terkait dengan pasal 101 iyang akan disiapkan Menkeu.

 

Pemda Berikan Insentif Fiskal

Airlangga Hartarto menegaskan pajak hiburan diskotek Cs tetap mengacu UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), yakni 40 persen-75 persen.

Ia paham banyak protes dari pengusaha jasa hiburan terkait kenaikan pajak tersebut. Bahkan, Airlangga baru saja menerima audiensi dari Hotman Paris, Inul Daratista, dan jajaran pengusaha hiburan lain hari ini.

Karena itu, Airlangga menyebut pemerintah daerah bisa memberikan insentif fiskal berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan, atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi, dan/atau sanksinya. Ini mengacu pada Pasal 101 UU HKPD. Namun, pemberian insentif ini tak wajib.

"Untuk aturannya (pajak hiburan) tetap di UU HKPD, tidak di UU Nomor 28 (Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah), itu sudah diganti ke UU HKPD. Namanya insentif tergantung kepala daerah. Ini (insentif fiskal) kan diskresi, bisa diberikan dan tidak diberikan," jelasnya di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (22/1).

Pada periode sebelumnya, UU HKPD menentukan pajak 28 tarif hiburan paling tinggi 35 persen. “Nah sekarang UU HKPD tarif hiburan itu 10 persen, hanya khusus untuk jasa hiburan yang terkait diskotik, karaoke, kelab malam dan juga spa dikenakan tarif 40-75 persen,” imbuh Airlangga.

 

Kenaikan Pajak Hiburan Ditunda

Terpisah, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut kenaikan pajak hiburan ditunda. Menurut Luhut, keputusan tersebut diambil setelah berdiskusi dengan instansi terkait, termasuk Gubernur Bali.

“Jadi kita mau tunda saja dulu pelaksanaannya, karena itu dari Komisi XI DPR RI sebenarnya, bukan dari pemerintah ujug-ujug terus jadi gitu. Sehingga kemarin kita putuskan ditunda,” kata Luhut dalam akun Instagram pribadinya.

 

Asosiasi SPA Judicial Review

Asosiasi SPA Terapis Indonesia (Asti) mengajukan judicial review atau pengujian yudisial ke Mahkamah Konstitusi sebagai bentuk penolakan terhadap Undang-undang No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Gugatan tersebut sudah diterima oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 Januari 2024.

Ketua Asti, Mohammad Asyhadi, menyampaikan, pemerintah dalam menyusun UU No.1/2022 tidak melibatkan para pelaku usaha. Regulasi ini juga dinilai bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.

“Kami sepakat untuk melakukan judicial review sehingga pada 3 Januari kita ke MK, kemudian diterima secara resmi itu 5 Januari 2024,” kata Didi dalam konferensi pers di Taman Sari Royal Heritage SPA, Kamis (11/1/2024).

 

SPA Jasa Kesenian dan Hiburan

Dalam pasal 55 ayat 1 beleid itu, SPA masuk dalam kategori jasa kesenian dan hiburan. Padahal kata Didi, SPA tidak sama dengan hiburan. Misalnya dalam Permenparekraf No. 4/2021 tentang Standar Kegiatan Usaha Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pariwisata, SPA tidak dikategorikan sebagai hiburan.

Kemudian, karena objek SPA merupakan manusia, maka SPA diatur oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang tercantum dalam UU No.36/2009 tentang Kesehatan dan UU No.36/2014 tentang Tenaga Kesehatan "Jadi dengan dasar itu SPA bukan hiburan,” ujarnya.

 

Baca Juga: Kebijakan Pajak Hiburan Naik 40%, Pelaku Usaha Spa di Bali Menjerit Keheranan

Matikan Usaha SPA

Selain itu, kenaikan pajak hiburan menjadi 40% hingga 75% berpotensi mematikan usaha SPA di seluruh Indonesia, lantaran harga jasa SPA otomatis naik sehingga menurunkan minat masyarakat melakukan terapi kesehatan di SPA.

Pelaku usaha juga akan semakin terbebani dengan pajak yang besar karena selain pajak PBJT 40%, pelaku usaha juga tetap membayar pajak PPN sebesar 11%, pajak penghasilan badan (PPh) 25%, PPh pribadi selaku pengusaha sebesar 5%-35%, tergantung penghasilan kena pajak atau PKP.

Pengacara Hotman Paris mengungkap alasan mengapa Presiden Joko Widodo marah soal kenaikan pajak hiburan 40-75 persen.

Hotman mengklaim Jokowi marah karena tak tahu detail soal kenaikan tarif pajak hiburan di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

 

Batas Tarif Pajak Hiburan

Pemerintah resmi melakukan penyesuaian terhadap batas tarif pajak hiburan tertentu. Melalui Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), batas tarif pajak hiburan tertentu ditetapkan sebesar 40-75 persen. Namun sebelum ketentuan tersebut berlaku sejumlah daerah sebenarnya telah menetapkan pajak hiburan dengan tarif 40-75 persen. Penetapan ini dilakukan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam UU Nomor 29 Tahun 2009, tarif pajak hiburan untuk jasa diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa sudah ditetapkan paling tinggi 75 persen. Namun demikian, tidak terdapat batas bawah, yang berarti pemerintah daerah bisa menetapkan tarif pajak hiburan tertentu serendah-rendahnya.

Berdasarkan data pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, sejumlah daerah sudah menetapkan pajak hiburan dengan rentang 40-75 persen.

 

Keberatan Kenaikan Pajak Hiburan

Klaim ini disampaikan Hotman usai menggeruduk kantor Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto untuk meminta solusi terkait kenaikan tarif pajak kelompok diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Dia ditemani Inul Daratista dan para pebisnis di sektor jasa hiburan lainnya yang keberatan dengan kenaikan pajak hiburan itu.

"Dari minggu lalu, Pak Jokowi, presiden, tidak dilaporkan detail dan beliau marah. Ini informasi saya dapat minggu lalu. Sejak itulah saya gencar bikin video-video (protes)," ucap Hotman di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (22/1).

 

Acuan Pengusaha Pajak Lama

Berdasarkan audiensi dengan Airlangga dan SE mendagri, Hotman mengimbau kepada para pemerintah daerah tak mengerek tarif pajak hiburan.

Baca Juga: Putra Bungsu Hotman Paris Resmi Menikah, Sosok Besan Bukan Orang Sembarangan

"Presiden pun sangat marah atas tarif pajak yang sangat tinggi tersebut dan dengan SE mendagri tersebut intinya boleh kembali pada tarif pajak yang lama. Bahkan, mengurangi pun boleh. Tapi kami mengharapkan kembali ke yang lama sudah cukup," jelas Hotman.

Hotman menyebut skema ini bukan menunda implementasi UU HKPD. Akan tetapi, ia menegaskan para pengusaha hiburan tetap mengacu pada tarif pajak lama, di mana pemda bisa tak mengikuti UU HKPD berdasarkan SE mendagri

Berdasarkan audiensi dengan Airlangga dan SE mendagri, Hotman mengimbau kepada para pemerintah daerah tak mengerek tarif pajak hiburan.

"Presiden pun sangat marah atas tarif pajak yang sangat tinggi tersebut dan dengan SE mendagri tersebut intinya boleh kembali pada tarif pajak yang lama. Bahkan, mengurangi pun boleh. Tapi kami mengharapkan kembali ke yang lama sudah cukup," jelas Hotman.

Hotman menyebut skema ini bukan menunda implementasi UU HKPD. Akan tetapi, ia menegaskan para pengusaha hiburan tetap mengacu pada tarif pajak lama, di mana pemda bisa tak mengikuti UU HKPD berdasarkan SE mendagri

Di lain sisi, Hotman menegaskan Presiden Jokowi tidak berani mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk menunda atau membatalkan aturan pajak hiburan 40 persen.

"Karena saya berkali-kali usul perppu, tapi Jokowi tidak berani mengeluarkan perppu. Karena kalau dihitung semuanya bayar pajak 100 persen sama saja membunuh perusahaan," tandasnya.

 

PHRI Jatim Wait and See

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur, Dwi Cahyono menyampaikan bahwa pihaknya masih dalam tahap proses penyesuaian tarif baru. Namun, terbaru ada himbauan dari pemerintah pusat untuk mengkaji kembali penerapan pajak yang selangit itu.

"Memang pajak sudah (pakai) yang baru, tapi setelah ada surat himbauan dari pihak Kemendagri jadi kami akan menyesuaikan kembali," terang Dwi, saat dihubungi oleh Surabaya Pagi, Selasa, (23/1/2024).

Dwi menyebut kalau saat ini pihaknya masih memberlakukan tarif lama sembari menunggu keputusan dari pemerintah pusat. "Sementara (masih pakai tarif lama), ya karena (ada) pembatalan itu kita masih liat dulu nanti penerapan seperti apa. Kami masih tunggu dari pusat," sambungnya.

Sebelumnya, Dwi mengaku penerapan pajak yang tinggi itu sangat tiba-tiba tanpa adanya sosialisasi ke jajaran pihak pengusaha.

Tentunya, hal itu sangat meresahkan para pengusaha. Karena mempengaruhi dengan traffic pengunjung atau pelanggan. "Sebelumnya tidak pernah ada sosialisasi, tidak pernah diundang sosialisasi. Padahal sosialisasi itu sangat penting apalagi untuk setiap aturan (baru) kan dibutuhkan agar bisa maksimal sampai dua tahun, dan itu juga untuk persiapan produk (para pelaku usaha)," papar Dwi.

Ia pun berharap keputusan terbaru dari pemerintah memberatkan bagi pengusaha hiburan, terutama di Jatim ini. n erc/jk/ain/cr3/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU