Oposisi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 18 Feb 2024 21:05 WIB

Oposisi

i

Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Kekuasaan cenderung disalahgunakan. Ini kira- kira pemikiran ideal tentang oposisi sebagai kebutuhan. Wajar, bila saat masih dini (hitungan quick count), Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto 'melempar handuk' mengakui keunggulan capres Prabowo-cawapres Gibran. Partainya akan jadi oposisi.

Akal sehat saya bilang, oposisi dari partai di luar kelompok pendukung Prabowo-Gibran, langkah politik yang strategis.

Baca Juga: Jurnalistik Investigasi Ungkap Kejahatan Tersembunyi untuk Kepentingan Umum

Bila pernyataan Hasto, partainya memilih oposisi, berarti PDIP siap menjadi “penyeimbang” dalam roda pemerintahan nanti.

Apalagi Hasto, menyebut PDIP, akan menggandeng masyarakat sipil.

Bila harapan Hasto, diterima oleh vetonya Megawati, bisa jadi warna oposisi PDIP berdimensi sebuah gerakan politik. Dan bukan sekedar kritik-kritik.

Apakah komposisi yang dipilih PDIP sudah ideal?. Meski, katakan pemenang legislatif kemungkinan PDI Perjuangan.

Logikanya, 5 tahun ke depan, PDI Perjuangan akan menjadi penguasa di parlemen. Bisakah kekuatan parlemen PDIP ini memberikan komposisi peta politik yang seimbang dengan pemerintah?. Belum tentu. Apalagi bila yang dimunculkan Puan Maharani lagi.

Diatas kertas, Bisa jadi legislatif dan eksekutif dikuasai oleh partai politik yang berbeda, diluar PDIP dengan peta seperti ini, akankah ketua DPR Puan lagi, bisa menjadi oposisi yang kuat? Walahualam. Taruhannya tergantung siapa yang diajukan Megawati.

Mengacu pada sikap Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang kecenderungannya tidak akan berkompromi dengan pemerintahan Prabowo-Gibran, Ketua DPR-RI harus elite PDIP yang sematang Prabowo.

 

***

 

Rencana Hasto beroposisi menggandeng masyarakat sipil pro-demokrasi, menurut akal sehat saya, tak semudah membalikan tangan.

Mengingat catatan jurnalistik saya, pasca-Reformasi, gerakan masyarakat sipil justru meredup. Mereka dihadapkan pada ujian yang tidak ringan untuk tetap eksis.

Padahal, di tengah sinyal kemunduran demokrasi era Jokowi yang kian menguat, kehadiran masyarakat sipil memang sangat penting. Mengingat mereka adalah entitas penyeimbang kekuatan negara.

Baca Juga: Komedian jadi Menteri, Bisa Campurkan Humor dan Joke

Praktik sejauh ini, masyarakat sipil yang lahir di perkotaan, umumnya baru menjalankan peran sebagai pengawal kebijakan negara, belum sampai membantu negara menghadapi sejumlah isu bangsa.

Ini literasi tentang peran penting masyarakat sipil dalam proses demokrasi suatu negara.

Literasi saya menyebut masyarakat sipil memiliki 3 fungsi utama, yakni advokasi, empowerment dan social control. Apakah PDIP bisa mengisi tiga ruang itu? Ini yang dinantikan publik.

 

***

 

Saat ini total ada tujuh dari sembilan partai politik di DPR yang mendukung pemerintahan Jokowi pada 2019. Praktis komposisi dari parpol pendukung pemerintahan telah mencapai 81% di parlemen. Apakah Prabowo, bisa melanjutkan capaian Jokowi itu?

Diatas kertas, tampaknya sulit. Mengingat, Megawati berkecenderungan tidak akan berkompromi dengan pemerintahan Prabowo-Gibran.

Baca Juga: Aib Eks Mentan SYL, Dibeber di Ruang Sidang

Sementara, partai politik yang telah memberi tiket kontestasi Pilpres 2024 pada Prabowo-Gibran baru empat yaitu Gerindra, Golkar, Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Ini belum termasuk empat partai non-parlemen yaitu Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Gelora Indonesia, Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Garuda.

Dengan kondisi ini, koalisi Prabowo-Gibran memungkinkan untuk mencomot partai politik lain yang saat ini masih mengusung pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud untuk bergabung di pemerintahannya. Bila rencana ini bisa direalisasi, kekuatan oposisi PDIP bisa lonely.

Catatan jurnalistik saya, elite PKS dan NasDem tak cocok dengan gaya kepemimpinan Megawati. Bila petanya bisa demikian, pemerintahan Prabowo-Gibran bisa mengamankan kekuatan politik di parlemen. Prakiraan saya kebijakan politiknya bisa tidak mendapat resistensi.

Bisa jadi, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Nasdem, tergoda untuk bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju.

Apalagi selama pasca reformasi, keempat parpol itu tidak cukup punya pengalaman menjadi oposisi.

Apalagi, konstitusi kita yang menganut sistem presidensial, tidak mengenal adanya istilah oposisi. Kita tunggu hasil real countnya. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU