SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Judul berita utama harian kita edisi Kamis (6/11/2024) "Eks KPN, Diduga Pernah Ditemui Lisa Rahmat". Ada sub judul "Hakim Rudi Suparmono, yang Kini KPN Jakarta Pusat Menunjuk Majelis Hakim Adili Terdakwa Ronald Tannur ".
Dalam berita harian kita, disebutkan uang suap Rp 3,5 miliar diserahkan kepada Zarof yang menjadi kepanjangan tangan agar Lisa dapat dikenalkan dengan pejabat PN Surabaya. Dikenalkan memilig sosok hakim yang akan menangani perkara Ronald Tanur dipilih.
Baca Juga: Polisi Rekayasa Kasus Dipecat, Diumumkan ke Publik, Presisi
Dalam kasus ini, total sudah ada enam orang yang telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus pemufakatan pembebasan Ronald Tannur.
Di antaranya adalah tiga hakim PN Surabaya yaitu Erintuah Damanik selaku Hakim Ketua, serta Mangapul dan Heru Hanindyo sebagai Hakim Anggota. Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar dan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat.
Hasil penelusuran Surabaya Pagi, Pejabat inisial R di PN Surabaya yang dikenal hanya dua yakni Dr. Rudi Suparmono, S.H., M.H Ketua PN Surabaya dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Rully Ardijanto SH MH sebagai PNS yang menetap di PN Surabaya.
Rudi Suparmono sejak April 2024 menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas IA Khusus. Jabatan Ketua PN Surabaya itu diganti oleh Dadi Rachmadi, SH, MH.
Melihat jadwal sidang Gregorius Ronald Tannur, sudah dimulai pada Selasa 19 Maret 2024, itu menunjukan sebelum Rudi Suparmono pindah tugas ke Jakarta. Informasi yang ada, memang tugas Ketua PN Surabaya berhak menunjuk Majelis Hakim dalam persidangan, baik sidang perdata maupun pidana.
Dalam proses persidangan, Ketua PN juga memiliki tugas sebagai hakim pengadilan yang berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama.
***
Rangkaian peristiwa suap dan gratifikasi kepada tiga hakim PN Surabaya yang dibeberkan Kejagung diatas, menurut akal sehat saya seperti transaksi bisnis yang ada tengkulaknya.
Lisa Rahmat, teman ibu Tannur, Meirizky Widjaja, seperti tengkulak kasus, bukan sekedar makelar kasus.
Bayangkan, ia melobi sejak Ketua Pengadilan Negeri Surabaya yang memiliki otoritas penuh urusan memilih majelis hakim beserta dua anggotanya.
Peran Lisa Rahmat, sebagai pengumpul hakim. Hasil pengungkapan Kejagung, keterlibatan Lisa Rahmat, bukan hanya terletak sebagai penyuap, tetapi sebagai dana talangan Rp 2 miliar bagi ibu Tannur, yang saat itu baru menyediakan Rp 1,5 miliar.
Terkesan, sebagai tengkulak kasus, Lisa Rahmat memiliki beberapa peran yaitu pengumpul uang, pencari penghubung hakim, pengatur persidangan dan semi kreditor atau pemilik modal.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan teng·ku·lak adalah pedagang perantara (yang membeli hasil bumi dan sebagainya dari petani atau pemilik pertama).
Fakta temuan Kejagung, Ibu Ronlad Tanur, Meirizka Widjaja (MW) menunjuk Lisa sebagai kuasa hukum anaknya agar dapat diselesaikan. Lisa sempat meminta sejumlah uang kepada Meirizka untuk menangani kasus Tannur.
Kejadiannya, Istri dari Edward Tannur itu menyepakati soal adanya pembiayaan penanganan perkara anaknya. Total dana yang digelontorkan agar Tanur divonis bebas sebesar Rp3,5 miliar.
Apalagi Kejaksaan Agung (Kejagung) membeberkan sosok pejabat Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menunjuk tiga hakim untuk menangani kasus Gregorius Ronald Tannur.
Tiga hakim itu dipesan untuk memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur dari kasus tewasnya Dini Sera Afrianti. Ketiga sosok hakim tersebut adalah Erintuah Damanik selaku hakim ketua, Mangapul, dan Heru Hanindyo sebagai hakim anggota.
"Selama perkara berproses di PN Surabaya, tersangka MW telah menyerahkan sejumlah uang pada LR sejumlah Rp1,5 m yg diberikan secara bertahap. LR juga nalangin sebagian biaya pengurusan sampai putusan pengadilan Surabaya sejumlah Rp2 miliar, sehingga total Rp3,5 miliar," beber Kejagung.
Alur "kisahnya", uang dari Meirizka, diserahkan kepada Zarof. Dia menjadi kepanjangan tangan agar Lisa dapat dikenalkan dengan pejabat PN Surabaya yang nantinya sosok hakim yang akan menangani perkara Ronald Tanur dipilih.
***
Merujuk hasil temuan Kejagung ini, kasus ini diduga ada settingan. Pasal 183 KUHAP diubah hanya berdasarkan keyakinan hakim saja dengan mengabaikan dua alat bukti yang diajukan jaksa penuntut umum.
Padahal menurut Pasal 183 KUHAP, agar seorang tersangka dapat dijatuhi pidana,diperlukan bukti yang sah dan meyakinkan. Beban pembuktiannya terletak dipundak Jaksa. Tampaknya settingan ini menonjolkan bantahan terdakwa atas alat bukti yang diajukan Jaksa.
Putusan yang sudah dikulak ini sepertinya mengabaikan prinsi pembuktian dalam peradilan pidana (criminal trial). Prinsip ini mengamanatkan hakim dalam memutus perkara dengan pendekatan beyond reasonable doubt, artinya memang tidak ada keraguan yang beralasan bahwa terdakwa memang melakukan tindak pidana (minimal 100%). Ketentuan ini berbeda dengan peradilan perdata (civil trial) yang mengaplikasikan pendekatan preponderance of the evidence, atinya hakim memutus berdasarkan bahwa bukti salah satu pihak lebih kuat daripada pihak lawan (minimal 50 +1).
Settingan kasus ini saya menganalogikan dengan teori Pembuktian Acara Pidana dalam Logika Matematika.
Baca Juga: Mengintip Kekuasaan Presiden Al Assad, Cenderung Pentingkan Dirinya
Pasal 183 KUHAP yang menyatakan: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” Apabila dicermati, maka relasi antara premis “sekurang-kurangnya dua alat bukti” dengan “keyakinan hakim” adalah bersifat implikatif/sebab akibat, bukan bersifat konjungtif maupun kumulatif.
Dalam kasus Tannur tampaknya 3 Majelis hakim ini menggunakan simplifikasi penyebutan ketentuan Pasal 183 KUHAP menjadi: “hakim menjatuhkan pidana dengan dua alat bukti dan keyakinan hakim.” Apabila dibuat dalam logika matematika, maka akan terlihat perbedaan penyebutan pada paragraf.
Dalam paragraf yang mengandung simplifikasi sebagai berikut: sekurang-kurangnya dua alat bukti bahwa terdakwa bersalah. keyakinan hakim bahwa terdakwa bersalah.
Atau sekurang-kurangnya dua alat bukti bahwa terdakwa bersalah dan keyakinan hakim bahwa terdakwa bersalah.
Beda dengan simplifikasi sekurang-kurangnya dua alat bukti bahwa terdakwa bersalah maka timbul keyakinan hakim bahwa terdakwa bersalah.
Tiga hakim yang disuap ini diduga menggunakan premis berdiri sendiri maka ingkaran premis yang dipilih “keyakinan hakim bahwa terdakwa tidak bersalah”., mengabaikan dua alat bukti petunjuk dan visum et repertum, sehingga premisnya yaitu: “keyakinan hakim bahwa terdakwa tidak bersalah”.
Diduga karena settingan, dengan sendirinya, 3 hakim yang kini ditahan Kejagung tidak perlu terikat dengan premis “sekurang-kurangnya dua alat bukti bahwa terdakwa bersalah”.
Fakta temuan, hasil alat bukti atau surat Visum et Repertum (VER) yang juga luka di hatinya itu akibat dari benda tumpul, tak digubris 3 hakim tersebut.
***
Settingan membebaskan Tannur, terjadi sebelum pembuktian material. Ini mirip gadai keadilan. Hal ini mengacu pada keterungkapan Kejaksaan Agung yang menetapkan ibu Gregorius Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, sebagai tersangka kasus dugaan suap terhadap majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya.
Suap Rp 3,5 miliar itu diberikan Meirizka ke majelis hakim demi 'membeli' vonis bebas untuk anaknya, Ronald Tannur, dalam kasus tewasnya Dini Sera.
Gamblang vonis bebas untuk Ronald Tannur, diatur sebelum pembuktian material dalam persidangan. Bila temuan Kejagung ini benar, tujuan utama peradilan dengan asas terbuka untuk umum hanya formalitas. Makna sebuah pemeriksaan berlangsung secara transparan dan peradilan yang fair (fair trial) didramatisasi oleh 3 hakim penerima suap Tannur. Dengan cara demikian penegakan hukum kasus Tannur, tidak dapat berjalan dengan benar karena kontrol oleh masyarakat luas diabaikan.
Baca Juga: Fenomena Jurnalis Jadi Penguasa, Praktikan Independensi
***
Hasil penelusuran wartawan Surabaya Pagi, penunjukan majelis hakim seperti yang dilakukan KPN sudah bukan rahasia bagi advokat.
Saya juga diberi tahu seorang konsultan pajak, di Pengadilan Negeri ada semacam kultur feodalisme yang tidak tertulis. Apa? Konon penunjukan majelis hakim ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Lalu, besaran vonis, apalagi putusan bebas perkara perkara yang menarik perhatian masyarakat harus dikonsultasikan ke Wakil Ketua Pengadilan Negeri.
Wajar kini Kejagung memeriksa eks Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Rudi Suparmono. Diperiksa diduga ikut terlibat pengaturan pemilihan Majelis hakim dalam kasus suap vonis bebas Ronald Tannur.
Rudi Suparmono, diduga pernah ditemui Lisa Rahmat, pengacara Ronald Tannur.
Kejaksaan Agung (Kejagung) membeberkan sosok pejabat Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, yang menunjuk tiga hakim untuk menangani kasus Gregorius Ronald Tannur.
Tiga hakim itu berperan memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur dari kasus tewasnya Dini Sera Afrianti. Ketiga sosok hakim tersebut adalah Erintuah Damanik selaku hakim ketua, Mangapul, dan Heru Hanindyo sebagai hakim anggota.
Direktur Penyidikan Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Dir Jampidsus) Abdul Qohar mengatakan sosok pejabat PN Surabaya itu adalah berisnial R.
Sosok R ini sempat diperkenalkan eks pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar (ZR) ke kuasa hukum Ronald Tannur, Lisa Rahmad (LR).
Tiga hakim itu berperan memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur.
Direktur Penyidikan Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Dir Jampidsus) Abdul Qohar mengatakan sosok pejabat PN Surabaya itu adalah berisnial R.
"LR meminta kepada ZR agar diperkenalkan kepada Pejabat di Pengadilan Negeri Surabaya dengan inisial R dengan maksud untuk memilih majelis Hakim yang akan menyidangkan perkara Ronald Tanur," kata Qohar saat konferensi pers di Kejagung, Senin (4/11).
Nah! Kejagung menelusuri dari Lisa, ZR dan tiga hakim pembebas Tannur. ([email protected])
Editor : Moch Ilham