Pilpres-Pilkada Rampung, Rakyat Ditinggali Omon-omon Elite

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 27 Nov 2024 20:44 WIB

Pilpres-Pilkada Rampung, Rakyat Ditinggali Omon-omon Elite

i

Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Saat masuk TPS, ada warga yang membicarakan siapa calon yang akan mereka pilih?. Banyak yang bersiap gegap gempita.

Sebagai warga yang jurnalis saya pesan ke mereka, pilihan itu hak, bukan kewajiban. Pilih dengan logika. Jangan dari omon omon saat debat atau blusukan. Semuanya kampanye politik.

Baca Juga: Asosiasi Driver Ojol, Jadi Pressure Grup Ikuti Partai  Buruh

Terhitung Pemilu kemarin bagian pemilu keenam kali sejak Asian Financial Crisis tahun 1997-1998. Dari sejarah penyelenggaraan Pemilu tersebut, kegiatan Pemilu mestinya memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan pemilu memberikan dampak langsung maupun tidak langsung bagi Produk Domestik Bruto (PDB).

Maklum perhelatan Pemilu  membutuhkan biaya tak sedikit. Untuk Pemilu 2024, Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran hingga Rp71,3 triliun.

Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, mengatakan keberhasilan Pemilu 2024 mendatang akan menghasilkan suksesi kepemimpinan nasional dan daerah yang legitimate. Katanya, stabilitas politik ini tentu menjadi garansi bagi pembangunan nasional di berbagai sektor.

“Penyelenggaraan Pemilu sendiri menggeliatkan semua sektor kehidupan masyarakat. Tidak hanya sosial dan politik, juga sektor ekonomi,” tutur Isa.

Nah! Mari kita tunggu. Mari kita tunggu, sektor produksi dan distribusi kian bergairah karena adanya kebutuhan pengadaan logistik, serta barang dan jasa.

Apakah daya beli masyarakat juga naik seiring dengan adanya belanja dan konsumsi dari tingkat pusat?

Apakah usai pilkada,  juga turut memutar roda ekonomi masyarakat?. Walahualam.

 

***

 

Dewan Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Agung Sedayu, mengingatkan agar pemerintah benar-benar transparan soal anggaran pemilu 2024. Pasalnya, dana tersebut naik hampir dua kali lipat bila dibandingkan pada 2019 sebesar Rp 45,3 triliun.

“Kita tahu bahwa anggaran pemilu 2024 itu luar biasa nilainya, Rp 71,3 triliun. Di sisi lain transparansinya tidak ada, dana sebesar itu buat apa,” ujar Agung dalam acara Budget Literacy Forum di UPN Veteran, Jakarta, Sabtu, 16 Desember 2023.

Menurut Agung, transparansi anggaran ini merupakan salah satu titik kunci untuk mencegah terjadinya pelanggaran. “Karena biasanya publik akan susah mengontrol, mengawasi, dan mencegah supaya tidak terjadi pemborosan. Ini baru bicara pemborosan, belum pelanggarannya,” tuturnya.

"Tidak hanya mencegah pemborosan, kata Agung, transparansi dapat mencegah penyalahgunaan, bahkan kemungkinan terjadinya korupsi.

Baca Juga: Gubernur Kalsel Melawan, Kita Tunggu Langkah KPK

Terkait anggaran yang besar ini, kata Agung, kita sebagai masyarakat perlu untuk mengkritisi anggaran pemilu tersebut dan mendorong pemerintah untuk transparan. Pertanyaannya siapa saja yang mengkritisi pengggunaan dana pemilu ?

 

***

 

Pesan penyelenggara pilkada, psta demokrasi lima tahunan  hendaknya disambut riang gembira oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai wujud dari kedaulatan rakyat. Ini terkait kepemimpinan di masyarakat!

ada semacam ‘barter’ hak dan kewajiban antara rakyat dan pemerintah. Apakah sama-sama dipenuhi untuk menciptakan tatanan kehidupan sosial masyarakat yang baik?. Wait and see.

Sebagai rakyat,  pesan akal sehat saya, wajib memastikan haknya tertunaikan sesuai kepentingannya. Bisa menagih hak tersebut dalam bentuk kesejahteraan. Ini karena rakyat memiliki legitimasi atas negara sebagai  pemilik kekuasaan tertinggi. Rakyat harus memanfaatkan sebaik mungkin momentum pemilu untuk menyerahkan mandatnya kepada calon pemimpin atau wakil rakyat yang tepat sebagai representasi suara hati rakyat.

Ingat sebuah kebijakan dalam kehidupan bernegara mesti terdampak kebijakan politik yang sejahterakan rakyat.

Baca Juga: Golput Tinggi, Masyarakat Sudah Jenuh dan Muak dengan Elite Politik

Dalam hal kemakmuran, rakyat yang berdaulat berhak mendapatkan distribusi kemakmuran dengan prinsip kesetaraan dan pemerataan. Negara harus hadir dan mampu berlaku adil dalam menekan tingginya kesenjangan sosial. Bisakah pimpinan hasil pemilu adil? Wait and see.

Akal sehat saya berpesan, hasil pilkada pun jangan hanya untuk segelintir orang dengan mengeksploitasi dan mengeksplorasi sumber daya alam secara sewenang wenang tanpa memperhatikan aspek pemerataan, aspek ekologis dan aspek keberlangsungan.

Ingat pesta demokrasi itu, memunculkan peredaran uang banyak, baik melalui sembako maupun cara lain, seperti money politik.

Semua cagub, cawali dan cabub adalah  seorang politikus yang mengobral janji dan membangun pencitraan. Tentu demi mendapatkan simpati rakyat.

Lalu, pernahkah kita berpikir soal siapa yang sebenarnya berpesta di pesta demokrasi hingga pilkada? Benarkah seluruh rakyat ikut berpesta dalam pesta itu? Siapa tuan rumah dalam pesta itu? Apakah pesta itu pesta elit atau pesta rakyat?

Tak salah pilkada serentak dianggap sekadar sebuah perayaan formal untuk memeriahkan kembali kemenangan pemerintah yang berkuasa.

Saya mencatat, saat kampanye dimulai,  calon gubernur sampai bupati, rela blusukan menyambangi rumah-rumah warga untuk menebar janji-janjinya. Mereka merogoh kocek untuk pasang baliho, spanduk, dan alat kampanye lain. Dengan segera, kita bisa saksikan warna-warni alat kampanye di mana-mana, kebanyakan tak kenal konsep estetika dan mungkin melanggar aturan kampanye. Baliho-baliho itu seakan mengundang rakyat secara terbuka untuk datang ke pesta besar lima tahunan.

Lima tahun setelah pilkada 27 November kemarin, rakyat bisa tinggal disisakan sandiwara dan Omon-omon sejumlah elite. Akal sehat saya berpesan usai pesta demokrasi nikmati hasil pilpres-pilkada serentak sepintar-pintarnya sesuai profesi Anda. Kata Gus Dur, gitu saja kok repot. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU