SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Pernyataan ini saya kutip dari hasil Lembaga Survei Charta Politika. Lembaga ini mencatat ada penurunan partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta 2024. Charta Politika menyebut partisipasi pemilih Pilkada 2024 hanya 58%. Sementara dalam Pilkada DKI 2017 berada di atas 70%.
"Kalau dari kami mencatat, tingkat partisipasi yang menurun di DKI Jakarta. Dimana kemarin itu di tahun 2017 ada sekitar 72% orang memilih. Ada peningkatan lah pada saat itu, tapi pertarungan kali ini itu menurun di 58,14%," kata peneliti Charta Politika, Dadang Nurjaman, di Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (27/11/2024).
Baca Juga: Pagi Sarapan Nasi Uduk, Siang Nasi Rp 10 Ribu
Dadang menilai partisipasi warga Jakarta menurun karena masyarakat jenuh. Nah!
***
Eks Gubernur Jakarta Anies Baswedan pun mengatakan dirinya yakin dengan pernyataan calon gubernur Jakarta Pramono Anung, soal Pilkada Jakarta kali ini satu putaran.
Anies mengatakan alasannya hasil hitung cepat menunjukkan pasangan Pramono-Rano Karno memperoleh suara di atas 50 persen.
"Seperti disampaikan oleh Pak Pramono Anung, bahwa angka di quick count menunjukkan bahwa Pilkada ini selesai satu putaran," kata Anies di kediamannya di kawasan Lebak Bulus, Jakarta, Rabu (27/11).
Dia menuturkan dirinya mengiyakan itu dan juga sambil menunggu hasil real count yang diperkirakan rampung pada Kamis dini hari.
Walaupun demikian, Anies menjelaskan hasil final Pilkada Jakarta 2024 masih harus menunggu pengumuman resmi penghitungan langsung oleh KPU Jakarta.
Di sisi lain, Anies meminta kepada seluruh relawan pendukung dirinya dan Pramono-Rano untuk terus mengawal hasil perolehan suara. Mengapa mesti dikawal? Khawatir ada kecurangan.
***
Soal kejujuran politik kali ini saya tabik dengan sikap cagub Bali nomor urut 1, Made Muliawan Arya alias De Gadjah. Cagub ini mengungkap hasil perhitungan internal timnya. De Gadjah menyebut perolehan suara dirinya, Made Muliawan Arya-Putu Agus Suradnyana (Mulia-PAS) tertinggal jauh dari pasangan nomor urut 2, Wayan Koster-I Nyoman Giri Prasta (Koster-Giri).
"Saat ini memang belum 100 persen TPS, tapi sudah 80 persen (suara masuk). Untuk mengejar ketertinggalan kemungkinan sangat berat," kata De Gadjah di Rumah Pemenangan Mulia-PAS di Denpasar, Rabu (27/11/2024).
De Gadjah lantas mengucapkan selamat kepada duet Koster-Giri. Ia berharap paslon yang menjadi rivalnya dalam Pilgub Bali 2024 itu memenuhi janji-janji yang disampaikan saat kampanye.
"Semoga beliau bisa mengemban tugas sebagai pelayan rakyat Bali dan bisa pro dengan rakyat dan beliau bisa bertanggung jawab dengan janji-janji beliau saat kampanye," ucap mantan wakil ketua DPRD Denpasar itu.
De Gadjah tidak merinci hasil penghitungan internal yang dilakukan tim pemenangannya. Meski begitu, ia menyebut kans duet Mulia-PAS untuk mengejar ketertinggalan dari rival mereka sangat kecil.
Baca Juga: Kursus Kecantikan, Lakukan Treatment Derma Roller, Malpraktikkah?
Pernyataan cagub De Gadjah ini ada gabungan politisi dan orang bermoral. Ia tidak perlu menunggu putaran pilgub kedua. Melelahkan dan kuras uang negara yang peta pemilihnya sudah jelas. Tak bisa dipengaruhi intrik politik, sebab sudah merasa jenuh dimobilisasi elit.
***
Terkait politik berwibawa dan jujur, saya terkesima dengan pernyataan presiden terpilih Prabowo Subianto. Ia pernah mengkritik pihak yang terlalu haus kekuasaan dab yang menghalalkan segala cara untuk melanggengkan kekuasaan, berpotensi mengganggu dan merugikan bangsa. Siapa yang dibidik. Apa ini sebuah otokritik untuk setiap penguasa? Pernyataan itu disampaikan Prabowo, saat berpidato pada penutupan Kongres ke-6 Partai Amanat Nasional (PAN) di Jakarta, Sabtu malam, (24/8/ 2024).
Secara akal segat, tak ada yang membantah kebenaran isi pernyataannya. Justru yang menarik, pernyataan itu disampaikan oleh seseorang yang baru memegang kekuasaan sebagai presiden Republik Indonesia. Ini bisa hipotesis untuk dirinya dan Jokowi, presiden yang digantikannya. Apakah Prabowo kelak tak akan haus kekuasaan dan menggunakan segala cara untuk melanggengkannya? Apakah kelak kekuasaan tak dibeli dan diatur-atur untuk kepentingan di luar kepentingan rakyat? Walahualam.
Prabowo dan Jokowi, adalah pelaku sejarah. Keduanya akan dicatat Sejarah, termasuk haus kekuasaan atau tidak? Bisa jadi, pernyataan Prabowo itu sekadar pengetahuan teoritis yang indah dipidatokan, bisa pula pengetahuan praksis yang kelak menuntun tindakannya sebagai pemimpin tertinggi bangsa Indonesia.
***
Baca Juga: Polisi Rekayasa Kasus Dipecat, Diumumkan ke Publik, Presisi
Temuan Lembaga Survei Charta Politika itu cerminan rakyat sebenarnya menginginkan presiden yang tak haus kekuasaan. Rakyat mendambakan presiden yang mengelola kekuasaan dengan cara-cara yang konstitusional dan beradab untuk kepentingan rakyat. Hipotesis yang sekaligus harapan itu tidak bisa dibiarkan begitu saja. Usai pilpres dan pilkada serentak, akal sehat saya bilang rakyat sangat butuh pengawalan terhadap jalannya kekuasaan.
Data quick count Indikator saat ini sudah masuk 100% dengan margin of error 0,92%.
"Yang paling besar ya, gapnya ya Ini di 53%, ini ada di Jakarta Pusat. Nah datanya juga sudah 100 persen masuk. Setelah Jakarta Pusat kemudian ke Jakarta Selatan 50,48% sedangkan pasangan RK-Suswono 39,9%," kata Adam di Hotel Novotel Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (27/11/2024).
Kemudian urutan ketiga Pramono-Rano unggul di Jakarta Barat dengan 49,7%, sedangkan RK-Suswono 39,09%. Setelah itu Jakarta Timur Pram-Rano 48,81%, pasangan RK- Susono 40,59%," lanjutnya.
Adam mengatakan pasangan Pramono-Rano unggul signifikan ketimbang Ridwan Kamil-Suswono di Jakarta.
Dengan data seperti ini, apa yang kau cari Pak Jokowi, yang kata Sekjen PDIP, menginginkan putaran kedua? Kekuasaan? Anda sudah lengser, untuk apa Anda masih mengejar masyarakat yang sudah jenuh di suruh kampanye kayak Cheerleader ? Apalagi didorong antri coblos, padahal coblosan itu hak, bukan kewajiban.
Akal sehat saya merasa masyarakat Indonesia khususnya di Jakarta, sudah bosan dengan janji-janji dan kontrak politik yang digulirkan bakal calon kepala daerah. Apalagi ikut putaran kedua.
Janj kontrak politik langsung putaran pertama tak laku bukti programnya tak terbukti efektif dalam sebuah perubahan serta jauh dari harapan masyarakat. Kang Emil, mbok instrospeksi diri jangan bernafsu ikut ronde kedua pilkada yang hanya tergiur dengan aturan normatif, bukan moral. Oh kekuasaan.
Temuan lembaga survei itu menunjukan masyarakat telah semakin jenuh dan muak dengan omon omon elite politik. ([email protected])
Editor : Moch Ilham