Home / Opini : Jumat Berkah

Panggilan "Gus"

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 12 Des 2024 19:19 WIB

Panggilan "Gus"

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Kasus Gus Miftah di Magelang, menurut saya, punya relevansi panggilan "Gus" dalam tradisi keislaman dan budaya jawa.

Dalam pandangan saya, panggilan "Gus" tetap relevan hingga kini karena fungsinya melampaui sekadar sapaan kehormatan, melainkan simbol nilai-nilai keislaman dan budaya lokal, khususnya di Jawa.

Baca Juga: Doa Setelah Sholat Dhuha

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Gus adalah nama julukan atau nama panggilan untuk anak laki-laki. Gus juga digunakan sebagai nama panggilan untuk putra ulama, kyai, atau orang yang dihormati.

Siapa Saja yang Layak Mendapatkannya?

"Gus" adalah gelar atau panggilan yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia, khususnya di tanah Jawa.

Dalam pergaulan di pesantren, Gus saya amati panggilan untuk anak laki-laki atau pemilik pesantren. Gelar Gus sering dikaitkan dengan pria yang menjadi tokoh kondang, terutama dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU).

Guru Besar bidang Ilmu Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Mas Said Surakarta, Syamsul Bakri mengatakan, gelar Gus berasal dari Jawa Timur.

Salah satu tokoh yang erat dipanggil Gus adalah mantan Presiden keempat Indonesia Abdurrahman Wahid, yakni Gus Dur.

Awalnya, Syamsul menyampaikan, gelar Gus digunakan untuk panggilan anak laki-laki dari seorang Kyai di Jawa, sedangkan untuk anak perempuan dipanggil Ning. Gelar ini digunakan di lingkungan pesantren NU di Jawa Timur. Menurut dia, tidak ada kriteria khusus untuk dipanggil Gus karena gelar ini tidak berkaitan dengan keilmuan.

Dikutip dari NU Online, panggilan Gus juga tidak harus untuk orang alim dalam bidang agama. Bergulirnya waktu, istilah Gus melebar dan digunakan untuk panggilan seorang mubaligh.

Mubaligh sendiri adalah orang yang menyampaikan ajaran Islam kepada orang lain. sangat disayangkan, panggilan Gus akhirnya dikapitalisasi untuk menipu atau sekadar mencari keuntungan. "Akhirnya banyak gus-gus palsu atau KW," ucapnya.

Menurut Syamsul, penggunaan panggilan Gus semakin meluas karena migrasi penganut NU ke wilayah Jawa Tengah hingga Jawa Barat.

"Masyarakat sekarang juga tidak tahu asal-usulnya, asal mubaligh, maka dipanggil Gus. Dukun pun juga ada yang dipanggil Gus," kata dia. "Banyak yang bukan Gus tapi dipanggil Gus. Dan mereka bangga, dianggap putra kyai," tandas Syamsul.

Baca Juga: Muslim Tionghoa Rayakan Imlek

"Gus adalah panggilan untuk Mas, kalau di Jawa. Istilah ini berkembang dari Jawa Timur," kata dia.

Sangat disayangkan, panggilan Gus akhirnya dikapitalisasi untuk menipu atau sekadar mencari keuntungan. "Akhirnya banyak gus-gus palsu atau KW," ucapnya.

Menurut Syamsul, penggunaan panggilan Gus semakin meluas karena migrasi penganut NU ke wilayah Jawa Tengah hingga Jawa Barat. "Masyarakat sekarang juga tidak tahu asal-usulnya, asal mubaligh, maka dipanggil Gus. Dukun pun juga ada yang dipanggil Gus," kata dia. "Banyak yang bukan Gus tapi dipanggil Gus. Dan mereka bangga, dianggap putra kyai," tandas Syamsul.

Hasil penelusuran dari sejarah, ada yang menjelaskan, panggilan Gus berasal dari tradisi di keraton. "Keraton itu memberi panggilan 'Bagus' sebagai satu bentuk dari penghargaan terhadap orang-orang yang memang luhur, bagus budi pekertinya.

Ia mencontohkan, panggilan Gus diberikan kepada Sri Susuhunan Pakubuwono IV yang sekitar tahun 1700-1800 dipanggil dengan gelar Sunan Bagus.

"Kenapa begitu? Karena memang beliau orang yang memang pintar dan telah menciptakan banyak karya-karya sastra yang kemudian menjadi rujukan sampai sekarang," jelas dia. Gelar serupa juga disematkan kepada Ranggawarsita, seorang penyair dan pujangga besar di Jawa dari Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Ia dikenal dengan nama Bagus Burhan.

Baca Juga: Doa-doa Bulan Rajab

Menurut dia, pada zaman Kerajaan Mataram, gelar Gus juga digunakan untuk memanggil anak-anak kyai. Hal ini bermula dari relasi antara kyai dan para raja-raja di Jawa. Para kyai biasanya diberi tempat tersendiri di dekat raja, yaitu di sekitar masjid atau yang sering disebut dengan Kauman.

Ia menyampaikan, panggilan Gus ditujukan untuk anak laki-laki dari seorang kyai yang memiliki pesantren. "Jadi dia itu dipanggil Gus sebagai penghormatan terhadap orang yang berilmu dan memiliki karakter-karakter yang baik, baik pengetahuannya, perilakunya, sopan santunnya, adat, dan kekayaan ilmunya," katanya. Nyatanya, panggilan Gus kini tidak hanya digunakan untuk keturunan kyai.

Ada ahli sejarah yang menggarisbawahi agar istilah Gus sebaiknya digunakan untuk seseorang dengan kapasitas tertentu, seperti penguasaan agama. Tidak untuk sembarang orang. ([email protected])

 

Oleh:

Hj Lordna Putri

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU