SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Pengelolaan dana APBD antara Rp 600-Rp 850 miliar oleh PT Puspa Agro, telah dilakukan kajian oleh tim DPRD Jatim. Sayang, sampai kini metode kajiannya belum saya peroleh. Baik melalui wartawan saya di DPRD Jatim maupun saya cari di mesin google.
Harian Surabaya Pagi interes meneliti sesuai porsinya penulisan berseri dengan satu tema, ada beberapa topik dalam sub tema. Penulisan ini bisa masuk ilmiah populer. Mengapa hrian Surabaya Pagi tertarik melakukan penulisan ilmiah populer? Pertimbangan utama ini menyangkut uang rakyat. Disana ada kepentingan umum. Siapa pun yang masih punya akal sehat akan bertanya dikemanakan saja uang rakyat sefantastis oleh direksi PT Puspa Agro. Sekarang uang sebesar itu tersisa berapa? Lalu pertanggung jawaban hukumnya bagaimana? Apa benar uang itu digunakan bancaan berjamaah? Pertanyaan nakal ini dikaitkan dengan tudingan Mendagri Tito Karnivan, mayoritas pengelolaan BUMD dilakukan secara nepotisma?
Baca Juga: Menkes Bikin Detak Jantung Peserta BPJS Berdebar
Praktik nepotisme model apa yang terjadi di PT Puspa Agro? Siapa yang menginspitasi praktik nepotismenya? Dan siapa siapa saja yang terlibat dalam dugaan praktik nepotismenya di PT Puspa Agro?
Bagaimana model pengelolan Pasar Induk Puspa Agro yang perlu didanai ratusan miliar? Benarkah pembuatan Pasar Induk Puspa Agro dengan dana fantastis sudah melewati survei komprehenship? Apakah Gubernur dan direksi PT Puspa Agro, sejak awal sudah memikirkan SDM yang capable bidang Agrobisnis sampai Agroindusti? Mengapa pengelolaan PT Puspa Agro, terkedan one man show? Ada apa seorang komisaris yang porsinya melakukan pengawasan terkesan memiliki power yang super? Apakah ini bagian dari praktik nepotisme antara Gubernur dan komisaris?
Modus nepotisme yang saya temukan ada praktik mengutamakan orang dekat, keluarga, atau golongan untuk mendapatkan jabatan, pekerjaan, atau posisi tertentu.
Ada modus nepotisme memberikan jabatan a kepada rekan dekat tanpa berdasarkan aturan main yang berlaku.
Dalam koridor hukum, nepotisme bagian dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Praktik ini melanggar hukum dan dapat menyebabkan konflik kepentingan, membuat situasi kerja kurang nyaman, serta menghambat kemajuan organisasi.
Kesimpulan penelitian tim Surabaya Pagi bahwa Pasar Induk Puspa Agro yang dibangun di atas tanah negara seluas 50 hektare, adalah fakta bad news. Bukan good news.
Dalam dunia jurnalistik, ada istilah "bad news is good news" yang berarti berita buruk adalah berita yang baik untuk disajikan kepada pembaca.
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) untuk PT Pupa Agro, adalah dokumen politik yang merupakan wujud komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif. Terutama untuk penggunaan dana publik yang dijargonkan untuk kepentingan umum. Kelak penegak hukum mana pun bisa menggali dari dokumen ini.
***
Penulisan saya dengan tema "Kontrol Sosial Pers Terhadap PT Puspa Agro yang Disarankan oleh Tim DPRD, Ditutup" ini telah melewati serangkaian uji kebenaran. Uji mulai dari proses pengamatan, perenungan, pembandingan, pengujian, penarikan keputusan hingga menyimpulkan bersama litbang Surabaya Pagi. Semua uji kebenaran itu ada dalam satu paket berpikir ilmiah yang dalam interaksinya dengan masyarakat, orang menyebut pengetahuan ilmiah.
Ilmu jurnalisme investigasi yang saya peroleh diajarkan pengetahuan ilmiah.
Pengetahuan ilmuah memiliki ciri diantaranya; (1) sistematik, sebab ilmu adalah suatu system yang utuh; (2) relatif, sebab tidak ada kebenaran ilmiah yang sifatnya absolut; (3) koheren, bahwa ilmu itu pasti saling berkaitan atau runtut; (4) heuristik, bahwa ilmu bersifat terbuka ; (5) kausal; (6) netral, sebab ilmu haruslah bebas nilai dan tidak emosional.
Ini adalah beberapa ciri dari pengetahuan ilmiah yang wajib diketahui oleh wartawan yang suka menulis ilmiah populer. Sebab seorang wartawan yang suka berpikir ilmiah memiliki kewajiban untuk menyajikan data yang valid, relevan, dan bebas nilai sehingga pemahamanatas alur berpikir ilmiahnya dan karakter pengetahuan ilmiahnya haruslah dipahami.
***
Pasar Induk Puspa Agro seluas 50 hektare, saat ini adalah peristiwa bad news. Bukan good news. Dalam dunia jurnalistik, ada istilah "bad news is good news" yang berarti berita buruk dianggap sebagai berita yang baik untuk disajikan kepada audiens.
Berita tentang keburukan tidak pernah gagal menarik atensi masyarakat, dan memberitakannya adalah sebuah keuntungan.
Baca Juga: Pemerintah Mulai Soroti Shopaholic, Salahkah Mereka
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) merupakan dokumen politik yang merupakan wujud komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif untuk menggunakan dana publik untuk kepentingan umum.
Dalam praktik penulisan di media, ada jenis-jenis tulisan jurnalistik. Penulisan saya terhadap kajian tim DPRD atas PT Puspa Agro saya tulis dengan metode penulisan gabungan antara feature, artikel dan editorial. Maka itu, tulisan saya menggabungkan berita dan opini dengan gaya bercerita.
Bagi saya, feature news adalah karya jurnalistik yang tulisannya berisi kombinasi antara berita dan opini.
Feature yang umumnya mengedepankan unsur why dan how, saya pedomani.
Saya melakukan penulisan feature dengan tema itu menggunakan teknik piramida yang tidak beraturan, yaitu informasi penting tersebar secara acak di dalam teks.
Sebagai jurnalis , tulisan saya tetap berdasarkan fakta, pengamatan, dan wawancara dengan narasumber ahli, hingga mereka yang memiliki pengetahuan tentang isu bertema itu. Disamping literatur dan bacaan tentang masalah Agrobisnis sampai Agroindustri.
Meski ada seri tulisan saya dengan sub tema agak panjang, tetap menggunakan bahasa jurnalistik yang padat, terkait informasi yang lengkap dengan menerapkan prinsip 5W+1H.
Sebagai gabungan feature, editorial dan artikel, saya sertai pendapat saya sebagai penulisnya. Bagi saya, pendapat merupakan sudut pandang atau penilaian saya tentang suatu hal yang saya tulis bahwa saya menguasai substansi bad newsnya PT Puspa Agro.
Jadi, pendapat saya diikuti dengan bukti-bukti ilmiah. Ini untuk mendukung pendapat saya sebagai penulisnya.
Maka itu saya sertai alasan berupa penjelasan tentang pendapat saya disertai bukti-bukti.
Jadi pendapat saya berdasarkan Informasi yang saya gali dari beberapa tokoh dan mahasiswa. Selain dokumen yang istilah jaman dulu berupa kliping berita.
Baca Juga: "Berburu Harta Karun Jagat", Mirip Permainan Judi
Dengan demikian pendapat saya dalam karya tulis ilmiah populer ini berisi pendapat, ide, pikiran saya sebagai penulis mengenai topik yang melilit PT Puspa Agro.
Saya akui, secara umum, teks pendapat saya bisa dinilai punya sifat tidak objektif, tetapi isinya tetap mengedepankan mengenai suatu argumen dengan data yang jelas.
Sejak saya memimpin harian Surabaya Pagi, saya sadar dituntut untuk bersikap independen. Bagi saya independen bermakna bergerak atas kesadaran sendiri dan tidak dipengaruhi atau berafiliasi dengan suatu golongan.
Makanya saya menulis objek pemberitaan PT Puspa Agro dengan argumentasi yang ilmiah, karena ada dukungan fakta hukum dan data.
Dan tentu ada subyektif pendapat saya karena saya adalah salah satu stakeholder uang rakyat di APBD Jatim.
Sebagai salah satu stakeholdernya, saya ikut prihatin nasib Pasar induk Puspa Agro yang dibangun dengan anggaran hampir Rp 850 miliar(Rp 585 miliar) bak monumen yang mangkrak.
Penulisan saya dalam melakukan kontrol pers ini mengacu Pasal 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam pasal itu, diatur pers nasional memiliki fungsi sebagai: Media informasi, pendidikan, hiburan, Kontrol sosial, dan Lembaga ekonomi.
Dan sebagai media kontrol sosial, pers berfungsi untuk menyampaikan dan atau memaparkan peristiwa buruk, atau keadaan yang menyalahi aturan, tidak pada tempatnya dan terutama yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Fungsi pers sebagai kontrol sosial ini yang saya sadari membuat sebagian orang tidak senang.
Mengingat, pers melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Termasuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Saya mengakui hasil karya jurnalistik seperti tulisan soal Pasar Induk Puspa Agro ini jujur dipengaruhi oleh “karakteristik” media yang saya pimpin selalu kritis terhadap penyalagunaan wewenang-jabatan. ([email protected])
Editor : Moch Ilham