SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Harian kita edisi Senin (6/1/2025) kemarin, memuat analisis berita dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Dalam kapasitas sebagai Bendahara Negara, ia berpendapat pembangunan yang tidak optimal membuat rakyat kecewa.
Baca Juga: Menkes Bikin Detak Jantung Peserta BPJS Berdebar
Oleh karena itu, sikap kritis dari masyarakat diperlukan untuk mengawasi jalannya pemerintahan daerah.
"Dan kalau kita masih merasa kecewa, kok ini belum tersentuh pembangunan, ayo kita lihat tuh, kalau Anda ada di daerah, lihat kenapa pemerintah daerah saya belum bangun, yuk kita buka sama-sama, yuk," ajaknya melalui Instagram @smindrawati, yang dikutip Surabaya Pagi, Sabtu (4/1/2025).
Menkeu sarankan rakyat bertanya: APBD-nya dapat berapa? Dapat transfer berapa? Desa saya kok belum bangun padahal kita udah kasih dana desa, ayo kita lihat yuk!
Dengan cara itu maka pembangunan negara bisa dijalankan bersama-sama.
Masya Allah, Menkeu sampai mengelorakan membangun transparasi penggunaan APBD. Luar biasa, itikad baik Menkeu.
***
Analisis berita Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati itu, makna yang saya pahami mengedukasi masyarakat. Edukasi tentang hak-hak rakyat.
Ini karena UU No. 3 Tahun 2004 menyebutkan APBD adalah suatu rencana keuangan yang disusun oleh pemda secara tahunan melalui pembahasan dan persetujuan antara pemda dengan DPRD yang kemudian disahkan dalam Perda.
Mengutip akun https://klc2.kemenkeu.go.id, tentang Struktur Pengelola Keuangan Daerah , disebutkan
Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada Pejabat Perangkat Daerah yaitu Sekretaris Daerah, Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (Kepala SKPKD) dan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (Kepala SKPD).
Sekretaris daerah (sebagai koordinator pengelolaan keuangan daerah) dan Kepala SKPKD (selaku Pejabat Pengelola Keuangan), memiliki tugas sebagaimana diatur dalam PP No. 12 Tahun 2019. Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran (PA) dalam tugasnya dibantu oleh PPTK, PPK SKPD dan Bendahara.
PA dalam melaksanakan tugasnya dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada KPA. KPA dalam melaksanakan tugas dibantu oleh PPTK, PPK SKPD dan Bendahara.
Dalam struktur pengelolaan keuangan daerah di lingkungan pengguna Anggaran, di samping PPTK atau PPK SKPD juga dimungkinkan ditetapkan Pejabat Pembuat Komitmen sebagaimana diatur Prepres Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (Perpres No. 12 Tahun 2021).
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) ini dapat ditetapkan secara terpisah atau bisa dirangkap oleh PPTK.
Dan tugas PA, KPA, PPTK, dan PPK SKPD diatur dalam Perpres No. 12 Tahun 2019 dan Perpres tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Sedangkan Pejabat Pembuat Komitmen diatur dalam Pepres tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Soal dana kepala daerah ada Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (“PP 109/2000”).
Berdasarkan ketentuan ini, soal kepala daerah yang menggunakan APBD untuk modal usaha BUMN PT Puspa Agro sampai Rp 600-Rp 850 miliar, yang dibebankan pada APBD. Tentu mesti ada pertanggungjawaban ekonomi, politik hingga hukum.
***
Literasi bacaan saya, APBD diawasi secara internal oleh pemerintah daerah dan jajarannya, serta secara eksternal oleh DPRD dan BPK.
Maklum, pemegang kekuasaan pengelolaan APBD adalah kepala daerah, yang juga mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan
Siapa penanggung jawab APBD?
Dikutip dari laman peraturan.bpk.go.id, yaitu Kepala Daerah. Ia selaku kepala pemerintahan daerah. Ia pemegang kekuasaan pengelolaan APBD dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
APBD pada prinsipnya sama dengan APBN yang membutuhkan pengawasan secara internal dan eksternal.
Lalu dana APBD dikeluarkan oleh siapa?
Baca Juga: Pemerintah Mulai Soroti Shopaholic, Salahkah Mereka
UU No. 3 Tahun 2004 menyebutkan bahwa APBD adalah suatu rencana keuangan yang disusun oleh pemda secara tahunan melalui pembahasan dan persetujuan antara pemda dengan DPRD yang kemudian disahkan dalam Perda.
Berdasarkan Peraturan Mendagri No.13 Tahun 2006, fungsi-fungsi dari APBD adalah: Fungsi otoritas: APBD sebagai standar untuk melakukan pendapatan dan belanja di tahun tersebut. Fungsi perencanaan: APBD sebagai acuan bagi pemerintah daerah dalam merancang kegiatan di tahun tersebut.
Kepala Daerah selaku kepala pemerintahan daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan APBD dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Dikutip dari akun peraturan.bpk.go.id dan klikpajak.id, Anggaran daerah tersebut harus diarahkan guna menciptakan lapangan kerja, dan sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
Lalu fungsi Distribusi – Anggaran daerah tersebut harus memperhatikan pada rasa keadilan dan juga kepatutan.
Nah, jelas diatur bahwa alokasi penggunaan APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan juga kepatutan? Nah? Apakah kucuran dana APBD untuk PT Puspa Agro, telah memperhatikan rasa keadilan dan juga kepatutan?
Pengawasan APBD dilakukan oleh siapa?
pemerintahan daerah! Maka pelaksanaan dari APBD tersebut perlu diawasi agar sesuai untuk peruntukkannya. Salah satu bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan APBD adalah pengawasan yang dilakukan oleh DPRD. Dan kini Menkeu minta masyarakat ikut mengawasinya.
***
Permintaan Menkeu itu beralasan. Pertama dari APBN. Kedua, sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah penerimaan pemerintah daerah atas hasil penjualan barang-barang privat, dan jasa.
Maka itu, siklus APBD dimulai dari perencanaan, penyusunan, penetapan, pelaksanaan, hingga yang terakhir yaitu pertanggungjawaban. Dan meski merupakan akhir dari siklus APBD, pertanggungjawaban justru menjadi tahapan yang krusial karena merupakan wujud akuntabilitas pemerintah dalam pengelolaan keuangan daerah belanja.
Dikutip dari akun djpk.kemenkeu.go.id, disenut defisit APBD merupakan selisih kurang antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah pada tahun anggaran yang sama. Defisit terjadi bila jumlah pendapatan lebih kecil daripada jumlah belanja.
Dan bagaimana dengan penggunaan dana APBD untuk PT Puspa Agro?
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025. Peraturan ini untuk memastikan penyusunan APBD harus lebih terencana dan efisien.
Baca Juga: "Berburu Harta Karun Jagat", Mirip Permainan Judi
Nah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2024, apa masih perlu ditafsirkan? Akal sehat saya bilang tidak!
***
Modal yang digunakan oleh BUMD PT Puspa Agro, berasal dari Pemerintah Daerah. Pemerintah daerah mengalokasikan anggaran daerah untuk membiayai operasional BUMD tersebut.
Sebagai bagian dari keuangan negara, pelaksanaan kegiatan BUMD tidak lepas dari peran dan tanggung jawab eksekutif dalam hal ini terutama adalah Kepala Daerah yang memegang kekuasan sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) PP Nomor 54 tahun 2017 tentang BUMD . Dijelaskan bahwa Kepala Daerah merupakan pemegang kekuasaan .
Juga Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) telah mengatur bahwa kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah.
Kepala daerah dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah dimaksud menyusun laporan keuangan daerah yang memuat salah satunya ikhtisar laporan keuangan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Hal ini menegaskan bahwa BUMD merupakan badan usaha yang dimiliki oleh pemda. Oleh karena itu, pemda harus mengoptimalkan peran BUMD.
Pengelolaan keuangan negara wajib mendapatkan pengawasan dari lembaga terkait agar terhindar dari penyimpangan. Ini bukan rahasia umum jika tindak korupsi merugikan rakyat dan juga negara. Itulah mengapa setiap penggunaan dana negara harus dilakukan pengawasan untuk menghindari kejadian tidak diinginkan.
Maklum, pengawasan memiliki fungsi yang cukup kompleks karena tidak hanya mengawasi pelaksanaan, tapi sejak tahap penyusunan anggaran hingga tahap pertanggungjawaban atas pelaksanaan yang sudah dilakukan.
Meskipun pengawasan sudah dilakukan sedemikian rupa, kita tidak bisa mengelak bahwa masih ada kebocoran pengawasan sehingga menyebabkan oknum tertentu melakukan manipulasi, korupsi, dan penyelewengan lainnya. Tindakan ini tentu sangat merugikan rakyat dan negara karena dana yang seharusnya bisa digunakan untuk keperluan umum justru diselewengkan.
Untuk mencegah terjadinya kebocoran seperti ini, pihak pengawas tentu harus memastikan, semua aspek-aspek pengawasan harus dilakukan dengan baik. Bahkan, harus dilakukan peningkatan pada setiap aspek yang ada agar pengawasan semakin ketat dari waktu ke waktu.
Akal sehat saya berkata sebagai masyarakat, tentu kita berharap yang terbaik untuk bangsa dan negara ini. Pengawasan keuangan negara menjadi salah satu hal yang paling rawan terhadap kebocoran hingga menyebabkan tindak merugikan dari oknum tertentu.
Wajar, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta masyarakat memantau kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Bendahara Negara ingin masyarakat memberikan usulan ke mana anggaran tersebut harus dibelanjakan. Pasalnya, kinerja pemerintah pusat sangat bergantung pada realisasi belanja daerah yang produktif. Pertanyaannya apakah mendanai BUMN PT Puspa Agro, suatu belanja daerah yang produktif.? Walahualam. ([email protected])
Editor : Moch Ilham