La Nyalla: Saya akan Pimpin Gerakan Kembalikan Kedaulatan Negara ke Tangan Rakyat

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 07 Jul 2022 20:33 WIB

La Nyalla: Saya akan Pimpin Gerakan Kembalikan Kedaulatan Negara ke Tangan Rakyat

i

La Nyalla Mahmud Mattalitti ketika berada di Makkah saat melaksanakan ibadah haji tahun 2022.

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, yang kini sedang menjalankan ibadah haji, sudah mendengar gugatannya atas PT 20% tak diterima MK. LaNyalla, malah menyatakan, putusan MK itu tak ubahnya kemenangan sementara oligarki politik dan ekonomi. Kedua oligarki ini menyandera dan mengatur negara ini.

“Mengapa saya katakan kemenangan sementara? Karena saya akan memimpin gerakan mengembalikan kedaulatan negara ini ke tangan rakyat, sebagai pemilik sah negara ini. Tidak boleh kita biarkan negara ini dikuasai oleh oligarki,” tegas La Nyalla dalam keterangan tertulis, Kamis (7/7/2022).

Baca Juga: Lolos Senator DPD RI Nawardi Raih 3,28 Juta Suara di Pemilu 2024

La Nyalla menambahkan, kedaulatan rakyat sudah final dalam sistem yang dibentuk oleh para pendiri bangsa. Menurutnya, itu tinggal disempurnakan. Tetapi dia memastikan akan membongkar total dan memporak-porandakan dengan amandemen yang ugal-ugalan pada tahun 1999 hingga 2002 silam.

“Dan kita menjadi bangsa yang durhaka kepada para pendiri bangsa. Akibatnya tujuan negara ini bukan lagi memajukan kesejahteraan umum, tetapi memajukan kesejahteraan segelintir orang yang menjadi oligarki ekonomi dan politik,” tegasnya.

Terkait pertimbangan hukum majelis hakim MK, La Nyalla mengaku heran ketika majelis hakim MK yang menyatakan bahwa Pasal 222 UU Pemilu disebut konstitusional. Padahal nyata-nyata tidak ada ambang batas pencalonan di Pasal 6A Konstitusi.

 

MK Tolak Gugatan

Mahkamah Konstitusi (MK) siang harinya, menolak gugatan atau pengujian Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait dengan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang diajukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Partai Bulan Bintang (PBB).

"Menyatakan permohonan Pemohon I tidak dapat diterima, dan menolak permohonan Pemohon II untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan perkara Nomor 52/PUU-XX/2022 yang disiarkan MK secara virtual di Jakarta, Kamis (7/7/2022) dikutip dari Antara.

Selain menolak permohonan gugatan kedua pemohon, dalam pembacaan konklusi Ketua MK mengatakan bahwa Pemohon I (DPD RI) juga tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.

Baca Juga: DPD Bentuk Pansus Kecurangan Pemilu 2024

Sementara itu, Pemohon II (PBB) yang diwakili oleh Yusril Ihza Mahendra memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Akan tetapi, kata Anwar Usman, pokok permohonan Pemohon II tidak beralasan menurut hukum.

Dalam perkara tersebut, pemohon mengajukan pengujian norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Bunyi pasal tersebut ialah pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang penuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR, atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

 

Akses ke Elite Politik

Pada bagian pertimbangan hukum yang dibacakan oleh hakim Manahan M.P. Sitompul, Pemohon I yang terdiri atas Ketua DPD RI AA Lanyalla Mahmud Mattalitti, Nono Sampono, Mahyudin, dan Sultan Baktiar Najamudin masing-masing sebagai Wakil Ketua DPD RI mempersoalkan berlakunya Pasal 222.

Baca Juga: Paman Gibran Gugat Sesama Hakim, Dilaporkan ke Majelis Kehormatan

Pemohon menilai pasal tersebut telah menderogasi dan menghalangi hak serta kewajiban Pemohon I untuk memajukan dan memperjuangkan kesetaraan putra dan putri daerah dalam mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden.

Selain itu, adanya ketentuan ambang batas tersebut hanya memberikan akses khusus kepada elite politik yang memiliki kekuatan tanpa menimbang dengan matang kualitas dan kapabilitas serta keahlian setiap individu.

Padahal, begitu banyak putra dan putri yang mampu serta layak menjadi calon presiden dan calon wakil presiden. Oleh karena itu, berlakunya Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 telah merugikan hak konstitusional Pemohon I.

Sementara itu, menurut Pemohon II, sebagai partai politik peserta pemilu yang meraih suara sebanyak 1.099.849 atau setara 0,79 persen, seharusnya memiliki hak konstitusi mengusung calon presiden dan calon wakil presiden. Hal itu sebagaimana ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. n erc/rmc 

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU