Pengumpulan Bukti yang Memperjelas Locusnya, Tanpa Motif

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 28 Jul 2022 20:38 WIB

Pengumpulan Bukti yang Memperjelas Locusnya, Tanpa Motif

i

H. Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Minggu ini, Komnas HAM mengumumkan temuan bukti-bukti peristiwa tewasnya Brigadir J. Hal yang mangejutkan Komnas HAM mengumpulkan beberapa alat bukti. Bagi orang yang menggunakan akal sehat, bisa bertanya, ada apa?

Mengapa pengumuman pengumpulan alat bukti tidak disampaikan Waka Polri yang ditunjuk Kapolri menjadi Ketua Tim khusus?

Baca Juga: Setengah Telanjang, Pria Asal Kediri Ditemukan Tewas di Lahan Tebu Jombang

Sebagai jurnalis, domain saya hanya mempertanyakan. Kode Etik Jurnalistik yang membentengi kinerja saya, tidak membolehkan seorang jurnalis memberi opini.

Upaya-upaya Kommas HAM yang sejak awal tidak mau berada dalam tim khusus bentukan Kapolri, memang mengisyaratkan indepedensinya. Minggu ini penelusurannya mulai diumumkan ke publik.

Pengumpulan bukti yang utama diperoleh Komnas HAM adalah rekaman CCTV. Komnas HAM mengklaim pertama menemukan CCTV yang ada dalam perjalanan keluarga Irjen Ferdy Sambo, dari Magelang ke Jakarta. Rekaman CCTV ini tidak merekam gambaran penyiksaan terhadap Brigadir J. Kedua rekaman CCTV yang ditemukan di sekitar rumah Irjen Ferdy Sambo, Komplek Polri Duren Tiga Jakarta Selatan. Rekaman kedua ini malah menunjukan Brigadir J, pukul 15.30 sudah tiba di rumah Irjen Ferdy. Selain mengikuti tes PCR bersama mantan Kadiv Propam Polri dan istrinya, Brigadir J terekam bersendagurau dengan beberapa ajudan Ferdy yang jumlahnya tujuh orang. Ketiga pengakuan Bharada E, saat dipanggil ke kantor Komnas HAM. Bharada E kepada komisioner Komnas HAM mengaku yang melakukan penembakan. Sampai semalam, semua komisionaris Komnas HAM, belum membeberkan dipicu apa sehingga Bharada E menembak sesama ajudan. Versi keterangan Karopenmas Humas Polri Brigadir Ahmad Ramadhan, karena Brigadir J, melakukan pelecehan seksual terhadap Putri Cindrawathi, istri Irjen Ferdy Sambo.

 

***

 

Saat saya kuliah di Fakultas Hukum Unair, saya diajarkan tentang penentuan lokasi (Locus Delicti).

Dalam suatu tindak pidana, locus delicti berguna untuk menentukan tempat atau lokasi dimana perkara akan diadili oleh pengadilan yang berwenang.

Locus Delicti pertama semula oleh Pengacara Keluarga Brigadir J Kamaruddin Simanjuntak, diyakini ada dua. Pertama, antara Magelang dan Jakarta pada Jumat (8/7/2022) sekitar pukul 10.00 pagi hingga pukul 17. 00 Wita. Kedua, di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, Komplek perumahan Polri Duren Sawit Jakarta, Selatan, pukul 17.30 wib.

Dugaan Simandjuntak, saat itu Brigadir J masih menghubungi keluarganya yang saat itu berada di Sumatra Utara.

Menggunakan data pengumuman dari Komnas HAM, bisa dipastikan tempus delictinya adalah hari Jumat pukul 17.30an bukan jam 10.00-17.00 wib.

Akal sehat saya berbisik pengumpulan bukti terkait kematian Brigadir J yang diumumkan Komnas HAM ini tidak bisa dilepas-pisahkan. Roadmapnya, apa modus kematian Brigadir J.

Pertanyaan berikutnya, Bharada E menembak Brigadir J, bermodus apa? Modus Bharada E

Baca Juga: Sengketa Pilpres 2024 Berakhir dengan Dissenting Opinion

menjalankan kejahatannya menurut Polri dengan menembak. Sementara versi kuasa hukum keluarga Brigadir J, diawali penyiksaan lebih dulu.

 

***

 

Rabu kemarin, telah dilakukan aotupsi ulang atas jenasah Brigadir J. Ketua Tim Forensik Dr. Andi Firmansyah, menjadwalkan hasil aotupsi bisa keluar 4-8 minggu ke depan. Sebagai jurnalis hukum saya paham bahwa visum et repertum ini akan diberikan ke penyidik, bukan kuasa hukum Brigadir J. Kelaziman beracara yang saya temui, kuasa hukum baru “diberi” saat jelang sidang melalui Jaksa Penuntut Umum.

Visum et repertum yang diajarkan dosen hukum saya adalah salah satu alat bukti untuk membuktikan suatu tindak pidana pembunuhan.

Visum et Repertum. Diakui sebagai salah satu alat bukti yang diatur di dalam Undang-undang No. 8/1981 (KUHAP) yaitu Keterangan Ahli dalam bentuk tertulis.

Dokter Forensik yang mengaotupsi ulang Brigadir J akan Visum et Repertum sebagai laporan tertulis. Laporan tertulis yang ditemukan pada tubuh Brigadir J.

Baca Juga: Peran Shin Tae Yong Bangun Team Work

Nah, nanti saat sidang di Pengadilan, Visum et Repertum bisa diperdebatkan antara kuasa hukum Brigadir J dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mewakili negara.

Prakiraan saya kelak dalam sidang bakal muncul debat terkait perbedaan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Termasuk dikaitkan dengan keterangan terdakwa.

Pertanyaannya, sampai kini yang sudah mengaku pembunuh Brigadir J adalah Bharada E. Akal sehat saya, kuasa hukum Brigadir J tidak bisa mengusik visum et repertum. Mengingat sebagai kuasa korban, mereka telah diwakili JPU.

Pertanyaan menggelitik, temuan alat bukti oleh Komnas HAM dan visum et repertum, bisakah membuka rangkaian locus, tempus dan modus terbunuhnya Brigadir J secara utuh. Apakah dijamin ada kekuatan pembuktian dari Visum et Repertum dalam kasus ini?Adakah kelak ada akibat hukum bila hasil Visum et Repertum ini berbeda dengan Keterangan Terdakwa? Mari kita tunggu.

Akankah kuasa hukum keluarga Brigadir J menjadi detektif swasta yang mengungkap kasus ini secara terang benderang seperti film detektif?

Atau saat proses penyidikan oleh timsus bantukan Kapolri, tim kuasa hukum Brigadir J mempersoalkan sampai ke Kompolnas, mengungkap pihak yang selama ini menutup-nutupi kematian Brigadir J yang sebenarnya.

Termasuk pihak-pihak yang melakukan obstruction of justice yaitu yang menutupi kasus ini, misalnya Polres Jakarta Selatan atau Tim dari rumah sakit mabes Polri yang melakukan autopsi pertama kali tanpa ijin keluarga. Mari kita tunggu. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU