Home / Pilpres 2019 : Dampak Debat Pilpres tanpa Ucapan Apresiasi dari D

Makin Keras di Jatim

author surabayapagi.com

- Pewarta

Sabtu, 19 Jan 2019 08:43 WIB

Makin Keras di Jatim

Setelah Debat Pilpres 2019 putaran pertama, pertarungan dua kubu pasangan capres-cawapres di Jawa Timur diprediksi makin keras. Apalagi coblosan Pilpres tinggal tiga bulan lagi. Badan Pemenangan Provinsi (BPP) Prabowo-Sandi Wilayah Jatim meyakini dukungan akan mengalir dari massa yang masih mengambang (swing voter), karena penampilan debat Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dinilai sesuai ekspektasi. Sementara Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Maruf Amin untuk Jatim tak mau kalah. Kubu ini yakin menang di Jatim setelah melihat tampilan Jokowi yang mendominasi di debat perdana. Selanjutnya, TKD akan blusukan desa ke desa untuk menguatkan suara Jokowi-Maruf. ----- Hendro Tri Subiantoro, Ketua Penggalangan dan Relawan BPP Prabowo-Sandi Jawa Timur menegaskan pihaknya akan menyasar massa yang masih mengambang atau yang belum menentukan pilihan di Pilpres 2019. Menurutnya, ini dilakukan agar bisa menyaingi suara Jokowi-Maruf, yang saat ini unggul di sejumlah survei dibanding suara Prabowo-Sandi. "Kami menyasar massa yang masih belum menentukan pilihan," ujar Hendro dikonfirmasi, Jumat (18/1/2019). Dari hasil survei Surabaya Survey Center (SSC) yang dirilis 9 Januari 2019 lalu, elektabilitas Jokowi-Maruf 55,9 persen, unggul atas Prabowo Sandi dengan 32,1 persen suara. Sedang 12 persen sisanya undecided voters. Meski Jokowi-Maruf unggul, tapi belum mencapai target TKD Jatim dengan kemenangan 70%. Sumbangan kemenangan Jokowi-Maruf berasal dari empat subkultur, yakni Pantura Barat (Jokowi-Maruf 52,7%, Prabowo-Sandi 37,8%), Arek (Jokowi-Maruf 58,6%, Prabowo-Sandi 28,2%, Mataraman (Jokowi-Maruf 59,1%, Prabowo-Sandi 32,5%) dan Tapal Kuda (Jokowi-Maruf 52,2%, Prabowo-Sandi 34,2%). Sedangkan Madura menjadi satu-satunya subkultur yang memberi kemenangan untuk Prabowo-Sandiaga dengan suara 53,6%. Sedang Jokowi-Maruf 39,1%. Hendro meyakini Prabowo-Sandi yang tampil apik di debat pertama akan berpengaruh pada pilihan masyarakat. Debat berikutnya, lanjut Hendro, paslon nomor 02 ini akan tampil lebih baik lagi. Sehingga dukungan dan simpatisan akan mengalir. Tak hanya itu, Hendro juga menjelaskan, pada Debat Pilpres 2019 putaran pertama ini dapat memberikan pengaruh psikologis bagi pemilih. Hal ini kemudian yang dimanfaatkan dengan baik oleh kubu Prabowo-Sandi. "Debat Pilpres 2019 putaran pertama punya pengaruh psikologis yang tinggi, itu sesuai dengan ekspektasi kami agar bisa merubah perolehan suara," papar pria yang juga Wakil Ketua DPD Partai Gerindra Jatim ini. Hal sama diungkapkan Hadi Dediyansah, ketua Tim Media Centre BPP Prabowo-Sandiaga Uno Jatim. Ia memberikan pujian terhadap Prabowo pada debat perdana Kamis (17/1) malam. Prabowo menyampaikan hal yang faktual untuk perbaikan bangsa dan negara. Secara akademisi maupun nalar publik jelas unggul terhadap paslon bernomor urut 01 (Jokowi-Maruf), ungkapnya kepada Surabaya Pagi, Jumat (18/1) kemarin. Ia memaparkan bahwa bangsa ini mengalami penurunan ekonomi dan moral, serta hukum tidak berpihak pada masyarakat. Hukum digunakan untuk alat penguasa, sehingga cenderung tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Maka dari itu, Hadi Dediyansah mengakui pemaparan fakta dari Prabowo-Sandi menjadi hal paling penting. Dampaknya jelas, dukungan ke Prabowo-Sandi meningkat, tandasnya. TKD Jatim Blusukan Sementara itu, Ketua TKD Jatim untuk Jokowi-Maruf, Irjen Pol (Purn) Machfud Arifin meyakini akan menang di Jatim. Menurutnya, debat tersebut dapat memberikan gambaran terang benderang kepada masyarakat Indonesia tentang siapa calon presiden yang paling layak memimpin Indonesia. Sedang Prabowo yang agresif justru blunder, seperti kasus Ratna Sarumpaet. "Gusti Allah mboten sare (Gusti Allah tidak tidur). Difitnah terus, dihujani hoaks tiap hari, tapi Allah menunjukkan kualitas dan ketulusan kepemimpinannya. Rakyat bisa menilai dan rakyat akan semakin kukuh berjalan bersama Pak Jokowi," ungkap Machfud, usai nonton bareng debat pertama Pilpres 2019 di gedung JX International, Surabaya, Kamis (17/1/2019) malam. Mantan Kapolda Jatim ini pada debat pertama, Jokowi- Maruf menyampaikan apa adanya dan jelas. Ini menambah keyakinan TKD Jatim untuk terus bekerja dan memperoleh penambahan suara kemenangan. Dari debat pertama ini, TKD Jatim akan lebih giat mensosialisasikan visi misi dan program-program Jokowi ke masyarakat, termasuk ke kantong-kantong suara yang dinilai masih lemah untuk suara Jokowi. "Kita harapkan, kita turun ke sana. Door to door, dari kampung ke kampung, dari desa ke desa untuk bisa memberikan pemahaman kepada, katakanlah yang belum menentukan suaranya untuk ke Pak Jokowi. Ataupun yang sebelumnya di sebelah (dukung Prabowo), kita yakinkan untuk (memilih) kepada Pak Jokowi," tandasnya. Debat tak Menarik Sementara itu, Direktur Surabaya Survey Center (SSC) Mochtar W Oetomo menilai debat capres dan cawapres perdana kurang menarik. Bahkan, menurutnya, lebih menarik debat Pilgub Jatim 2018. Ini terjadi lantaran kebijakan KPU yang membocorkan kisi-kisi pertanyaan pada paslon. Paslon menjadi kaku, tidak eksploratif, dan monoton, ujar Mochtar, Jumat (18/1/2019). Ia menilai Jokowi yang biasanya santai dan penuh kelakar, justru terkesan tegang, kaku, bahkan main menyerang. Sedang Prabowo yang biasanya berapi-api dan agresif, malah terkesan gamang dan berusaha bersikap santai. Meski begitu, secara umum paslon nomor 01 lebih unggul. Paparan Jokowi terlihat lebih fokus, masuk akal, sederhana dan mudah dicerna. Sedang paslon 02 unggul pada sosok cawapresnya. Bahkan, dibilang Sandi menjadi bintangnya debat perdana, seperti aksinya memijat pundak Prabowo saat terlibat debat dengan Jokowi yang menanyakan caleg mantan napi korupsi yang diajukan Gerindra pada Pileg 2019. Yang paling disayangkan adalah tidak ada pernyataan apresiasi dari kedua paslon pada kompetitornya pada saat momentum closing statement. Jadi harapan publik untuk melihat kedamaian, tidak didapatkan. Suasana panas di medsos antarkedua kubu yang diharap bisa dieliminir oleh kedua paslon, ternyata jauh panggang dari api, papa dosen Universitas Trunojoyo Madura ini. **foto** Jokowi Reaktif Analis politik dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Abdul Chalik, punya penilaian yang hampir sama. Menurutnya, dalam debat perdana Jokowi tampil reaktif dan cenderung sensitif ketika disinggung oleh Prabowo. Sedang penampilan Maruf Amin kurang meyakinkan. Public speaking kurang dan tidak focus, ujarnya. Sedang Prabowo, menurut Chalik, memang paham terhadap persoalan-persoalan nasional. Namun kekurangannya tidak memberikan jalan keluar yang kongkret dan sering manyalahkan pihak lain. Sementara cawapresnya, Sandiaga Uno, dinilainya masih menggunakan model ala debat Pilgub DKI. Berangkat dari kasus-kasus kecil yang kemudian digeneralisasi. Padahal sudah tidak relevan lagi, ucap dosen Pasca Sarjana UINSA tersebut. Debat selanjutnya digelar pada 17 Februari 2019 di Hotel Sultan, Senayan. Temanya terkait energi, pangan, sumber daya alam, dan lingkungan hidup. Menariknya, debat kedua ini hanya diikuti Capres. Chief of Law Enforcement Sementara itu, pengamat hukum dari Universitas Trisakti Abdul Fickar mengatakan ada dua pendekatan yang berbeda yang dilakukan Prabowo dan Jokowi. Fickar memberi contoh soal pembahasan tumpang tindihnya peraturan perudangan-undangan. Prabowo mendekati isu itu dengan optimalisasi lembaga yang sudah ada seperti Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), sementara Jokowi justru menawarkan pembentukan Lembaga baru karena lembaga yang ada dianggap tidak berfungsi. Adapun soal kontroversi ketegasan hukum versus HAM, Jokowi menanggapinya dengan pernyataan jangan membenturkan antara ketegasan hukum dan HAM, sementara Prabowo memberi tanggapan akan memecat aparat yang menyimpang secara HAM. Atas fakta itu, Prabowo dinilai lebih mendekati persoalan pada pendekatan kesejahteraan dan fungsi. Sementara Jokowi lebih mendekati melakukan pendekatan permasalahan dari pemecahan secara persuasif dan normatif. "Prabowo selain menekankan pada kesejahteraan juga kepemimpinan Presiden sebagai chief of law enforcement. Presiden hadir jika penegakan hukum tidak berjalan dengan baik. Sementara Jokowi menekankan pad peranan sistem hukum yang ada lepas dari kelemahannya," pungkasnya. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU