PDIP: Modal YKP dari APBD

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 18 Jun 2019 08:55 WIB

PDIP: Modal YKP dari APBD

Budi Mulyono, Alqomar, Rangga Putra Tim Wartawan Surabaya Pagi Adanya dugaan korupsi yang dilakukan YKP Surabaya dan PT YEKAPE atas pelepasan aset Pemkot, hingga senilai Rp 60 Triliun ini dikuak oleh Baktiono, anggota dewan yang sudah lima periode (25 tahun) duduk di kursi DPRD Surabaya. Baktiono mengatakan Kasus dugaan korupsi di YKP ini terbukti adanya pelanggaran hukum. Politisi PDIP ini menjelaskan DPRD Kota Surabaya pada tahun 2009 lalu sempat membentuk Pansus Hak Angket Pengembalian Aset YKP. Salah satu fakta yang terungkap dalam Pansus Hak Angket itu adalah YKP yang merupakan aset Pemkot Surabaya, yang telah dibubarkan dan berubah bentuk menjadi PT YEKAPE pada 1994. YKP itu murni sepenuhnya milik Pemkot Surabaya, modal awalnya berasal dari APBD, ungkap Baktiono kepada Surabaya Pagi, Senin (17/6/2019). Baktiono menceritakan, pada awalnya, YKP melakukan pembangunan di atas aset lahan milik Pemkot Surabaya dengan cara menyewa. Dengan demikian, aset lahan yang dibangun tetap milik Pemkot Surabaya. Pengelolaan yang dilakukan YKP terus berkembang hingga akhirnya YKP mampu membeli tanah sendiri untuk dibangun sebuah perumahan. Untuk itu, pada saat pembentukan Hak Angket, tambah Baktiono, Pansus meminta kepada Pemkot Surabaya untuk melakukan audit terhadap YKP ini. Dari hasil Pansus Hak Angket DPRD Surabaya sudah meminta Pemkot untuk melaporkan YKP kepada KPK, kata Baktiono. YKP Dimodali Pemkot Menurut Baktiono, YKP itu memilik ribuan titik pembangun yang modal awalnya dari Pemkot Surabaya. Satu diantaranya yakni perumahan yang sudah berdiri di sejumlah wilayah di Surabaya. Saat didirikan 1954, YKP memiliki 3.480 persil sebagai modal awal. Maka itu Saya sangat mendukung, bila Kejaksaan turun untuk mengungkap kasus YKP ini hingga tuntas. Karena ini sudah menyalahi, katanya. Tujuan YKP ini, lanjut Baktiono, agar semua PNS yang tidak punya rumah, bisa punya rumah, namun sekarang ini lebih di komersilkan. Lha awalnya ini program agar PNS bisa punya rumah. Lhaa sekarang kok dikomersialkan. Padahal lahan-lahan itu masih aset Pemkot, tambahnya. Terbentur UU Yayasan Dari penelusuran Surabaya Pagi, perubahan YKP menjadi PT YEKAPE terjadi pada 6 Agustus 2001, setelah pemerintah mengeluarkan Undang-Undang baru Nomor 16/2001 tentang Yayasan. Intinya, semua daerah kota/kabupaten atau provinsi tidak boleh memiliki yayasan. Dengan dasar ini, YKP milik Pemkot Surabaya harus ditiadakan. Karena di dalam UU ini semua daerah diminta menyesuaikannya, sesuai dengan anggaran dasar berdasar UU tersebut. Jika tidak dilakukan, maka pengadilan bisa membubarkan YKP. Menyikapi keluarnya UU tersebut, pimpinan YKP lantas mengubah YKP menjadi PT YEKAPE. Dalam perubahan status dan nama lembaga terebut aset pemkot yang melekat di YKP tidak dikembalikan ke Pemkot. Bahkan, ada tanah dan bangunan yang sudah bersertifikat atas nama PT YEKAPE. Kemudian 7 Agustus 2002, pengurus YKP mengadakan rapat koordinasi dengan Sekkota, yang masih dijabat oleh M. Yasin. Dalam rapat pihak YKP disarankan melakukan koordinasi dengan Wali Kota Surabaya, Bambang DH. Lalu, YKP mengirimkan surat bernomor 07/Um/YKP/Dw/2002 yang ditujukan pada wali kota. Adapun isi suratnya, meminta agar wali kota menjadi penasehat YKP. Sedangkan Sekkota menjabat sebagai pembina. Namun permintaan tersebut ditolak wali kota dan tidak mengizinkan Sekkota jadi Pembina. Malahan, wali kota menyarankan agar YKP dikelola secara mandiri dan profesional. Mentik dan Catur Diperiksa Sementara, Senin (17/6/2019) kemarin, dua petinggi Yayasan Kas Pembangunan (YKP) Kota Surabaya dan PT YEKAPE diperiksa oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. Keduanya adalah dirut YKP Catur Hadi Nurcahyo dan Mentik Budiwijono yang menjabat sebagai dirut PT YEKAPE. Mereka dimintai keterangan terkait peran keduanya dalam proses penyidikan atas dugaan kasus mega korupsi bernilai triliunan rupiah yang tengah dilakukan penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jatim. Diwaktu yang sama, penyidik juga melakukan memanggil tiga staf Badan Pertanahan Nasional (BPN) kota Surabaya serta 1 ahli pidana Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dian Purnama Anugerah. Dari pantauan Surabaya Pagi di kantor Kejati Jatim, pemeriksaan terhadap keenam saksi tersebut dimulai sekira pukul 09.00 WIB dan berakhir pukul 17.00 WIB. Namun, baik Catur Hadi Nurcahyo dan Mentik Budiwijono, seolah kucing-kucingan dengan beberapa wartawan, termasuk Surabaya Pagi, yang sudah menunggu di lobi Kejati Jatim. Ditanya lebih detail materi pemeriksaan, Kepala Kejati Jatim Sunarta enggan menjelaskan secara rinci. "Masing-masing saksi dimintai keterangan terkait kapasitasnya dalam penyidikan kasus ini, namun yang pasti materi penyidikan belum bisa kita ungkap sekarang," ujarnya. Risma dan Armudji Dipanggil Kejati Sunarta juga mengungkapkan dalam waktu dekat pihaknya bakal kembali memanggil beberapa saksi lain. Salah satunya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Ketua DPRD Surabaya Armuji. "Sesuai agenda, Armuji bakal dimintai keterangan pada Kamis (20/6/2019) mendatang. Sedangkan untuk Wali Kota, dimintai keterangan sesuai kapasitasnya sebagai pelapor dalam dugaan kasus ini, tapi untuk jadwalnya bakal kita kordinasikan terlebih dahulu," tambahnya. Pengembalian Aset Negara Ditanya soal penetapan tersangka, Sunarta memastikan pihaknya secepatnya bakal melaksanakan tahapan ini. "Sabar dong, saat ini statusnya masih penyidikan umum, setelah semua saksi dimintai keterangan kita melakukan ekspose, setelah itu masuk penyidikan khusus dan selanjutnya penetapan tersangka. Namun yang pasti kita prioritaskan recovery (pengembalian) aset negara," bebernya. Pemanggilan dan pemeriksaan para saksi ini dilakukan penyidik pasca dilakukannya pemblokiran belasan rekening milik YKP dan PT YEKAPE yang tersebar di tujuh bank. Tak hanya itu, sebelumnya penyidik juga melakukan cekal terhadap lima petinggi YKP dan PT YEKAPE, antara lain Drs. Surjo Harjono,SH, H Mentik Budiwijono, H Sartono, SH, H, Chairul Huda dan Catur Hadi Nurcahyo. Bahkan, sebelumnya penyidik juga sempat mengamankan satu koper dokumen dari kantor YKP dan PT YEKAPE. Penyitaan berkas tersebut didapat dari upaya penggeledahan yang dilakukan tim gabungan penyidik pada Selasa (11/6/2019) lalu di Jl Sedap Malam No 9-11, Surabaya dan di PT YEKAPE di Jl Wijaya Kusuma No 36, Surabaya. Sementara, Armuji Ketua DPRD Surabaya yang sedianya dipanggil untuk dimintai keterangan Senin (17/6/2019) kemarin, tidak hadir. Hal itu diungkapkan Didik Farkhan, Aspidsus Kejati Jatim. Sebenarnya kita juga panggil Pak Armuji, namun yang bersangkutan berhalangan hadir dan minta ditunda hari Kamis nanti, beber Didik. Hal itu juga diungkapkan Armudji saat dikonfirmasi Surabaya Pagi. Dari pengakuannya, dirinya ini masih ada kegiatan di Jakarta. Sudah saya komunikasikan dengan Kejati. Tunda kamis (20/6/2019) aja, Saya masih ada kegiatan di Jakarta, ungkap Armuji singkat saat dihubungi Surabaya Pagi Senin (17/6/2019). Armudji Diminta Buka-bukaan Sementara, Ketua lembaga antikorupsi East Java Corruption Watch Organization (EJCWO) Miko Saleh berharap kepada Armudji untuk buka-bukaan dalam kasus dugaan korupsi Yayasan Kas Pembangunan (YKP). Menurutnya, sebagai mantan ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPRD Kota Surabaya periode 1999 - 2004, Armuji dinilai punya pengetahuan mengenai seluk beluk YKP-KMS. Terlebih, dia adalah anggota Dewan Pengurus YKP-KMS versi SK 188.45/205/402.01.04/2001 yang ditandatangani Wali Kota Sunarto Sumoprawiro. Pasalnya, dari penuturan Armuji nantinya, pihak Kejati bisa merajut benang merah mengenai siapa-siapa saja yang terlibat dan bertanggungjawab atas dugaan hilangnya aset Pemkot ini. "Akan lebih terhormat jika Armuji datang memenuhi panggilan pemeriksaan. Karena Armuji merupakan salah satu saksi kunci yang mengetahui rangkaian kasus YKP ini, ungkapnya. Salah satu kejanggalan utama kasus ini menurut Miko adalah, adanya perubahan AD/ART YKP-KMS menjadi YKP-KS pada tahun 2002. Pasalnya, yang bisa mengubah AD/ART YKP-KMS hanya wali kota dan ketua DPRD. Pada masa itu adalah Bambang DH, yang menggantikan Cak Narto sebagai wali kota dan Ketua DPRD Basuki. Namun, tiba-tiba terbit perubahan AD/ART YKP-KMS menjad YKP-KS dengan notaris Untung Darnosoewirjo. AD/ART akta No. 239/1979 YKP-KMS itu diubah menjadi akta No. 83/2002 tentang Perubahan AD/ART YKP-KS. "Akan jadi preseden buruk bagi kejaksaan kalau kasus ini kembali tenggelam," tutur Miko. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU