Polisi Belum Tegas ke Mafia Tanah

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 14 Nov 2018 08:44 WIB

Polisi Belum Tegas ke Mafia Tanah

Masih banyaknya lahan di Surabaya yang belum mengantongi sertifikat tanah, berpotensi terjadi sengketa. Ini menjadi celah bagi mafia tanah untuk mencaplok lahan tersebut. Sayangnya, polisi dinilai kurang tegas terhadap kejahatan agraria ini. Demikian diungkapkan pengurus Peradi Kota Surabaya Purwanto, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Abdul Wahid Habibullah dan dosen hukum Universitas Surabaya Sudiman Sidabukke. Menurut Purwanto, sebenarnya mafia tanah itu muncul setelah masuknya pengembang. Tanah yang awalnya tidak memiliki nilai jual itu akan otomatis meroket setelah adanya pengembang. Dari keadaan tersebut maka muncullah beberapa praktik mafia tanah untuk mempedayai pembeli. Nilai yang tinggi memancing ribuan penjahat untuk bisa menguasai tanah secara liar. Kemudia selalu rakyat kecil yang memiliki tanah menjadi korban, ungkap Purwanto kepada Surabaya Pagi, Selasa (13/11) kemarin. Dari fenomena mafia tanah yang berkembang, Purwanto mengingatkan kepada aparat penegak hukum bisa lebih berani lagi bertindak kepda mafia tanah. Namun tapaknya sejumlah mafia tanah juga bisa jadi bermain mata dengan aparat penegak hukum. Pengembang sendiri, lanjutnya, tidak punya tenaga lapangan yang kuat sehingga mereka cenderung menggunakan tenaga makelar tanah. Sehingg hal tersebut menjadi persoalan yang krusial. Mafia ini penjahat, biasanya berada pada pengembang. Tapi pengembang tidak semua penjahat. Pengembang butuh tanah, nah makelar ini yang menyediakan. Akhirnya mereka berurusan dengan hukum tetapi hukumnya juga dipermainkan, ucapnya. Selain main mata antara pengembang dan aparat penegak hukum juga patut dicurigai ada oknum BPN yang juga ikut bermain dalam proses ini. Biasanya mafia memainkan tanah itu dengan menggandakan petok. Dari satu lokasi tanah mereka bisa menerbitkan puluhan petok untuk diperjual belikan kepada masyarakat. Itu yang biasanya dilakukan mafia-mafia kecil yang nakal itu, katanya lagi. Secara singkat, Purwanto menyarankan jika masyarakat ingin menjual atau membeli tanah dari pengembang jangan berurusan melalui makelar. Berhubungan langsung dengan pengembang. Itu saja, tandasnya. Ketua LBH Surabaya Abdul Wahid Habibullah menambahkan permasalah pertanahan di Indonesia sebenarnya sangat komplek. Hal tersebut dikarenakan sistem pertanahan di Indonesia belum tuntas hingga saat ini. Dari 100 persen masih 40 persen yang sudah tercatat di BPN. Dari yang belum bersertifikat itu sebagai pengganti adalah petok D, yang datanya dari catatan desa. Namun catatan desa ini yang biasanya mudah dimanipulasi oleh sejumlah oknum yang ingin bermain-main. Sebab, catatan desa atas tanah biasanya tidak rapi dan banyak ditemukan tumpang tindih. Nah, petok D itu dasarnya adalah dari desa. Dan itu belum pasti, belum lagi ada kepala desa yang nakal karena dia pengenmenguasai tanah. Taah petok itu yang rawan, ungkapnya. Menurut Wahid, mafia tanah adalah orang-orang yang berpraktik menjual tanah secara tidak sah. Biasanya menjual tanah sengketa, atau semacamnya. Juga termasuk menjual tanah kavling yang kadang tidak jelas lokasi tanah dimana, kapan diserah terimakan. Ironisnya masyarakat banyak yang tidak mengerti untuk mencari kejelasan tanah itu. Konservasi mangrove contohnya. Itu kadang dijual-juali itu. Kan merugikan masyarakat, ucap advokat yang juga dosen hukum di Universitas Trunojoyo Madura itu. Sementara itu, Sudiman Sidabukke mengungkapkan menilik sejarah pertanahan di Indonesia, sudah terjadi kejanggalan sejak zaman Belanda. Yang mana saat itu tanah hanya sebatas dicatatkan pada tingkat desa yang notabene tidak teradministrasi secara baik. Sebab pencatatan itu hanya sebatas berfungsi untuk memungut pajak saja. Artinya tidak memperhatikan batas dan luasnya secara rinci. Ini yang mengakibatkan terjadinya permasalahan-permasalahan itu. Setelah bermasalah kemudian diperkarakan di kepolisian, pengadilan. Nah, masalahnya penegakan hukum kita tidak baik, sering kali yang bertarung pada jalur hukum itu punya jaringan apa tidak. Punya duit apa tidak tidak. Tidak perlu dipungkiri orang yang memiliki tanah justeru kehilangan haknya, bebernya. Sudiman menyarankan para pemilik tanah aga menjaga tanah miliknya sebelum dicaplok oleh mafia tanah. Karena proses pencaplokan tanah oleh mafia itu tidaklah hal sulit, sebab dengan akses yang dimiliki ke aparat penegak hukum itu bisa saja terjadi. Tanah itu dikuasai, dipagari lalu dijaga. Karena nanti kalau itu tanah kosong sudah ditempati orang itu mengeluarkannya juga tidak gampang. Kalau melaporkan polisi urusan bukan selesai tapi makin panjang, katanya. Mafia tanah biasanya dilakukan oleh oknum yang sedikit mengerti tentang hukum pertanahan dan mereka punya jaringan yang sangat kuat. Maka tidak heran jika menemukan sertifikat ganda di masyarakat. Lebih aneh lagi ketika ada orang beli tanah, mafia tidak pernah memberi tahu letak dan luasnya. Setelah ditelusuri ternyata berada di laut. Itu sangat banyak, tukasnya. Berbicara mafia tanah, itu merupakan oknum dari sejumlah institusi yang berjejaring. Mulai dari pengembang, BPN, Notaris, bahkan dari Kepolisian hingga Pengadilan. Para mafia tanah bisanya bermodus dengan menggandakan petok D yang tercatat di desa yang kemudian di proses ke kantor pertanahan. Mafia tanah itu tidak pemain tunggal. Punya jaringan kemana-mana. Bahkan mafia itu punya preman, tandasnya. n qin

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU