Tegasin Rakyat yang Tak Patuh

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 11 Mei 2020 11:26 WIB

Tegasin Rakyat yang Tak Patuh

i

Umat Islam saat sedang menjalankan sholat terawih dengan jarak aman pembatasan Sosial (pyshcal distancing) di Masjid Baitul Ma'minim, Minggu (10/5/2020)

SURABAYA PAGI, Surabaya – Hasil yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur (MUI Jatim) terkait kajian dan evaluasi implementasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jatim dengan menginstruksikan kepada Kepala Daerah untuk membuka masjid-masjid agar berfungsi seperti sedia kala, mendapat sorotan. Pasalnya, seruan atau hasil kajian dari MUI Jatim itu, dinilai dapat membuat cluster baru penyebaran virus Corona (Covid-19) seperti yang terjadi di beberapa masjid usai sholat tarawih atau sholat jumat berjamaah. Meskipun menerapkan protokol kesehatan.

 

Baca Juga: Dokter Paru Mereaksi Jokowi Soal Endemi

Bahkan, dari kalangan medis, berharap, warga masyarakat untuk tetap mematuhi anjuran pemerintah agar dapat menekan penularan virus Covid-19 tidak semakin menyebar.
Seperti yang diutarakan sekretaris Satgas Corona Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA), dr Alfian Nur Rosyid. Ia berharap pengumpulan massa yang berisiko memudahkan penularan virus Covid-19 untuk bisa ditekan dan tetap mematuhi anjuran pemerintah Joko Widodo agar tetap beribadah di rumah.

"Apabila ada jamaah yang ternyata OTG bertemu dengan orang lain dalam kerumunan di Masjid, dan jamaah tersebut kelompok rentan (Usia tua, punya sakit kronis, diabet dan lainnya) maka orang rentan tersebut bisa tertular virus," ujar dr Alfian saat dihubungi Surabaya Pagi pada Minggu (10/5/2020).

 

Sulit Deteksi OTG

dr Alfian melanjutkan, sulit untuk dapat mengetahui OTG (Orang Tanpa Gejala) yang hadir untuk beribadah di masjid.  Jika ternyata membawa virus, tidak bisa terdeteksi kecuali melalui pemeriksaan swab PCR. Sementara pemeriksaan swab membutuhkan waktu lebih, bukan seperti mengukur suhu badan yang dalam hitungan detik dapat diketahui.

Dirinya juga menambahkan jika dengan dimintanya masjid dan musholla untuk dibuka kembali, maka sama saja membuka peluang bagi setiap orang yang beribadah di masjid tersebut untuk tertular. Maka dari itu, dr Alfian tetap menyarankan untuk tetap beribadah di rumah.

"Menutup masjid bukan untuk menjauhkan umat dari agama. Ini kepentingan keselamatan umat agar mereka tetap bisa beribadah di rumah," tambahnya.

  1. Alfian menghimbau agar masyarakat menghindari kerumunan seperti berkumpul di tempat ibadah (masjid, gereja, dan lainnya), warung kopi, pasar, pabrik, perusahaan dan area lain tanpa menerapkan prinsip pencegahan penularan.

Sekretaris Satgas Covid-19 RSUA ini juga berharap pemerintah memberikan ketegasan kepada masyarakat yang tidak patuh. Dirinya juga berharap MUI ataupun organisasi keagamaan yang lain agar tetap menghimbau jamaahnya untuk beribadah di rumah demi kepentingan bersama.

"Saya berharap juga pada MUI dan organisasi keagaamaan lainnya untuk tetap menghimbau jamaahnya agar terus meningkatkan ibadah di rumah masing-masing sampai pandemi ini berakhir," tutup dr Alfian.

 

Penyebaran Virus Masih Siginifikan

Senada dengan dr Alfian, Ketua Majelis Pelayanan Sosial Muhammadiyah Surabaya, Ustad Ferry Yudi AS atau yang biasa disapa ustadz Ferry meminta MUI untuk kembali mengkaji ulang surat edaran tersebut ditengah pandemi yang belum ada kepastian virus berakhir.

"Terkait permintaan MUI Jawa Timur tentunya harus dikaji lebih mendalam lagi, pandemi ini belum berakhir dan sebarannya masih signifikan. Semisal Surabaya yang Jumat kemarin saja, kalau tidak salah sempat tidak penambahan pasien yang  positif. Lhaaa hari Sabtu, langsung melonjak 75 positif," ungkap Ferry.

Ustad Ferry menganalisis, ada kemungkinan surat edaran MUI Jatim ini dibandingkan apple to apple dengan Kementerian Perhubungan yang kembali membuka jalur transportasi.

"Mungkin saja MUI Jatim membandingkan apple to apple dengan Kemenhub. Bahwa disitu, Kemenhub membuka kembali jalur transportasi tentunya dengan protokoler yang ketat," terangnya.

 

Masjid Jangan jadi Cluster Baru

Ia juga menambahkan, tidak ingin masjid menjadi episentrum atau menjadi cluster baru dari penyebaran virus tersebut. "Yah jangan sampai, masjid menjadi episentrum ataupun cluster baru penyebaran virus ini. Ikhtiar-ikhtiar pemerintah ini harus didukung oleh semua pihak, baik yang masuk kategori zona merah ataupun hijau. Disatu sisi yang lain saya pribadi sebagai warga Muhammadiyah akan tetap patuh kepada Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah bahwa Amal Usaha Masjid Muhammadiyah tetap lockdown hingga ada info lebih lanjut dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah" pungkasnya.

Sementara, Ketua PCNU Surabaya Achmad Muhibbin Zuhri menyarankan agar masyarakat bersabar dan tetap melakukan ibadah di rumah. Dikarenakan, jumlah kasus positif di Surabaya dan Jawa Timur terus meningkat tiap harinya.

 

Baca Juga: Awas Covid-19 Varian Kraken, Tingkat Penularannya Cepat

Bersabar Dulu

"Sebaiknya bersabar dulu dan melakukan ibadah di rumah. Dari sebelumnya juga sudah banyak usulan tersebut, saya kalau melihat hasil analisis merupakan satu pandangan dan penilaian masyakat hampir semuanya mengusulkan namun kita tidak bisa meremehkan kondisi saat ini. Saya melihat pembesar dan ulama kita pentingnya untuk sama-sama memutus virus tersebut dengan cara ibadah dirumah" terangnya.

Dengan ditambahnya masa perpanjang PSBB, ia mengaku bila produk hukum yang muncul dari PSBB juga melibatkan pembatasan dalam kegiatan keagamaan. "Diambil satu arahan atau himbauan dan muncul satu produk hukum dalam PSBB, yaitu pembatasan dalam kegiatan keagamaan. Jadi menurut saya kita bersabar saja dan mudah-mudahan tidak lama mengingat situasi ini tidak normal" pungkasnya.

 

Mendukung MUI Jatim

Sementara, KH Zahrul Azhar Asad atau yang biasa dipanggil Gus Hans, Pengasuh Pondok Pesantren Queen Darul Ulum Jombang yang juga Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia Jawa Timur, mendukung apa yang dikeluarkan dari hasil kajian MUI Jatim. Yakni pengaktifan kembali Masjid dan Musholla.

"Sama halnya seperti pasar, mestinya masjid tidak ditutup. Kan yang tidak boleh kerumunannya, bukan masjidnya. Saya rasa masyarakat harus lebih siap mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan," ujar Gus Hans kepada Surabaya Pagi pada Minggu (10/5/2020)

Gus Hans juga mengatakan bahwa peran pemerintah, tokoh agama serta tokoh masyarakat penting dalam mensosialisasikan hal ini. Dirinya juga mengatakan ini menjadi PR bagi para tokoh agama dan tokoh masyarakat. "Ini menjadi PR bagi para tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk memberi himbauan bagi masyarakat untuk memasjidkan rumah mereka masing-masing, karena beribadah itu tidak harus ke masjid," kata Gus Hans yang juga selaku Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia Jawa Timur.

Meski begitu, Gus Hans memberikan solusi kepada pemerintah, jika memang suatu lingkungan tersebut tetap melaksanakan ibadah di masjid seperti Sholat Jumat dan Sholat Tarawih, maka sebaiknya pemerintah melakukan penguatan protokol kesehatan di masjid tersebut. "Boleh ke masjid jika sudah sesuai protokol. Misalnya minimal harus menggunakan masker, disiapkan hand sanitizer, jaga jarak antar shaf saat sholat, mengatur keluar masuknya jamaah masjid, dan sebagainya," jelasnya.

Selain itu, jalan tengah yang paling sesuai untuk menjawab permasalahan ini menurut Gus Hans adalah pemahaman dari kedua belah pihak. Yaitu MUI Jatim dan Pemprov Jatim. "Harusnya duduk bersama untuk mendiskusikan hal ini, tidak bisa hanya diputuskan sepihak saja. Untuk MUI jika nantinya akan disetujui, maka harus konsekuen dengan protokol yang akan dijalankan," tambah Gus Hans.

 

Baca Juga: PPKM Dicabut, Dinkes Kabupaten Mojokerto Tetap Siagakan Ruang Isolasi

Perlu Protokol Kesehatan

Terpisah, Gus Alaika mantan Ketua GP Ansor juga sepakat dengan pengaktifan kembali ruang ibadah bagi umat muslim. "Terkait pendapatnya MUI untuk meminta kepada seluruh kepala daerah di Jawa Timur membuka atau mengaktifkan kembali masjid dan mushola, Saya sepakat saja, tetapi mengaktifkannya juga perlu ada protokol kesehatan. Lalu opsi ke dua adalah di aktifkan untuk shalat fardhu saja. Tetapi tarawih dan sebagainya bisa dilakukan di rumah. Karena bila shalat fardhu tidak membutuhkan waktu yang lama, mungkin mengaktifkannya seperti itu. Pun tadarus masih bisa di dengungkan di musala karena juga tidak membutuhkan orang yang banyak" terang Gus Alaika saat dihubungi Surabaya Pagi, Minggu (10/5/2020).

Menurutnya ada dua faktor yang di pertimbangkan oleh MUI Jawa Timur, seperti pertimbangan religius dan pertimbangan kesehatan.  "Mengingat ada pertimbangan religius dan pertimbangan kesehatan. Semangat ibadah mayoritas umat muslim yang ada di daerah Indonesia terkait dengan keberadaan bulan ramadhan juga semakin menurun. Walaupun ada kegiatan sahur, buka, maupun tarawih dirumah dan tadarus dirumah. Namun ada juga orang-orang yang tidak melakukan itu, karena tidak ada dorongan maupun motivasi dari masjid atau Musala yang bisanya mendengungkan tadarus dan lain sebagainya" ungkapnya.

Ia melanjutkan bila masjid dan mushala juga harus memfasilitasi protokol kesehatan untuk membantu masyarakat beribadah dengan lebih tenang di tengah pandemi virus Covid - 19.

"Selanjutnya tetap mematuhi protokol kesehatan, masjid dan Musala harus memfasilitasi alat protokol kesehatan dan mengatur sarana dan prasarana terkait virus ini" lanjutnya.

Sebelumnya, MUI Jatim mengeluarkan hasil kajian analisis dan evaluasi tersebut telah disampaikan kepada tiga kepala daerah wilayah PSBB meliputi Kota Surabaya, Kabupaten Gresik dan Kabupaten Sidoarjo serta Gubernur Jatim. Hasil tersebut menyerukan kepada para Kepala Daerah untuk segera mengaktifkan masjid agar umat Islam dapat kembali beribadah dengan khusyuk.

Surat sebanyak 16 lembar tertanggal 9 Ramadan 1441 H atau 2 Mei 2020 itu ditandatangani oleh Ketua Umum MUI Jatim KH Abdushomad Buchori dan Sekretaris Umum H Ainul Yaqin. Dalam surat dijelaskan mulai dari dasar pemikiran, sudut pandang ajaran Islam terkait kegiatan keagamaan di rumah ibadah hubungannya dengan pencegahan Covid-19.

Sekretaris MUI Jatim Ainul Yakin, menjelaskan bahwa beribadah di masjid merupakan bagian dari hak yang paling mendasar dengan tetap menerapkan kebijakan yang hati-hati dan proporsional. Dimana, menurut Ainul Yakin, kebijakan yang tidak proporsional bisa batal demi hukum karena bisa dianggap melanggar konstitusi.

Sementara penyebaran virus yang susah diprediksi sehingga perlu diterapkan kebijakan penghentian kegiatan ibadah di masjid untuk pencegahan penyebaran Covid-19, maka perlu pembicaraan dengan lembaga keagamaan. Hal ini sesuai dengan klausul fatwa MUI No 14 Tahun 2020 poin 4. "MUI Jawa Timur memberikan rekomendasi, jika dalam kondisi terpaksa hal ini harus dilakukan, masjid atau musala tetaplah dibuka untuk singgahan warga yang sedang ada di lur rumah karena masih bekerja. Yang ingin melaksanakan salat, dan disediakan tempat untuk mereka serta disediakan fasilitas tempat cuci dengan sabun yang memadai," paparnya. adt/byt/alq/r1/rm

 

Editor : Aril Darullah

BERITA TERBARU