Home / Ekonomi dan Bisnis : Polemik Warung Madura Dilarang Buka 24 Jam

Pemuda LIRA : Pemerintah Jangan Hambat Usaha Kecil

author Juma'in Koresponden Sidoarjo

- Pewarta

Senin, 29 Apr 2024 17:11 WIB

Pemuda LIRA : Pemerintah Jangan Hambat Usaha Kecil

i

Sekjen Pemuda LIRA DPW Jatim, Hertanto, SH 

SURABAYAPAGI.COM, Sidoarjo - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop - UKM) mengimbau agar pemilik warung Madura tidak membuka usahanya selama 24 jam. Hal ini karena banyak minimarket setempat yang merasa tersaingi akibat keberadaan warung Madura tersebut. 

Sekretaris Kemenkop - UKM, Arif Rahman Hakim yang menyatakan agar warung Madura bisa mengikuti aturan jam operasional yang ditetapkan oleh pemerintah daerah (Pemda) setempat.

Baca Juga: Dugaan Pungli PTSL, Pemuda LIRA Desak Kejari Sidoarjo Tahan Kades dan Sekdes Kletek

Imbauan tersebut akhirnya menjadi polemik dan menuai respon dari berbagai pihak, salah satunya dari Organisasi Pemuda Lumbung Informasi Rakyat (Pemuda LIRA). 

Menanggapi hal ini, Sekjen Pemuda LIRA Jatim, Hertanto, SH  menyayangkan statement yang dilontarkan Sekretaris Kemenkop - UKM, Arif Rahman Hakim tersebut. Pemerintah seolah tidak peduli terhadap perekonomian masyarakat kecil.

"Seharusnya pemerintah mengakomodir social cultural di masyarakat sebagai bagian kearifan lokal dalam membuat kebijakan. Bukan kemudian menghambat atau mematikan usaha kecil, seperti warung Madura," ujar Hertanto, saat ditemui Surabaya Pagi, di mafia kopi, Senin (29/4/2024)

Menurutnya, dalam teori kebijakan publik, pembuat kebijakan harusnya melihat apa yang menjadi budaya. Hal itu sebagai bagian dari input policy agar tidak berbenturan dengan budaya yang sudah berkembang.

"Bukan hanya warung Madura saja, masih banyak warung yang buka 24 jam, kenapa baru dipermasalahkan sekarang," ujarnya.

Baca Juga: Geliat Industri Alas Kaki di Mojokerto Jadi Pendongkrak Ekonomi Warga

Pentolan aktivis kota delta ini juga menegaskan, bahwa dalam pembuatan peraturan perlu adanya mendengarkan public interest. Bahkan pemerintah harus memformulasikan public interest secara hati-hati dan memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat.

Jika memang masyarakat  memiliki budaya membuka warung 24 jam penuh, seharusnya pemerintah mengakomodir ini dalam kebijakan bukan terus menutup atau menentangnya.

”Sepanjang keberadaanya tidak mengganggu kepentingan publik dan keamanan daerahnya,” tegasnya.

Baca Juga: Targetkan 170 UMKM Naik Kelas, Dinkop-UKM Blitar Gelontorkan Rp 1,2 M

Hertanto menyatakan, perlu adanya diskusi bersama sebelum kemudian pemerintah membuat statement yang justru dapat meresahkan masyarakat. Jangan sampai justru kontra produktif atas suatu kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah.

Ia menambahkan, bahwa tujuan paling utama kebijakan publik adalah kesejahteraan masyarakat. Jika warung Madura buka 24 jam bisa mendorong peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, seharusnya perlu diakomodir bukan kemudian ditutup atau dihambat perkembangannya.

”Pemerintah harus bijak dalam membuat kebijakan. Asymmetric policy itu tentang penyesuaian kebijakan dengan apa yang dibutuhkan masyarakat atau kalau di Indonesia dikenal sebagai kearifan lokal. Bukan kemudian tendensius menyebutkan istilah yang justru terkesan rasialis dan menyinggung ke-Bhineka Tunggal Ika-an,” pungkasnya. jum

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU