Home / Ekonomi dan Bisnis : Komposisi Utang Negara yang Sudah Rp 6.687,28 Tril

Sri Mulyani, Yakin Bisa Bayar Utang dari Pajak

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 06 Jan 2022 20:44 WIB

Sri Mulyani, Yakin Bisa Bayar Utang dari Pajak

i

Yusuf Rendy

Utang pemerintah memiliki batasan aman atau tidaknya, yaitu oleh UU Keuangan Negara no 17/2003. Dalam beleid tersebut, disebutkan pada Pasal 12 ayat (3) bahwa defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Tercatat dengan utang mencapai Rp6.750 triliun dengan rasio 40,51 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Apakah ini masih dalam kategori aman?

Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Anggarkan Bantuan Beras Rp 8 Triliun di Kuartal I 2024

Ekonom CORE Indonesia (Center of Reform on Economics), Yusuf Rendy menjelaskan, formula rasio utang itu dibagi terhadap produk domestik bruto, Jadi semakin besar produk domestik bruto nya, maka hasil rasio nya akan semakin mengecil. Sama dengan Menkeu, rasio utang ini masih dianggap aman. 

 

 

Menteri Keuangan Sri Mulyani, menyesalkan banyak pihak masih salah kaprah komentari utang negara sampai era pemerintahan presiden Jokowi. Termasuk komentar dari sejumlah akademisi.

Menkeu Sri Mulyani akui Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia per akhir Oktober 2021 lalu masih tercatat sebesar USD 422, miliar atau setara dengan Rp 6.058,31 triliun (kurs USD: Rp 14.346), belum

Rp 6.687,28 triliun, seperti Januari 2022 ini.

Sampai awal Januari 2022 ini, Sri Mulyani mengaku masih sering mendapatkan pertanyaan soal utang pemerintah.

Menurut dia, masyarakat awam hanya fokus melihat besaran utang tanpa mencari tahu manfaat positif dibalik adanya utang tersebut.

"Banyak masyarakat kita, bahkan di kampus, banyak yang enggak tahu mengenai pengelolaan keuangan negara sehingga sering yang didenger adalah dari headline-headline ‘utang negara sudah Rp 6.000 triliun apakah itu masih aman?’ Mereka enggak pernah melihat neraca itu seluruhnya," ujar Sri Mulyani dalam Penandatanganan Prasasti Penanda Aset (SBSN), Rabu (5/1/2022).

Menurut Sri Mulyani, utang tersebut digunakan mayoritas demi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Misalnya saja, selama masa pandemi dua tahun belakangan ini, pemerintah menggelontorkan banyak jenis bantuan sosial (bansos). Pemerintah juga memberikan subsidi salah satunya untuk listrik dan paket internet.

Selain itu pemerintah juga tetap menjalankan kewajiban untuk membayar gaji ASN pusat dan daerah, termasuk juga tunjangannya.

“Itu semua dibiayai oleh penerimaan pajak, bea cukai dan PNBP dan juga utang. Kemudian sebagian menjadi aset yang masuk ke neraca. Ini yang barangkali perlu kita pahamkan dan saya terus menjelaskan ke publik,” ujar Sri Mulyani.

 

Pembangunan Infrastruktur

Tidak hanya itu, menurut Sri Mulyani, utang negara juga akan dimanfaatkan dalam pembangunan infrastruktur. Termasuk juga infrastruktur di Ibu Kota baru nanti.

Sri Mulyani meyakinkan bahwa Indonesia sangat mampu untuk melunasi utang-utang tersebut. Terlebih lagi apabila semua belanja negara dilakukan baik, maka utang bisa dikelola dan dibayar lagi.

Baca Juga: Tiga Menteri Bahas Makan Siang Gratis

"Kita mau bangun IKN, kita mau membangun infrastruktur, kita mau nyekolahin orang-orang pinter ke dunia, mau nambah dosen-dosen yang hebat, itu adalah dari kita sendiri. Sebagian dari utang yang nanti kita bayar lagi," ujar Sri Mulyani.

"Kalau belanjanya bagus, jadi infrastruktur yang bagus, jadi SDM berkualitas, ya pasti bisa bayar lagi utangnya. Termasuk SBSN ini pasti bisa kita bayar Insyaallah kembali dengan aman. Itulah perencanaan keuangan negara," tandasnya.

 

Yakin bisa Bayar

Menteri Keuangan Sri Mulyani meyakini pemerintah bisa membayar tunggakan utang apabila penerimaan pajak berhasil dikumpulkan. Ia menuturkan pemerintah mengambil pembiayaan utang untuk menutupi defisit fiskal karena berkurangnya penerimaan serta naiknya belanja selama pandemi covid-19.

"Penerimaan negara kita merosot, oleh karena itu kita masih harus mengalami defisit dan berutang. Namun, kita yakin bisa membayar lagi apabila penerimaan pajak bisa dikumpulkan," ujarnya dalam acara Pajak Bertutur 2021, Rabu (25/8/2021).

Bendahara negara mengungkapkan sepanjang 2020 lalu penerimaan pajak mengalami kontraksi cukup dalam akibat pandemi. Catatan Kementerian Keuangan, total penerimaan pajak sepanjang 2020 cuma Rp1.070 triliun. Jumlahnya anjlok 19,7 persen dibandingkan dengan realisasi 2019 yang sebesar Rp1.332,7 triliun.

 

Insentif Bayar Pajak

Baca Juga: Sri Mulyani-Prabowo, Bertukar Senyum

Meski penerimaan pajak turun, ia mengatakan negara tidak lantas berpangku tangan untuk membantu masyarakat dan dunia usaha terdampak pandemi. Sebaliknya, pemerintah menggelontorkan sejumlah insentif pembayaran pajak maupun pajak ditanggung pemerintah.

Misalnya, PPN ditanggung pemerintah untuk sektor properti perumahan, PPnBM pembelian mobil ditanggung pemerintah, PPh pasal 21 karyawan ditanggung pemerintah, PPh untuk UMKM yang bersifat final ditanggung pemerintah, dan lainnya.

"Berbagai insentif pajak ini sebesar Rp62,83 triliun adalah wujud nyata dari instrumen pajak yang bisa bermanfaat untuk memberikan perlindungan dan juga memberikan manfaat pada saat masyarakat dan dunia usaha membutuhkan," imbuhnya.

 

Sehatkan APBN

Namun, ia mengatakan APBN harus kembali disehatkan, salah satunya melalui pengumpulan pajak. Pasalnya, 70 persen hingga 80 persen penerimaan APBN berasal dari pajak.

"Inilah apa yang disebut konsep saling terus bergotong-royong oleh karena itu pajak adalah tulang punggung penting bagi suatu negara, tidak ada negara merdeka di manapun di dunia yang tidak mengumpulkan penerimaan pajak," ujarnya.

Per Juni 2021 lalu, misalnya, utang pemerintah pusat mencapai Rp6.554,56 triliun. Sedangkan, rasio utang terhadap PDB mencapai 41,35 persen. Angka itu naik dari periode yang sama tahun lalu yakni Rp5.264,07 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 32,67 persen.

Nilai utang juga bertambah dibandingkan Mei 2021 yakni Rp6.418,15 triliun, atau setara 40,49 persen dari PDB. (bersambung)

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU