LHKPN Pejabat, Tak Pernah Diklarifikasi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 27 Feb 2023 20:38 WIB

LHKPN Pejabat, Tak Pernah Diklarifikasi

Dua Eks Pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, Bantah Pernah Tangani LHKPN Kekayaan Pejabat Pajak, Rafael Alun Trisambodo di Tahun 2012

 

Baca Juga: Pendapatan Pajak Tembus Rp27,26 Triliun, Jatim Masih Jadi Kekuatan Ekonomi Kedua Nasional

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Pasca mencuatnya Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) mantan pejabat pajak, Rafael Alun Trisambodo, tiga mantan pimpinan KPK saling buka kartu. Dua orang saat menjabat di tahun 2012, merasa tak pernah tangani pelaporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atas pejabat pajak, Rafael Alun Trisambodo. Satu orang malah membuat testimoni yang mengejutkan.

Eks Pimpinan KPK Saut Situmorang, membuat pernyataan kejut. Saut mengaku sebal dengan LHKPN lantaran hanya menjadi wadah laporan saja tanpa ada pejabat yang memberi klarifikasi.

"Terkait LHKPN itu, saya orang paling sebel itu dengan hal tersebut. Karena dilaporkan saja (harta kekayaannya) tapi enggak pernah diklarifikasi," tuturnya, Senin (27/2/2023) kepada wartawan.

Saut mengklaim pernah melakukan disposisi atau meminta bawahan memanggil seseorang pejabat untuk menjelaskan dari mana barang atau harta yang dimiliki. "Saya beberapa kali justru bikin disposisi. Saya minta cari barang yang dimiliki pejabat ini dari mana dia dapat. Karena kalau dia tidak bisa menjelaskan, seharusnya kita kan paham ada tindak pidana pencucian uang (TPPU)," kata dia.

 

Laporan PPATK Belum Direspon KPK

Terkait pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD, Dua eks pimpinan KPK masing masing Bambang Widjojanto dan Abraham Samad, saling sangkal. Sebelum keduanya bicara Menko Polhukam Mahfud MD, mengatakan laporan kekayaan pejabat pajak, Rafael Alun Trisambodo telah diserahkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak tahun 2012.

Bahkan Mahfud menyebut ada yang aneh dengan transaksi keuangan dari ayah Mario Dandy Satrio, tersangka penganiayaan David, putra petinggi GP Ansor. Dalam LHKPN yang dilaporkan per 2021, harta kekayaan Rafael mencapai Rp56 miliar.

"Biar diaudit. Laporan kekayaan yang bersangkutan di PPATK itu sudah dikirimkan oleh PPATK sejak tahun 2012, tentang transaksi keuangannya yang agak aneh," kata Mahfud di Jakarta, Jumat (24/2).

Mahfud megingatkan laporan tersebut belum ditindaklanjuti oleh KPK. "Tetapi oleh KPK belum ditindaklanjuti. Jadi itu saja. Biar sekarang dibuka oleh KPK," ujarnya

 

Bambang dan Samad Saling Sangkal

Eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015 Abraham Samad mengaku tidak tahu soal transaksi mencurigakan pegawai Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo.

"Saya sendiri baru dengar ini. Sepengetahuan saya, tidak pernah ada yang menyampaikan ini. Akan tetapi, seharusnya memang PPATK memperlihatkan bukti resmi laporannya ke KPK," ujar Abraham Samad seperti dikutip Surabaya Pagi dari laman CNNIndonesia.com, Senin (27/2/2023).

Baca Juga: Suami Sandra Dewi, Disidik 2 Kasus Korupsi Timah dan TPPU

Menurutnya, yang penting dilakukan saat ini adalah tindak lanjut dari KPK mengenai harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo. Abraham Samad juga mengatakan kasus tersebut jadi pintu masuk untuk menelusuri harta kekayaan pegawai negeri.

"Kalau lembaga antirasuah membiarkan itu, berarti ada masalah di KPK-nya. Fenomena ini jangan berhenti di Rafael saja. Saya khawatir pegawai atau pejabat pajak keuangan jangan-jangan seperti itu semua," kata dia.

Sementara Eks Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto juga mengaku tak mengetahui soal kejanggalan harta Rafael Alun Trisambodo. "Bisa dikonfirmasi kepada Abraham Samad sebagai Ketua KPK karena ada pembidangan kerja diantara Wakil Ketua dan tidak semua KPK tahu seluruh bidang kerja," ucapnya.

Dia mengaku saat itu berkonsentrasi pada bidang penindakan saat masih menjadi pimpinan KPK.

Menurutnya, penindakan soal harta kekayaan baru bisa menjadi wewenang bidang penindakan setelah ada analisis dari direktorat laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

Dia menyatakan sejak dulu sudah ada diskusi yang diinisiasi untuk meningkatkan peta LHKPN agar tidak hanya bersifat administratif.

"Akan tetapi informasi yang terintegrasi dengan single identity number, pajak, dan aset. Jika ini bisa dilakukan, maka akan sangat bermanfaat bagi pencegahan korupsi," ucapnya.

 

Baca Juga: KMSS Demo KPK Desak Tersangka Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Ditahan

Aturan LHKPN

Menurut UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme, UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi, dan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun 2016 diatur Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

UU ini mewajibkan setiap tahun para pejabat wajib mengirimkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN ke KPK. Masyarakat dapat memantau LHKPN tersebut, bahkan melaporkan jika ada harta kekayaan yang tidak benar atau kurang. Semua mekanisme ini dilakukan sebagai bentuk pencegahan korupsi yang melibatkan peran serta masyarakat.

 

Masyarakat Lihat Harta Pejabat

Penyelenggara negara yang wajib melapor harta kekayaan adalah para pejabat di lembaga tinggi negara, menteri, gubernur, hakim, serta para pejabat lain yang memiliki fungsi strategi penyelenggaraan negara. Dalam mengisi LHKPN, para pejabat negara wajib mencatatkan seluruh harta yang dimiliki diri sendiri, pasangan, dan anak yang masih dalam tanggungannya.

Setelah dilaporkan, KPK akan mengumumkan LHKPN penyelenggara negara yang bisa diakses oleh publik di situs elhkpn.kpk.go.id. Masyarakat dapat melihat rincian harta kekayaan penyelenggara negara, seperti nilai kepemilikan tanah, kendaraan, utang piutang, atau surat-surat berharga. Di situs ini juga, masyarakat bisa melaporkan jika ada harta kekayaan negara yang tidak sesuai, tentunya dengan menunjukkan bukti-bukti pendukung. n erc/jk/cnn/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU