Home / Peristiwa : Pro Kontra Kemerdekaan Indonesia

PM Mark Rutte, yang Akui 17 Agustus 1945

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 18 Agu 2023 21:11 WIB

PM Mark Rutte, yang Akui 17 Agustus 1945

i

Perdana Menteri Indonesia Mark Rutte saat bersama Presiden Joko Widodo di Bogor.

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Sejarah kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 masih menuai pro- kontra. Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia, baru pada 27 Desember 1949. Ini seiring dengan penyerahan kedaulatan oleh Belanda kepada Indonesia berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar pada masa itu.

Baru pada Tahun 2023, Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte memberikan pengakuan secara resmi atas kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Rutte menyatakan bahwa dirinya akan berkonsultasi lebih lanjut dengan Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) untuk melihat bagaimana hal ini bisa diakui dan diterapkan bersama, Indonesia dan Belanda.

Baca Juga: Jokowi Bikin Ilustrasi Naik MRT, Bareng Buruh

Pengakuan itu disampaikan Rutte dalam sesi debat dalam parlemen Belanda membahas soal kajian dekolonisasi tahun 1945-1950 pada Rabu (14/6/2023) waktu setempat.

Pengakuan resmi Rutte itu juga dilaporkan oleh sejumlah media lokal Belanda lainnya, seperti Nieuws, MSN dan ANP.

Selain dilansir media lokal Belanda, AD.nl dan dikutip Mina News, Kamis (15/6/2023).

"Belanda mengakui 'sepenuhnya dan tanpa syarat' bahwa Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945," ucap Rutte dalam sesi debat parlemen Belanda Juni 2023.

Dicatat di Belanda, bahwa Belanda tidak pernah mengakui secara resmi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Selama ini, menurut media NOS, Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949. Ini seiring dengan penyerahan kedaulatan oleh Belanda kepada Indonesia berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar pada masa itu.

 

Permintaan Maaf atas Penjajahan

Pada Februari 2022, MarkRutte menyampaikan permintaan maaf atas penjajahan dan perbudakan Belanda di Indonesia di masa lalu. Maaf diucapkan usai tim peneliti mengungkap kekerasan yang dilakukan Belanda saat mengkolonisasi Indonesia.

Mark Rutte adalah politikus Belanda kelahiran, 14 Februari 1967. Dia anak terakhir dari tujuh bersaudara. Ayahnya adalah seorang pedagang.

Pada 2011, dia terpilih sebagai Perdana Menteri Belanda. Rutte merupakan Perdana Menteri Belanda terlama dalam sejarah.

Pada Februari 2022, MarkRutte menyampaikan permintaan maaf atas penjajahan dan perbudakan Belanda di Indonesia di masa lalu. Maaf diucapkan usai tim peneliti mengungkap kekerasan yang dilakukan Belanda saat mengkolonisasi Indonesia.

"Atas nama pemerintah Belanda, saya menyampaikan permintaan maaf terdalam saya kepada rakyat Indonesia atas kekerasan sistematis dan ekstrem dari pihak Belanda pada tahun-tahun itu," kata Perdana Menteri Mark Rutte dalam konferensi pers pada 18 Februari 2022

Tepat tanggal 14 Juni 2023, Rutte atas nama Pemerintah Belanda telah mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Raja Belanda juga sudah mengakui hal itu.

"Belanda mengakui 'sepenuhnya dan tanpa syarat' bahwa Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945," ujar Perdana Menteri Mark Rutte, Rabu (14/6/2023) dikutip AD.nl.

Satu bulan kemudian Mark Rutte menyatakan pengunduran diri sebagai Perdana Menteri Belanda.

Mengutip AFP, rencana Rutte mundur kepala pemerintahan buntut krisis politik partai pendukungnya di parlemen.

"Saya akan segera menyampaikan pengunduran diri secara tertulis kepada raja atas nama pemerintah," ucap Rutte mengutip AFP, Sabtu (8/7/2023).

 

Berpuluh Tahun Belanda tak Akui

Dalam catatan sejarah, selama berpuluh-puluh tahun Belanda tidak mengakui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Dalam sesi debat parlemen Juni 2023, Rutte mengatakan bahwa tanggal 17 Agustus sebenarnya sudah sejak lama dilihat sebagai awal kemerdekaan Indonesia. Dia pun mencontohkan bahwa Raja Belanda sudah mengirimkan telegram ucapan selamat Hari Kemerdekaan kepada Indonesia pada 17 Agustus setiap tahunnya.

Sebelum pengakuan ini, Belanda menganggap kemerdekaan RI baru terjadi pada 27 Desember 1949 ketika akhirnya Belanda menyerahkan kedaulatan Indonesia setelah melalui periode penuh kekerasan yang menyebabkan jatuhnya banyak korban pasca-proklamasi kemerdekaan RI pada 1945.

"Dengan secara politis mengakui 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka, otomatis apa yang mereka lakukan pada 1945-1949 adalah agresi militer, upaya menyerang kedaulatan negara yang sudah merdeka. Konsekuensi dari serangan itu dituntut, minta ganti rugi atas semuanya," kata sejarawan Universitas Gadjah Mada, Sri Margana, kepada BBC News Indonesia.

 

Pengakuan Moral dan Politis

Pada 17 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB, teks proklamasi mulai disusun. Baru pukul 10.00 WIB proklamasi ini diumumkan di depan rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Dalam proklamasi tersebut, Soekarno dan Hatta menyatakan berdirinya Negara Indonesia yang merdeka, dengan nama RI.

Belanda menyatakan "mengakui sepenuhnya" kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Tapi sejarawan Universitas Gadjah Mada, Sri Margana, menyebut pengakuan itu "masih setengah-setengah" . Mengingat hanya sebatas pengakuan moral dan politik tanpa konsekuensi hukum.

 

Keuntungan Penjajahan Belanda

Baca Juga: Jokowi Ajak PM Lee Kelola Kawasan Industri Halal Sidoarjo

Melansir dari buku Sejarah Nasional Indonesia: Masa Prasejarah Sampai Masa Proklamasi Kemerdekaan oleh M.Junaedi Al Anshori,

penjajahan Belanda di Indonesia berlangsung selama 350 tahun atau 3,5 abad lamanya. Pada tahun 1596, bangsa Belanda pertama kali mendarat di wilayah Banten, Indonesia, di bawah kepemimpinan Cornelis de Houtman.

Tujuan Belanda datang yakni untuk berdagang dan mendapatkan rempah-rempah dengan harga murah. Namun, kedatangan Belanda ini tidak diterima oleh penduduk Banten karena tindakannya buruk dan sering menimbulkan keributan. Saat itu, bangsa Belanda pun kembali ke negaranya.

Sejak saat itu, bangsa Belanda lainnya kembali berdatangan ke Indonesia. Tak cuma di Banten, mereka pun berhasil mendapatkan rempah-rempah di Maluku pada tahun 1599. Di tahun itu, Maluku masih dikuasai Portugis

Apa keuntungan penjajahan Belanda?

dampak positif kedatangan Belanda bagi bangsa Indonesia adalah terdapatnya pusat aktivitas pelayaran dan perdagangan, adanya pusat aktivitas industri, terhubung dan berkurangnya jarak tempuh antar daerah, bermunculan kaum intelektual,dan pembangunan jaringan irigasi.

Tercatat ada empat bentuk penindasan dari kolonial Belanda antara lain ialah monopoli perdagangan rempah-rempah, praktik diskriminasi, pelaksanaaan Sistem Tanam Paksa dan Politik Pintu Terbuka.

Adakah dampak positif dan negatif dari penjajahan Belanda di Indonesia?

Literasi menyebut penjajahan Belanda banyak dibangun jalan raya, rel kereta api, dan jaringan telepon. Juga ada dampak negatifnya yaitu pembangunan tersebut mengorbankan banyak pekerja Indonesia dan kesengsaraan bagi masyarakat saat itu

Indonesia dijajah Belanda hingga ratusan tahun.

 

Jejak Bahasa Belanda

Meski menjajah 3,5 abad, bahasa Belanda relatif asing bagi warga RI. Tapi ada jejak bahasa Belanda. Sayang tidak banyak dan sudah dalam bentuk kata serapan. Di antaranya, gordijn menjadi gorden, atau bioscoop menjadi bioskop.

Selain, aanval (serangan jantung), aanvraag (permintaan, permohonan), afspraak perjanjian (Inggris: appointment), bediende (pembantu), beslag ( disita) dan lainnya.

 

Rendahnya Tingkat Kefasihan

Baca Juga: Apple Investasi Rp 1,6 Triliun, Microsoft Rp 14 Triliun

Beda dengan Inggris. Pada dasarnya perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan corak kolonialisme Belanda dan Inggris.

Inggris diketahui dengan sengaja melakukan 'invasi' kultural Barat ke masyarakat Melayu.

Peneliti sejarah dari Nanyang Technological University, Christopher Reinhart, kepada CNBC Indonesia, menjelaskan setidaknya ada dua alasan yang membuat Belanda mengambil sikap berbeda terhadap kebudayaan lokal, yang berujung pada rendahnya tingkat kefasihan bahasa Belanda di masyarakat Indonesia lintas generasi.

Pertama, dilihat dari sudut pandang struktur kolonialisme Belanda. Saat itu masyarakat lokal dan orang Belanda berada di struktur berbeda. Orang Belanda di kelas paling atas. Sementara penduduk lokal berada di paling bawah. Dalam perspektif mereka, apabila Belanda menyebarkan kebudayaan, maka sama saja menganggap penduduk lokal dan orang Belanda itu setara secara kultural.

Alhasil, agar struktur itu tetap terjaga, mereka tidak mau membagikan kebudayaan Belanda. Kedua, Belanda selalu melihat dari perspektif eksploitasi ekonomi sebagai ciri negara kolonial.

 

Belanda Eksploitasi Ekonomi Indonesia

Menurut Reinhart, mereka merasa tidak masalah apabila tidak menyebarkan kebudayaan, yang penting tetap melakukan eksploitasi dan menguntungkan secara ekonomi.

"Snouck Hurgronje, salah satu pejabat pemerintah kolonial, pernah mengatakan bahwa 'masalah kebudayaan tidak usah dipaksa. Biarlah bertumbuh dengan sendirinya, tanpa menghilangkan budaya lokal," ujar Reinhart.

Dua sikap Belanda itu berlangsung dari mulai fase eksploitasi tanam paksa dari 1830-1900 dan terus berlanjut saat Belanda menerapkan politik balas budi atau politik etis di tahun 1900.

Mereka, lanjut Reinhart, selalu fokus pada aspek ekonomi dan tidak mau merusak kebudayaan lokal. Apalagi khususnya setelah politis etis diterapkan mereka semakin paham bahwa menginvasi kebudayaan lain itu tidak baik.

 

Kita Tidak Perlu Kecewa

Kendati demikian, bukan berarti penduduk lokal tidak boleh mengadopsi kebudayaan barat. Toh, Belanda juga tidak tertutup soal itu. Faktanya banyak juga kebudayaan barat yang diadopsi penduduk lokal.

Beranjak dari alasan itulah, bahasa lokal, bahasa Melayu dan bahasa Indonesia sampai kini terus tumbuh berkembang. Meski begitu, orang Indonesia sebetulnya tidak perlu kecewa apabila tidak bisa berbahasa Belanda seperti orang Malaysia yang fasih berbahasa Inggris. Sebab, bahasa Belanda bukanlah bahasa pergaulan internasional seperti bahasa Inggris. n erc/dna/cr3/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU