Jokowi, Telah Memunculkan Persepsi Publik Dukung Prabowo

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 07 Jan 2024 19:47 WIB

Jokowi, Telah Memunculkan Persepsi Publik Dukung Prabowo

i

Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Indikasi Presiden Jokowi, condong memihak capres Prabowo Subianto, sudah berlangsung lebih satu tahun. Tapi keberpihakan itu masih remang-remang. Bentuknya isyarat, simbol-simbol sampai tidak menolak anak sulungnya yang belum cukup umur mencapreskan diri.

Kini keberpihakannya bukan lagi samar-samar. Sebagai presiden dan kepala negara, ia menunjukan sebuah atraksi yang menimbulkan perdebatan publik. Atraksi yang memunculkan persepsi publik, Jokowi tak netral. Opini politik dinasti memang sedang dibangun dengan berbagai peristiwa. Apakah politik dinasti salah? Sejauh ini belum ada aturan konstitusinya.

Baca Juga: Bisnis Susu akan Dimudahkan Prabowo

Tapi politik dinasti telah jadi perdebatan di ruang publik. Artinya ada sebagian rakyat tak ikhlas politik dinasti dibudayakan. Khawatir NKRI diplesetkan seperti MK, Negara Keluarga Republik Indonesia, bukan Negara Kesatuan Republik Indonesia .

Bila analisis saya ini benar, Jokowi bakal menoreh sejarah kelam Indonesia, sebagai negara demokrasi.

Contoh mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak dan mantan pemimpin diktator Libya Muammar Gaddafi. Mereka merupakan dua contoh pemimpin politik yang merancang dinasti mereka. Mereka mendorong anak-anaknya untuk melanjutkan kepemimpinan yang mereka bangun untuk terus memiliki kuasa dalam proses pemerintahan.

Di Indonesia sendiri, istilah dinasti politik bukanlah hal yang asing kita dengar. Mulai dari dinasti Ratu Atut di Banten, dinasti Fuad Amin di Bangkalan, Madura, dinasti Limpo di Sulawesi Selatan dan beberapa dinasti lainnya.

Dalam pilpres 2024 saat ini, publik sedang melihat langkah Presiden Jokowi membangun dinasti politiknya dengan membawa kedua anaknya masuk ke dalam dunia politik.

Faktanya, Jumat malam makan bersama Prabowo di sebuah rumah makan di kawasan Menteng, Jakarta. Sabtu paginya sarapan pagi dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, di Istana Bogor. Lalu Minggu pagi, makan siang dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.

Saya tidak paham implikasi atraktifnya Presiden Jokowi semacam ini.  Tapi akal sehat saya berbisik acara makan malam dan sarapan dengan tim capres Prabowo, sebuah kemasan seolah bukan kegiatan politik Jokowi. Salah satu indikator yang tak bisa ditepis dua acara itu dilipur pers.

Sebagai presiden, akal sehat saya bilang Jokowi tahu batas kegiatan pribadi dan formal. Apalagi dua acara makan-makan tidak mengajak anak Gibran, Jan Ethes.

Jejak digital yang saya miliki, acara acara pribadi selalu mengajak cucu pertamanya dan tidak mengundang politisi yang kini bersaing memperebutkan kursi presiden RI ke-8.

Analisis saya ini didukung foto makan bareng Jokowi dan dua anaknya dengan tim prabowo, di Solo. Foto ini diungguh saat ia beserta anak dan jajarannya makan di meja makan panjang seperti di sebuah rumah, bukan di restauran. (Akun Instagram @jokowi, Oktober 17, 2023 3.47pm WIB).

 

***

 

Dengan diplomasi di meja makan malam dan sarapan, dua calon presiden saingan Prabowo, menanggapi secara berbeda.  Calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo mengatakan pertemuan Presiden Jokowi dengan Menteri Pertahanan sekaligus capres nomor urut 2, Prabowo Subianto, menunjukkan keberpihakan Jokowi di Pilpres 2024.

Meski begitu, Ganjar tidak mempermasalahkan hal tersebut. "Oh kalau buat saya pasti itu sudah menunjukkan sikap berpihak begitu ya, kalau saya sih biasa saja, kan memang sudah berpihak," kata Ganjar di Jakarta Timur, Sabtu (6/1).

Menurutnya, memang lebih baik jika Jokowi menegaskan keberpihakannya. Yang penting, ia meminta tidak ada penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan.

"Malah lebih baik kalau ditegaskan bahwa 'ya saya berpihak', yang penting tidak akan ada penyalahgunaan kewenangan, kekuasaan, sehingga semua akan bisa fair play, bisa jurdil, kalau buat saya biasa saja," harapnya.

Saat disinggung soal etika seorang Presiden menunjukkan keberpihakannya, Ganjar mengatakan saat ini memang ada problem etika di Indonesia.

"Ya memang kita punya problem etika gitu kan, kan ada yang tidak setuju dengan etika," kata dia sambil tertawa.

Pada Jumat (5/1/2024) malam, Jokowi bertemu empat mata dengan Menhan sekaligus capres Prabowo Subianto. Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menyebut pertemuan berlangsung di Menteng, Jakarta Pusat. Acaranya rileks  mencoba masakan nusantara di Rumah Makan Seribu Rasa Menteng.

Ada foto yang menunjukkan Jokowi duduk berdua dengan Prabowo di meja makan.

Jokowi yang mengenakan kemeja putih tampak mendengarkan Prabowo. Sementara, Prabowo yang mengenakan kemeja batik tampak duduk menghadap Jokowi.

Esok paginya, presiden Jokowi melakukan kegiatan olahraga dan sarapan pagi bersama Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.

Airlangga mengakui dirinya sempat berbicara empat mata dengan Jokowi.

Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka itu juga membenarkan membahas soal Pilpres 2024.

Cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, menanggapi perihal pertemuan makan malam Prabowo Subianto, berpesan yang perlu menjaga nama baik adalah Presiden Jokowi. Khususnya bila kemudian muncul isu ketidaknetralan.

Baca Juga: Bisnis Susu akan Dimudahkan Prabowo

Sementara Anies Baswedan menanggapi santai  makan malam Jokowi dengan Prabowo .

Anies mengatakan itu adalah pertemuan biasa antara presiden dengan menteri.

"Ya kan ini menteri dengan presiden. Ya nggak apa-apa lah," ujar Anies dikutip dari video Kompas TV.

Anies mengatakan Jokowi dan Prabowo malam malam dan sedang bertugas menjadi pejabat negara. "Ini kan orang bertugas, ini kan bertugas yang satu bertugas sebagai presiden yang satu bertugas sebagai menteri, ya sah-sah saja nggak ada masalah," tandasnya.

Ini gambaran persepsi dan intepretasi dari capres Ganjar Pranowo, cawapres Cak Imin dan capres Anies Baswedan.

 

***

 

Sebagai jurnalis yang dituntut berpikir kritis, saya lebih membaca dua pertemuan presiden Jokowi dengan capres Prabowo, lalu esoknya dengan Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran, bukan sekedar pertemuan presiden dengan menterinya. Tapi saya intepretasikan bagian dari diplomasi meja makan Presiden Jokowi. Intepretasikan ini merujuk makan bersama Jokowi sebelumnya. Ia duduk berderet dengan dua putranya bertatap muka Prabowo, di Solo, beberapa bulan sebelumnya. Ada nuansa politik dinasti.

Mengacu jejak digital, dinasti politik yang ditudingnya ke presiden Jokowi, tampaknya sulit dihindari. Kini, capres Prabowo dengan dukungan Golkar, PAN, Demokrat,  dan beberapa

Partai gurem tampaknya ikut terjebak melanggengkan dinasti politik Jokowi. Saya duga elite elite politik itu sepertinya untuk mempertahankan eksistensinya. Pertanyaannya bisakah partai lepas dari jerat dinasti politik?

Mengapa sampai kini ada partai politik bisa terjebak dalam dinasti politik?

Dalam buku yang berjudul “Democratic Dynasties”, sejumlah penulis mencoba membahas dinasti politik yang terjadi di India. Ini bisa menjadi gambaran dari dinamika politik yang terjadi di Indonesia saat ini.

Di India, dinasti politik dianggap sebagai fenomena modern yang sulit dihindari. Sebab, partai politik itu sendiri, baik langsung maupun tidak langsung, mendukung hadirnya proses dinasti di tubuh partai. Proses kaderisasi partai politik tampaknya justru mendorong terjadinya dinasti dengan mudah karena dinasti politik dianggap memberikan keuntungan tersendiri bagi partai. (The Conversation, Oktober 17, 2023)

Baca Juga: Jokowi Ajak PM Lee Kelola Kawasan Industri Halal Sidoarjo

 

***

 

Kembali ke kegiatan makan malam dan sarapan Presiden Jokowi di atas, saya unduh dari Instagram @golkar.indonesia dan Instagram @prabowo.

Kegiatan presiden makan private dan diungguh di media sosial akal sehat saya berkata telah memiliki arti mempunyai daya tarik dan bersifat menyenangkan.

Apakah jamuan makan yang dilakukan secara terbuka, termasuk aktivitas politik yang demonstratif, kembali kepada persepsi dan intepretasi rakyat.

Indikasi ada ketidak netralan presiden Jokowi sah sah saja dilontarkan berdasarkan jejak digital. Harapan saya, diplomasi meja makan Presiden Jokowi dengan salah seorang capres 2024 tidak memicu kegaduhan  di masyarakat.

Masuk akal praktik politik dinasti yang dilakukan Presiden Joko Widodo dianggap sebagai pengkhianatan nyata terhadap Reformasi 1998. Bahkan, politik dinasti Jokowi dianggap sebagai politik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Ini karena Jokowi dianggap tidak punya andil dalam gerakan mahasiswa dan rakyat pada Reformasi 1998.

Direktur Gerakan Perubahan Muslim Arbi, menuding Jokowi diuntungkan oleh PDIP yang mengawalnya menjadi walikota, gubernur hingga presiden 2 periode. (Kantor Berita Politik RMOL.ID, Senin, 30 Oktober 2023).

Apakah kini bisakah Jokowi, dianggap mempraktikan KKN yang menjadi musuh reformasi? Benarkah saat berkuasa Jokowi menekan para menteri untuk tunduk pada kepentingan dan keputusan politik dinastinya?.

Saya punya catatan jurnalistik bahwa pada 8 Juli 2015, Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi terhadap Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Pasal yang oleh sebagian pihak dianggap memiliki semangat untuk memotong rantai dinasti politik di daerah itu kemudian dihilangkan. Pasal tersebut berbunyi: warga negara Indonesia yang dapat menjadi calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota adalah yang memenuhi persyaratan tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana.

Dan dalam bagian penjelasan Pasal 7 huruf r, dijelaskan bahwa: yang dimaksud dengan ‘tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana” adalah tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu kecuali telah melewati jeda 1 (satu) kali masa jabatan.

Oleh MK, pasal 'dinasti politik' itu dihapuskan karena bertentangan dengan konstitusi dan UUD 1945.  Nah…..! Hehe… ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU