SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Ribuan hakim dari berbagai daerah di Indonesia akan melakukan gerakan cuti bersama pada 7-11 Oktober 2024. Mereka menuntut pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan para hakim melalui gaji dan tunjangan yang disebut tidak pernah mengalami penyesuaian sejak 2012.
Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia Fauzan Arrasyid mengatakan gerakan tersebut sebagai bentuk protes damai untuk menunjukkan kepada pemerintah bahwa kesejahteraan hakim adalah isu yang sangat mendesak.
Baca Juga: Ada yang Cuti Luar Kota dan Tunda Sidang, Pencari Keadilan Kecewa
"Gerakan cuti bersama hakim se-Indonesia ini akan dilaksanakan secara serentak oleh ribuan hakim mulai tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024," kata Fauzan dalam keterangan resminya, Jumat (27/9/2023). Tanggal 7 Oktober -11 Oktober, mulai hari Sabtu-Rabu.
Fauzan menganggap ketidakmampuan pemerintah untuk menyesuaikan penghasilan hakim tersebut sebagai sebuah kemunduran dan berpotensi mengancam integritas lembaga peradilan.
Tanpa kesejahteraan yang memadai, hakim menurutnya rentan terhadap praktik korupsi karena penghasilan mereka tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Apalagi, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Putusan Nomor 23P/HUM/2018 yang secara tegas mengamanatkan perlunya peninjauan ulang pengaturan penggajian hakim.
Dengan demikian, pengaturan penggajian hakim yang diatur dalam PP Nomor 94 tahun 2012 saat ini menurut Fauzan sudah tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
"Oleh karena itu, revisi terhadap PP 94/2012 untuk menyesuaikan penghasilan hakim menjadi sangat penting dan mendesak," kata dia
Selain menuntut Presiden untuk segera merevisi PP Nomor 94 tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di Bawah Mahkamah Agung untuk menyesuaikan gaji dan tunjangan hakim sesuai dengan standar hidup layak dan besarnya tanggung jawab profesi hakim.
Fauzan juga membeberkan poin lain yang menjadi tuntutan hakim di seluruh Indonesia kepada pemerintah.
Tuntut Perlindungan Jaminan Keamanan
Pertama, mendesak pemerintah untuk menyusun peraturan perlindungan jaminan keamanan bagi hakim, mengingat banyaknya insiden kekerasan yang menimpa hakim di berbagai wilayah pengadilan.
Jaminan keamanan itu menurut Fauzan penting untuk memastikan bahwa hakim dapat menjalankan tugasnya tanpa tekanan atau ancaman.
Baca Juga: Tuntutan Gaji Hakim, Telah Dibawa KY ke Kemenkeu
Kedua, mereka juga mendesak pemerintah untuk mendukung Mahkamah Agung RI dan PP IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia) untuk berperan aktif dalam mendorong revisi PP Nomor 94 tahun 2012, dan memastikan bahwa suara seluruh hakim di Indonesia didengar dan diperjuangkan
Ketiga, mereka juga mendorong PP IKAHI untuk memperjuangkan RUU Jabatan Hakim agar kembali dibahas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan segera disahkan, sehingga pengaturan kesejahteraan hakim dapat diatur dalam kerangka hukum yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.
Gaji Hakim tidak memadai
Fauzan juga membeberkan fakta yang dialami para hakim di Indonesia sehingga mereka menginisiasi sebuah gerakan cuti bersama massal.
Ia menyebut gaji dan tunjangan para hakim tidak memadai di tengah inflasi yang terus meningkat.
Fauzan menambahkan berdasarkan data Bank Indonesia, inflasi aktual mencapai puncaknya pada beberapa tahun terakhir, sementara gaji dan tunjangan hakim tetap stagnan.
"Contohnya, harga emas yang menjadi salah satu indikator kesejahteraan telah naik dari Rp584.200 per gram pada 2012 menjadi Rp1.443.000 per gram pada September 2024," jelasnya.
Kondisi itu diperparah dengan tunjangan kinerja hakim yang menurutnya hilang sejak 2012. Saat ini, hakim hanya mengandalkan tunjangan jabatan yang sudah tidak mengalami kenaikan selama 12 tahun.
"Hal ini menyebabkan penghasilan hakim jauh di bawah standar yang layak," imbuh Fauzan.
Fauzan membeberkan ada beberapa fakta lain di lapangan seperti tunjangan kemahalan yang tidak merata; rumah dinas dan fasilitas transportasi yang tidak memadai; kurangnya keberpihakan pada hakim perempuan; hingga beban kerja yang tidak proporsional.
Laporan tahunan Mahkamah Agung tahun 2023 menurutnya telah mengurai jumlah hakim pada tingkat pertama sebanyak 6069 dengan beban perkara sejumlah 2.845.784 perkara dengan porsi yang berbeda-beda antara satu hakim dengan hakim lainnya
Selain tugas pokok menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara, hakim juga memiliki tugas tambahan lain seperti pengawasan bidang dan manajemen peradilan.
"Beban kerja yang tidak proporsional dirasa sangat membebani, mengingat di setiap satuan kerja jumlah hakim tidak sama bahkan beberapa satuan kerja di Indonesia Timur saat ini hanya diisi oleh dua sampai tiga orang hakim. Krisis hakim nampak nyata di depan mata," ujarnya. n erk/jk/cr3/rmc
Editor : Moch Ilham