Home / Opini : Kontrol Sosial Pers Tentang PT Puspa Agro yang Disarankan oleh Tim DPRD, Ditutup (1)

Direksi Wajib Kembalikan Uang Rakyat Rp 600 M

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 20 Des 2024 21:03 WIB

Direksi Wajib Kembalikan Uang Rakyat Rp 600 M

i

Raditya M Khadaffi

Direksi PT JGU maupun PT Puspa Agro, yang sarjana, pasti tahu salah satu fungsi pers adalaj kontrol sosial. Ini adalah peran besar pers dalam mengkritik berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah maupun lembaga legislatif dan yudikatif. Pers berperan mengawasi jika ada pelanggaran dan memberikan koreksi atas kesalahan itu. Pengelolaan BUMD yang Anda kelola direkomendasi oleh DPRD Jatim untuk ditutup. Mengapa, ada apa dan bagaimana pengelolaan PT Puspa Agro, selama 13 tahun sejak didirikan tahun 2013. Berikut catatan hukum saya, 3 seri yaitu hari ini berjudul " Direksi Wajib Kembalikan Modal Uang Rakyat Rp 600 M"; seri ke-2, berjudul Berpijak Asta Cita Prabowo, Kejaksaan Mestinya Usut" dan seri ke-3, berjudul "Diduga Pembiaran Biaya Operasional Terus Meningkat". Raditya M Khadaffi, wartawan Surabaya Pagi.

 

Baca Juga: Pemerintah Mulai Soroti Shopaholic, Salahkah Mereka

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Headline harian Surabaya Pagi edisi Jumat (20/12) menurunkan berita berjudul "Kajian Tim DPRD, Tutup PT Puspa Agro". Sebuah berita utama mengandung arti berita sebagai elemen kunci dalam menentukan  suatu konten berita hot news akan dibaca atau tidak.

Headline harian yang saya pimpin ini dicetak dengan huruf besar di bagian atas berita, terutama di halaman depan.

HL, singkatan  Headline, mewartakan hasil kajian DPRD Jatim yang mendorong Pemprov Jatim untuk menutup anak perusahaan PT JGU yakni PT Puspa Agro. Karena perseroan yang memyedot APBD Jatim hampir Rp 600 miliar era Gubernur Imam Utomo, itu, setiap tahun memberi kerugian kepada induk perusahaannya.

Fraksi Golkar DPRD Jawa Timur akan merekomendasikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau anak perusahaan PT JGU, ditutup, sebab terus merugi dan membebani APBD Jatim.

Rencana yang reasonable dan be sensible.

 

***

 

Catatan jurnalistik saya mencatat pada tahun 2013 telah didirikan PT. Puspa Agro yang merupakan badan hukum tersendiri. PT ini untuk mengelola Pasar Induk Modern Puspa Agro yang merupakan anak perusahaan dari PT. Jatim Grha Utama.

Pemprov Jatim, awalnya gembar-gembor, Puspa Agro Sidoarjo, sebagai pasar induk modern terbesar di Jawa Timur yang menjual berbagai komoditas pertanian. Wooww, menyilaukan telingga, bukan mata.

Bahkan, Puspa Agro didesain sebagai pasar perdagangan agrobisnis terbesar ke-2 se Asia Tenggara, mengalahkan Thailand. Masya Allah? Siapa yang mendesain? Akal sehat saya bilang pendiri dan direksi serta komisaris.

Pasar Puspa Agro terletak di Jalan Sambunggaling, Sambikerep, Jemundo, Kecamatan. Taman, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Pasar ini diresmikan pada Tahun 2013  yang merupakan badan hukum tersendiri untuk mengelola Pasar Induk Modern Puspa Agro yang merupakan anak perusahaan dari PT. Jatim Grha Utama.

Jelas badan hukum sendiri. Secara hukum komisaris dan direksi bisa dituntut secara hukum diluar direksi PT JGU.

PT. Puspa Agro menyediakan kios/lapak/stan untuk transaksi jual beli, dan juga Gudang, Cold Storage, Gedung Tani, dan berbagai fasilitas pendukung lain. Tak ubahnya, Pasar Keputran.

Menariknya, manajemen Puspa Agro melarang komoditas pertanian impor masuk dan diperdagangkan di sana. Hal ini dilakukan supaya komoditas pertanian lokal, khususnya yang berasal dari Jawa Timur bisa eksis dan berkembang di pasaran. Apa larangannya didengar impotir? Mboten!

Selain itu di Pasar Puspo Agro juga disediakan pula beberapa fasilitas seperti balai lelang, pujasera, rusun, camping ground, area outbound, pusdiklat untuk petani,water park mini, ruang baca, gedung pertemuan, gudang dan juga tempat pengolahan sampah.  

Ternyata, saya cek sejak tahun 2014, balai lelang, pujasera, rusun, camping ground, area outbound, dan pusdiklat, sudah tidak tampak.

Pasar ini memiliki lapak yang terdiri dari 192 lapak yang setiap lapak ukuran 4×6 meter, dan memiliki luas sekitar 50 hektar. Dengan kehadiran Pasar Puspa Agro, proyeksi pejabat Pemprov, tidak hanya berdampak positif pada perekonomian, tetapi juga pada pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas .

Mana hasilnya? Sementara, "induk semangnya" didirikan tahun 2010 dengan status Badan Pelaksana dari PT Jatim Grha Utama.

Perusahaan ini kemudian diubah statusnya menjadi perseroan terbatas akhir tahun 2013.

Baca Juga: "Berburu Harta Karun Jagat", Mirip Permainan Judi

PT Puspo Agro, dipercaya Gubernur saat itu msngelola kawasan seluas 50 ha, milik negara.

Dan direncanakan sebagai kawasan terintegrasi di bidang perdagangan pasar. Saat ini baru 20 ha terbangun. Masya Allah.

 

***

 

Akal sehat saya tahu, BUMD seharusnya menjadi sumber utama pendapatan daerah di luar pajak, karena BUMD adalah sebagai bentuk usaha perekonomian yang dimilik oleh daerah yang digunakan sebagai pengembangan dan pembangunan ekonomi daerah. Buktinya apa direksi PT Puspo Agro, mampu?

Pertanyaan nakal kewartawanan saya, mengapa pengelolaan BUMD disebut secara ekonomis sulit untuk dipertanggungjawabkan dan kurang efisien?

Ini bisa dijawab bila para direksi PT Puspo Agro, diperiksa oleh KPK, Bareskrim atau Kejaksaan.

Hasil wawancara ayah saya (yang juga wartawan) dengan direksi PT Puspo Agro, awal ditemukan pengelolaan BUMD  kkurang serius sehingga tidak menghasilkan sesuatu yang bernilai. Selain, kurangnya sumber daya manusia yang kompeten .

Saya heran, mengapa Badan Usaha Milik Daerah sulit berkembang dibandingkan dengan BUMN?

BUMD di daerah sulit berkembang karena menggunakan tenaga kerja setempat yang belum memenuhi standar dalam pengelolaan BUMD.

Padahal ada momen desentralisasi dalam Pemerintahan yang ditetapkan pada Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945. Konstitusi kita menghendaki agar daerah yang dibentuk dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya. Tiap daerah diberikan kewenangan yang sangat besar dalam menjalankan pemerintahannya melalui otonomi daerah. Untuk melaksanakan otonomi daerah, maka diperlukan sumber keuangan yang cukup dan kekuatan kepada daerah, salah satunya adalah pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Tujuan negara baik, tapi tidak tahu nawaitu tiap kepala daerah.

Baca Juga: Hakim-hakim Miliarder, Ternyata Hasil Kejahatan

Mengingat dalam pengelolaan BUMD, peran kepala daerah sangat strategi sebagaimana diatur dalam pasal 331 Undang-Undang Pemerintah Daerah. Gubernur pun berperan selaku pemegang kekuasaan umum pengelolaan kepala daerah.

Kini Gubernur sudah berganti. Apakah Khofifah, mesti ikut mengawasi operasional PT Puspa Agro?

 

***

 

Akal sehat saya sejak kuliah manajemen, diajari jargon "APBD itu uang rakyat. Adatnya uang rakyat dan harus kembali ke rakyat” .

Apalagi muncul PP No. 38/2016. PP ini bisa menyelesaikan kerugian negara/daerah, sebagaimana amanat UU No. 1/2004 Pasal 63 ayat (2).  Ironisnya, selama ini tidak ada mekanisme dimana publik, bisa mengontrol penggunaan dana APBD untuk mendirikan BUMD.

Dalam kondisi rakyat yang prihatin ditimpa berbagai musibah covid 19, pantaskah para direksi "bermain bola" gunakan uang rakyat?

Padahal rakyat memerlukan dana tersebut untuk kepentingan yang lebih nyata dan mendesak.

Saya memantau belum ada ketegasan dari Pemerintah daerah dan Kontrol Publik. Saat ini, kita seperti menikmati sebuah pertunjukan yang mengharu-birukan perasaan sekaligus lucu tapi membuat geram, dimana PT Puspa Agro selama 13 Tahun kelola uang rakyat sebesar Rp 600 miliar, seperti tanpa kontrol.

Menggunakan jargon orang keuangan,  APBD adalah uang rakyat dan harus kembali ke rakyat, maka secara kesatrian, para Direksi kedua perseroan itu mesti mempertanggungjawabkan secara hukum dan sosial, kembalikan modal usaha Rp 600 miliar, sebab itu adalah hak saya juga sebagai rakyat di Jawa Timur.

Apakah para Direksi kedua perseroan, kesatria? Hadap ke DPRD serahkan sisa modal. Dan hadap ke Kejaksaan pertanggungjawabkan uang rakyat yang telah lenyap dengan alasan perusahaan merugi. Wait and see. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU