Luhut, Bisa Diamuk Massa Seperti Ade Armando

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 17 Apr 2022 21:56 WIB

Luhut, Bisa Diamuk Massa Seperti Ade Armando

i

Luhut Binsar.

 

SURABAYA PAGI, Jakarta- Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, pasca lontarkan soal 110 juta Big Data penundaan pemilu 2024, tak henti-hentinya dikritik.
Para pengkritik Luhut ada IIndonesia Corruption Watch atau ICW. Lembaga ini datangi langsung kantor Kementerian Maritim dan Investasi Luhut Panjaitan pada Rabu (30/3).
Kedatangan ICW untuk mengirim surat pada Luhut, untuk membuka Big Data penundaan Pemilu 2024 yang pernah Luhut sampaikan. Ada perusahaan analisis big data, Evello. Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti. Politisi PDIP Masinton Pasaribu. Pengamat politik Dedi Kurnia Syah. Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana dan Pakar telematika, Roy Suryo.

Baca Juga: Jokowi Tunjuk Menko Marves Luhut Jadi Ketua Pengarah Pengembangan Industri Gim Nasional

Eggi Sudjana mengkhawatirkan Luhut bisa bernasib seperti Ade Armando, yang diamuk massa.
“Ini jika aparat kepolisian tidak segera memproses hukum kebohongan big data Luhut.Saya menghimbau agar aparat bertindak, khawatir terjadi amuk massa dan peristiwa yang dialami Ade Armando bukan mustahil dapat terjadi pada Luhut Pandjaitan,” ingat Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana kepada redaksi www.suaranasional.com, Sabtu (16/4/2024).

Luhut Terbitkan Keonaran
Eggy menilai pernyataan luhut soal 110 juta data dukungan tunda Pemilu berdasarkan big data adalah berita atau pemberitahuan bohong yang menerbitkan keonaran. Perbuatan Luhut ini memenuhi unsur-unsur pidana sebagaimana dimaksud pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, yang diancam 10 tahun penjara.
“Barang siapa, menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun”.[Pasal 14 ayat (1) UU No 2/1946].

Unsur Kebohongan Publik
Menurut Eggi, Pasal Pasal 14 ayat (1) UU No 2/1946 kategori delik umum bukan delik Aduan. Sehingga aparat penegak hukum dapat langsung menyidik kasusnya tanpa menunggu adanya laporan masyarakat.
Eggi mengingatkan, unsur kebohongan publik yang disampaikan Luhut Panjaitan sempurna terpenuhi melalui pernyataan La Nyalla Mattalitti yang menyebut Luhut berbohong dengan dasar data rujukan dari perusahaan analisis big data, Evello. Pernyataan La Nyalla ini juga sejalan dengan temuan data dari pemilik Dron Emprit Ismail Fahmi.

“Sementara Luhut sendiri, hingga saat ini tidak membuka sumber referensi rujukan data klaim 110 juta orang yang menginginkan tunda Pemilu. Saat didebat oleh mahasiswa UI, luhut berkelit dengan dalih beda pendapat soal tuntutan membuka klaim 110 juta dukungan tunda Pemilu dari Big Data,” ungkap Eggy.

Dia menuturkan, Luhut sangat layak dipecat dari kabinet karena menjadi pembuat keonaran dan tidak bisa membuktikan klaimnya.

Pernyataan Luhut Panjaitan terkategori menyiarkan berita atau pemberitahuan, bukan menyampaikan pendapat. Al hasil, apa yang diungkap Luhut soal 110 juta Big Data adalah berita atau pemberitahuan bohong, bukan pendapat yang tidak memiliki argumentasi.

“Kebohongan Luhut soal 110 juta Big Data telah memicu keonaran ditengah masyarakat. Ramainya penolakan publik terhadap wacana tunda Pemilu, hingga masifnya demo mahasiswa yang menolak tunda Pemilu di berbagai daerah, adalah konfirmasi terpenuhinya unsur ‘menerbitkan keonaran’ yang meresahkan masyarakat,” tegas Eggi.

Manuwer Politik Pembantu Presiden
Sementara Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu meminta Presiden Joko Widodo untuk mereshuffle para menteri yang getol menyuarakan penundaan pemilu 2024.
Masinton pun menyinggung dua nama menteri di Kabinet Indonesia Maju, yaitu Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, yang memang aktif berbicara penundaan pemilu.
Hal itu disampaikan Masinton dalam diskusi daring bertajuk 'Setop Suarakan Perpanjangan Jabatan Presiden: Lalu?' pada Jumat (8/4/2022).
Awalnya, Masinton menilai arahan Jokowi yang melarang para menteri bicara penundaan pemilu bisa menyetop manuver politik yang dilakukan para pembantu presiden.
"Sesungguhnya ketika presiden melarang itu, tidak boleh ada lagi yang melakukan manuver dan bila perlu sebenanrya adalah menteri yang mewacanakan itu harus dievaluasi karena itu adalah kalau saya katakan mencoreng demokrasi," kata Masinton.
Anggota DPR RI dari PDIP ini menyebut, para menteri yang lantang bicara penundaan pemilu sebagai pencoreng demokrasi.
Dia menilai hal itu sebagai bibit lahirnya sebuah tirani. Sebab, hal itu tak sejalan dengan agenda reformasi.
Selain itu, proses demokratisasi sulit diwujudkan jika ada menteri yang bermental tiran.
Masinton lantas menyebut menteri Bahlil dan Luhut.
"Nah ini menurut saya, apa yang dilakukan oleh salah seorang eh bukan lagi salah seorang, ada dua menteri kalau enggak salah yang pertama Menteri BKPM (Bahlil Lahadalia) terus Menko Maritim Investasi (Luhut Binsar Panjaitan) yang bukan, tidak bidangnya itu," ucapnya.
Lebih lanjut, Masinton menilai saat ini kekuatan oligarki kapital tidak hanya menginfiltrasi kekuasaan tapi sudah mengintervensi pusat kekuasaan.
Oligarki kapital ini, lanjut Masinton, ingin mengeruk kekayaan alam Indonesia namun bukan untuk kepentingan rakyat.
"Menurut saya ini harus disuarakan untuk dilakukan reshuffle menteri yang berwatak tirani seperti ini. Kalau kita biarkan, ini akan tetap beroperasi dan bergerilya untuk memanfaatkan jabatan dan kekuasaan, menabrak sendi-sendi konstitusi dan dibenturkan kepada rakyat," tandasnya.

Big Dusta Luhut
Sedangkan Pakar telematika, Roy Suryo, menyebut, big data yang disampaikan Luhut Panjaitan itu adalah big dusta. Keengganan Luhut membuka big data makin menguatkan Luhut berbohong.

Menurut pakar telematika Roy Suryo, keengganan Luhut Binsar Panjaitan membuka big data makin menguatkan bahwa apa yang disampaikan Luhut Panjaitan ini bohong.

Sebab hingga kini, kata Roy, Luhut tak pernah mau mengungkap klaim tersebut, termasuk saat didemo mahasiswa ketika berada di Universitas Indonesia (UI) belum lama ini.

Baca Juga: Jubir Luhut Bereaksi, Bosnya Dituding Jenderal Mencla-mencle

“Sejak pertama statement-nya keluar (17/3), saya sudah sampaikan bahwa big data yang disebut-sebut itu adalah big dusta,” tegas Roy Suryo dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (16/4).

Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini menilai, Luhut sama saja melakukan kebohongan luar biasa jika tidak bisa membuktikan omongannya.

“Kemarin adik-adik BEM UI juga sudah minta langsung, tetapi tidak bisa dijawabnya. Sekarang Ketua DPD secara tegas sudah juga menyatakan El-Be-Pe, alias ‘Lu Bohong Pren’. Ambyar,” pungkasnya.

Penegasan LaNyalla
Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD) AA La Nyalla Mahmud Mattalitti menuding Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan berbohong soal big data.

“Jadi sudah saya sampaikan bahwa yang disampaikan oleh saudara Luhut Binsar Pandjaitan itu adalah bohong. Saya hanya menyampaikan itu bohong,” katanya di Jakarta, Kamis (14/4/2022).

Menurutnya, jika klaim big data yang dimiliki Luhut terbukti salah, maka sikap pemerintah selanjutnya merupakan kewenangan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan bukan urusannya lagi.

“Perkara dia di-reshuffle atau apa bukan urusan saya. Saya hanya mau sampaikan kepada publik jangan takut dan terpengaruh dengan berita bohong itu,” imbuhnya.

Baca Juga: Ganjar Tuding Wiranto, Luhut dan Agum, Jenderal Mencla-mencle

Gelagat Kesewenangan Luhut
Pengamat politik Dedi Kurnia Syah meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan menangani Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
"Seharusnya Presiden Jokowi mengambil sikap saat melihat gelagat kesewenangan Luhut," tegas Dedi kepada GenPI.co, Jumat (15/4/2022).

Menurut Dedi, Jokowi juga harus menghentikan sikap Luhut yang arogan, salah satu contohnya, menolak dan mengatakan masyarakat tidak berhak mendesaknya mebeberkan isi big data ke publik.

"Minimal Jokowi harus menghentikan kekuasaan Luhut sebab dia berpotensi menyelewengkan kekuasaan atas nama membela Presiden," katanya.

Dedi menambahkan, hal tersebut akan berdampak buruk, khususnya terkait tata kelola pemerintahan. "Jelas ini tidak baik bagi Presiden," terangnya.

Dedy menambahkan, Luhut sudah termasuk penyebar berita bohong atau hoaks. Sebab, tidak ada bukti terkait big data yang dia klaim.

"Penyebar berita bohong yang berdampak pada stabilitas nasional, aksi demonstrasi, dan menyulitkan pemerintah berkomunikasi dengan baik pada publik," jelas dedy. sr, erc, jk, gnp

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU