Tes PCR Penumpang Pesawat, Produk Kekacauan Hukum

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 24 Okt 2021 20:38 WIB

Tes PCR Penumpang Pesawat, Produk Kekacauan Hukum

i

Ilustrasi karikatur

SE Menhub dan Satgas Covid-19 Terkait Aturan bagi Penumpang Pesawat Udara, Merujuk Inmendagri 54. Tapi Isinya Bertabrakan

 

Baca Juga: Covid-19 di Indonesia Naik, Ayo Masker Lagi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya  - Publik Indonesia belum lama ini dikejutkan dengan adanya aturan yang mewajibkan para calon penumpang pesawat wajib menggunakan surat tes negatif PCR sebagai syarat keberangkatan.

Aturan tersebut termaktub dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2021 tentang PPKM Level 1-4 di Jawa dan Bali yang ditandatangani pada 18 Oktober lalu.

Dalam bagian ketiga huruf (q) poin 2 secara verbatim menyebutkan bagi pelaku perjalanan domestik; wajib menunjukkan PCR (H-2) untuk pesawat udara serta antigen (H-1) untuk moda transportasi mobil pribadi, sepeda motor, bis, kereta api dan kapal laut.

Aturan terebut mulai diberlakukan bagi penumpang pesawat udara untuk tes PCR terhitung sejak hari ini, Minggu (24/10/2021).  Ditambah lagi, aturan ini berlaku baik untuk wilayah PPKM dengan level 1, 2, 3 maupun 4.

Selain inmendagri no 54, ada pula aturan lain yang mengatur terkait perjalanan penumpang menggunakan moda transportasi darat, laut maupun udara. Diantaranya adalah surat edaran satuan tugas penanganan covid-19 nomor 21 tahun 2021 dan Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 88 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri Dengan Transportasi Udara Pada Masa Pandemi COVID-19.

Berbeda dengan inmendagri 54, dua aturan tersebut memberikan pilihan kepada calon penumpang baik udara, darat maupun laut untuk memilih menggunakan tes PCR ataupun tes antigen sebagai syarat perjalanan.

SE Menhub 88 misalnya, pada bagian 5 huruf d poin 1 dan 2, mensyaratkan tes pcr bagi penumpang dengan tujuan penerbangan ke wilayah dengan PPKM level 3 maka wajib menggunakan tes PCR. Sementata di bawah dari itu dapat memilih menggunakan tes pcr ataupun rapid antigen.

"Penerbangan dari atau ke bandara di Jawa dan Bali, antarkota di Jawa dan Bali, serta daerah yang ditetapkan melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri sebagai daerah kategori PPKM Level 4 dan Level 3 wajib menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama dan surat keterangan hasil negatif RT-PCR yang sampelnya diambil 2x24 jam sebelum keberangkatan," bunyi poin 1 huruf d bagian 5.

"Penerbangan dari dan ke bandara di luar Jawa dan Bali yang ditetapkan melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri sebagai daerah dengan kategori PPKM Level 1 dan Level 2, wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif RT-PCR yang sampelnya diambil maksimal 2x24 jam atau hasil negatif rapid test antigen yang sampelnya diambil maksimal 1x24 jam sebelum keberangkatan," bunyi poin 2 huruf d bagian 5.

Sama halnya dengan SE kemenhub, SE satgas covid-19 juga memberikan pilihan kepada masyarakat yang berada pada level 1 PPKM untuk menggunakan tes PCR ataupun tes antigen sebagai syarat perjalanan.

Adanya 3 aturan yang berbeda ini pun menjadi perhatian sejumlah pihak. Salah satunya datang dari Pakar Hukum Administrasi Negara Universitas Brawijaya Bahrul Ulum Annafi, SH., MH.

Menurut Bahrul, secara hukum administrasi negara, urusan transportasi merupakan tugas pokok dari kementerian perhubungan dan atau bukan ranah dari menteri dalam negeri. Terkait inmendagri 54, ia menjelaskan, aturan tersebut ditujukan bukan kepada masyarakat melainkan kepada kepala daerah dalam hal ini gubernur, bupati dan walikota.

Secara konstruksi hukum, intruksi mendagri bersifat internal atau hanya digunakan untuk kepentingan internal suatu instansi. Suatu instruksi merupakan perintah atau arahan untuk melakukan suatu pekerjaan atau tugas atau petunjuk dari atasan kepada bawahan jika dalam sebuah lingkungan instansi atau jabatan. Dalam kasus ini adalah perintah dari mendagri kepada para kepala daerah.

"Secara hukum instruksi ini sifatanya ke dalam, ditujukan untuk gunernur, bupati dan walikota. Itulah mengapa setiap ada instruksi mendagri, bupati, walikota ataupun gubernurnya menindaklanjutinya dengan surat edaran," kata Bahrul Annafi kepada Surabaya Pagi, Minggu (24/10/2021).

Baca Juga: Peletakkan Batu Pertama Dilakukan, LRT Rute Velodrome-Manggarai Mulai Dilakukan Pembangunan

"Jadi ini bukan ditujukan kepada masyarakat," tambahnya.

Hal yang perlu diperhatikan sebetulnya adalah SE Menhub nomor 88. Karena kementrian perhubungan kata Bahrul, merupakan leading sector dari jalur transportasi baik darat, udara maupun laut.

"Kalau ditanya apakah mendagri ini offside kewenangan, saya rasa tidak juga. Karena itu ditujukan kepada kepala daerah untuk ditindaklanjuti. Lalu sekarang bagaimana masyrakat harus bertindak? Kan ada rujukannya, SE 88 itu bisa dipakai," ucapnya.

 

Cacat Hukum

Sementara itu, Pakar hukum dan Advokat Surabaya M. Sholeh, SH., MH, menyampaikan, ia tengah mempersiapkan sejumlah bukti materil kecacatan aturan terkait pemberlakuan PCR bagi penumpang pesawat, untuk selanjutnya digugat ke pengadilan.

"Kalau mau gugatkan hari Senin, semoga ada kesadaran dari Tirto Karnavian selaku yang membuat aturan ini. Sehingga masyarakay tidak bingung mau memilih yang mana, mau pake imendagri atau surat edaran dari menhub," kata Sholeh.

Lebih lanjut, Sholeh menjelaskan, kekacauan hukum paling fatal dalam aturan pemberlakuan tes PCR adalah baik SE 88 Menhub maupun SE Satgas Covid-19 sama-sama merujuk pada Inmendagri 54 tersebut.

Baca Juga: Kereta Cepat Jakarta Bandung Resmi beroperasi 1 Oktober 2023

"Kok merujuk inmendagri tapi isinya tidak sama. Inmendagri mewajibkan tes PCR baik level 1, 2, 3 dan 4 sementara SE menteri perhubungan boleh memilih antara antigen atau PCR. Ini kan kacau secara hukum," tegasnya.

Adanya ketidaksamaan dalam isi ke-3 aturan tersebut, menurutnya patut dipertanyaakan. Aturan wajib PCR yang diterapkan mendagri sebetulnya untuk kepentingan siapa, masyarakatkah atau stakeholders yang yang memiliki bisnis tes PCR.

Ia pun mencontohkan, untuk sekali PCR khusus di wilayah Jawa dan Bali dibandrol dengan harga Rp 500 ribu. Bila dalam sehari ada sekirar 10 ribu penumpang maka kurang lebih sekitar Rp 5 miliar yang dikeluarkan untuk tes PCR.

"Ini kepentingan siapa? Kewajiban tes PCR ini kepentingan siapa? Jangan-jangan kepentingan rumah sakit. Jangan-jangan kepentingan klinik. Kalau wajib memilih boleh antigen maka PCR kan gak laku. Ini jangan-jangan loh ya, Indonesia apasih yang gak jangan-jangan," ucapnya.

Lucunya, ketika sejumlah wilayah di Jawa dan Bali masih level 3 dan 4 serta kasus covid-19 berada diangka yang cukup tinggi, pemerintah justru tidak mewajibkan tes PCR. Namun justru memberikan pilihan bagi masyarakat untuk menggunakan PCR atau antigen.

"Sekarang covid-19 sudah landai, mall-mall sudah pada buka kok diwajibkan PCR, logika dimana," katanya mempertanyakan.

Sama halnya dengan Bahrul, Sholeh menyarankan kepada masyarakat khususnya calon penumpang pesawat untuk menggunakan SE Menhub nomor 88 sebagai syarat perjalanan. sem

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU