Awasi Sepak Terjang Stafsus Presiden

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 19 Apr 2020 22:09 WIB

Awasi Sepak Terjang Stafsus Presiden

Dalam Kelola Dana Negara dalam Jumlah besar. Ini Untuk Cegah Munculnya Oligarki Baru dari Generasi Milineal era Pemerintahan Jokowi SURABAYAPAGI.COM, Surabaya – Staf Khusus Presiden dari anak-anak muda yang banyak dilabeli milenial kini menjadi sorotan publik. Pasalnya, sejumlah tindakan mereka dianggap tak mengindahkan konflik kepentingan antara bisnis pribadi dan masyarakat luas. Bahkan, diduga dapat melahirkan oligarki baru anak muda pada pemerintahan Joko Widodo periode kedua ini. Saatnya stafsus presiden juga harus tetap diawasi, karena mengelola dana negara. Disamping itu pemerintah juga harus transparan dalam mengelola dana negara. Ini bila pemerintahan Jokowi tidak ingin dianggap ciptakan oligarki ekonomi baru dari generasi milineal. Demikian pendapat dan pandangan Pakar Ilmu Komunikasi Politik Universitas Airlangga Surabaya Dr. Suko Widodo, Ekonom senior Tjuk Sukiadi, Profesor ekonomi Unair Prof. Tjiptohadi Suwarjono dan akademisi dari Internasional Bussines Management Universitas Ciputra Surabaya, Sri Nathasya Be Sitepu , S.E., M.Ec. Dev. Mereka menanggapi pendapat Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (CESPELS), Ubedilah Badrun, yang mengkhawatirkan bakal muncul oligarki baru dari anak muda. Mereka dihubungi Surabaya Pagi secara terpisah, Minggu (19/4/2020) kemarin. “Sekarang sebetulnya sedang muncul oligarki ekonomi baru. Jadi ada generasi oligarki Ekonomi baru yang sedang dibangun," ucap Ubedilah Badrun, Minggu kemarin. Pernyataan Ubedilah ini pun dibenarkan oleh Dr. Suko Widodo atau biasa disapa Sukowi. Menurut Suko Widodo, munculnya oligarki ekonomi yang dimunculkan anak-anak milenial di dalam lingkaran Presiden Joko Widodo, dilihatnya ada disparitas antara kaya dan miskin. "Saya kira kritik mas Ubedilah di tengah disparitas antara yang kaya dan miskin. Jadi mengingatkan agar jangan lagi ada kebijakan yang berdampak pada disparitas pendapatan masyarakat," ungkapnya. Stafsus Milenial Cukup Konseptor Dr. Suko Widodo menjelaskan bila Staf Khusus Presiden cukup membuat konsep saja, terapi konsep tersebut harus di uji sebelum di aplikasikan, kemudian dengan tidak meninggalkan audit atas konsep dan penerapan konsep tersebut. "Sebetulnya staf itu cukup membuat konsepnya saja. Tetapi konsepnya juga perlu diuji sebelum diaplikasikan, yang mengaplikasikan akan tepat jika yang sudah punya pengalaman. Kemudian, jangan meninggalkan audit atas konsep dan penerapan konsep tersebut" jelasnya. Ia juga menambahkan bila harus ada keterbukaan dan harus ada uji publik sebelum diterapkan. "Satu lagi, harus ada keterbukaan. Konsep itu mestinya juga harus ada uji publik sebelum diterapkan. Sekali lagi staff itu lebih tepat buat saja konsep dan konsep itu diserahkan ke menteri terkait. Disana kan ada mekanismenya, tak perlu buat regulasi baru. Dengan yang ada saja, agar kita tidak terlampau sibuk urusan hukum. Dioptimalkan pihak kementerian saja" imbuhnya. Proyek Oligarki Sama halnya juga dikatakan Tjuk Sukiadi, ekonom senior dari Universitas Airlangga. Tjuk menyampaikan pendapatnya mengenai diterbitkannya Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang dianggap sebagai oligarki ekonomi di Indonesia. “Jangan sampai dana yang dialokasikan untuk penanganan Covid-19, ini diperlakukan sebagai ‘proyek’ oligarki untuk memperkaya diri sendiri dan kepentingan pribadi. Jika ada oknum pemerintah/partai yang tertangkap korupsi dana Covid-19 ini, harus dihukum lebih berat," ujar Tjuk Sukiadi kepada Surabaya Pagi, Minggu (19/4/2020) Tjuk memberikan contoh bahwa munculnya oligarki ekonomi bisa ada pada staf khusus presiden milenial. Tetapi, Tjuk mengingatkan, bahwa para stafsus milenial ini harus tahu masalah birokrasi yang ada. “Bisa saja terjadi, jika berjalan seperti ini terus. Kecenderungan oligarki ini memang besar sekali di Indonesia sejak era koalisi partai dulu. Yang penting mereka bisa menunjukkan untuk jadi calon pemimpin yang baik." tutup Tjuk Sukiadi. Terpisah, Prof Tjiptohadi Sawarjuwono salah satu ekonom dari Universitas Airlangga, juga melihat, bahwa staf khusus presiden yang masih tergolong milenial, tetapi sudah mengelola dana negara triliunan rupiah, harus diawasi dalam kinerjanya. "Saya sangat mengakui dan menghargai kemampuan mereka (stafsus presiden), tapi mereka juga juga harus tetap diawasi karena mereka juga mengelola dana negara," kata Tjiptohadi. Tjiptohadi juga menambahkan pemerintah harus tetap transparan dalam mengelola dana negara jika tidak ingin dianggap oligarki ekonomi. "Libatkanlah BPK dalam pengawasannya, jika memang ada yang bersalah ya harus ditindak. Siapapun dan apapun latar belakangnya, stafsus milenial sekalipun." tambahnya. Aset Kekayaan yang Besar Sementara, Sri Nathasya Be Sitepu, akademisi di IBM Universitas Ciputra Surabaya melihat, oligarki ekonomi merupakan kekuasaan ekonomi secara efektif dipegang oleh sekelompok elit kecil dari masyarakat yang bisa dilihat dari kekayaan nya lebih besar atau pertumbuhan kekayaan lebih besar dari pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh Indonesia. "Saya lihat, ada segelintir orang-orang di Indonesia yang oligrator, orang yang punya kekayaan yang sudah lebih banyak sejak sebelum Jokowi. Berkembangnya kondisi ekonomi ada juga generasi milenial tapi sudah memiliki aset atau kekayaan yang lumayan besar," jelasnya. Pengajar yang biasa di sapa Tasya ini tidak setuju bila Staf Khusus Presiden termasuk oligarki ekonomi, pasalnya tidak semua Staf Khusus Presiden bisa dikelompokkan menjadi orang-orang yang memiliki kekayaan. "Kalau dari Staf Khusus Presiden Jokowi dikatakan apakah Presiden Jokowi dikelilingi oligrator atau generasi Milenial yang termasuk oligarki ekonomi menurut saya tidak, karena tidak semua Staf Khusus Jokowi itu bisa dikelompokkan menjadi orang-orang yang memiliki kekayaan atau oligarki ekonomi yang besar" paparnya. Kurangi Kesenjangan Ekonomi Ditanya soal siapa yang patut disalahkan, Tasya menuturkan bila pemerintah sebaiknya mengurangi kesenjangan ekonomi sehingga rasio dini Indonesia bisa ditekan dan menuturkan 5 saran yang ia nilai tepat. "Kalau berbicara siapa yang patut disalahkan, maka pemerintah harus mengurangi kesenjangan ekonomi dan saya menyarankan 5 hal yang seperti, aspek keuangan, regulasi pajak, aspek aksesibilitas, aktivitas BUMDES, dan koperasi ekonomi gotong royong kembali digerakkan," terangnya.adt/byt/jk/erk/c10/rmc

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU