Ayo Gaes... Jangan Berkelakar Remehkan Virus Corona!

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 27 Apr 2020 04:30 WIB

Ayo Gaes... Jangan Berkelakar Remehkan Virus Corona!

Catatan Wartawan Muda Raditya Mohammer Khadaffi Surabaya, dan sebagian wilayah di Sidoarjo, Gresik, Selasa (28/4/2020) sudah diterapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Sejak Jumat (24/4/2020) kemarin, masing-masing kepala daerah sudah membuat peraturan PSBB menegaskan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 18 tahun 2020 dan Keputusan Gubernur Nomor 202 Tahun 2020. Penerapan PSBB di Surabaya, Sidoarjo dan Gresik (atau bisa disebut Surabaya Raya), berguna untuk memutus mata rantai penyebaran coronavirus disease (Covid-19). Pasalnya, hingga Minggu (26/4/2020), Surabaya, kota tertinggi di Jawa Timur, dengan pasien positif pengidap Covid-19. Yakni 368 kasus pasien positif Covid-19. Setiap hari, Surabaya terus ada peningkatan kasus positif. Dari catatan laman lawancovid-19.surabaya.go.id, terjadi peningkatan 13 persen. Nah, bila dikomulatifkan Surabaya, Sidoarjo dan Gresik, yang sudah menjadi zona merah lebih dulu. Total pasien komulatif positif Covid-19, 470 kasus pasien positif, terbesar se-Jatim. Atau 61,19 persen pasien positif berasal dari tiga kota tersebut. Apakah ini menunjukkan, Surabaya, Sidoarjo dan Gresik, warga masyarakatnya belum disiplin untuk memerangi Covid-19 yang memiliki jumlah penduduk total 6,7 juta? Apakah belum sadar dengan keganasan penyebaran Covid-19? Padahal, dari data WHO, penyebaran Covid-19 ini menular melalui orang yang telah terinfeksi virus corona. Penyakit dapat menyebar melalui tetesan kecil dari hidung atau mulut ketika seseorang yang terinfeksi virus ini bersin atau batuk. Kita sendiri tidak tau, siapa yang terjangkit Covid-19. WHO pun merilis, orang yang paling rentan terkena Covid-19 adalah orang yang lebih tua diatas 50 tahun, dan mereka yang memiliki masalah medis atau yang memiliki imunitas rendah. Eh, jangan senang dulu anak muda yang tidak mudah terjangkit Covid-19. Di Indonesia saja, ada tenaga medis yang berusia 30 tahunan, meninggal karena Covid-19. Juga kawan saya semasa kuliah di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, yang usianya sebaya dengan saya, sekitar 34-35 tahun, juga meninggal dunia setelah menjalani 20 hari di salah satu RS di Jakarta, karena positif Covid-19. Bahkan, bila dilihat dari 250 hingga 300 orang di Korea Selatan yang dilakukan rapid test acak pada awal Maret 2020, sebanyak 30 persen yang terjangkit Covid-19 adalah anak muda usia 20 sampai 29. Angka ini tiga kali lebih besar dari generasi berusia 30-39, dan dua kali lebih besar dari generasi yang berumur 40 tahun ke atas. Jadi, bila kita melihat data valid, justru anak muda bisa menjadi pembawa (carrier) penyebaran virus di Indonesia. Bahkan tidak mungkin di Surabaya sendiri. *** Dalam, dua minggu terakhir, saya yang selalu menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri, beberapa kumpulan anak muda masih belum menghiraukan himbauan pemerintah untuk menerapkan protokol kesehatan. Setiap pulang dari kantor, saya menyaksikan warung kopi di sekitar Simo dan Banyu urip, diatas jam 21:00 WIB, masih berkelompok anak muda. Memang memakai masker. Tetapi saya melihat ada yang tidak memakai masker. Bila itu di warung kopi pinggiran, ada juga “warung kopi” elit Indonesia yang memiliki cabang di Jalan Sulawesi, Jalan Panglima Sudirman, Jalan Ahmad Yani, Jalan HR Muhammad, dan lain-lain. Malam-malam pun masih “dipadati” anak muda yang bersosial. Padahal, untuk “warung kopi” elit Indonesia itu memiliki pangsa pasar sosial anak muda yang cukup terpelajar. Saya menyebut kenapa terpelajar, karena mereka sanggup menikmati secangkir kopi hitam kecil seharga Rp 30ribu-Rp40ribu. “Warung kopi” elit Indonesia ini terbilang masih membandel. Berbeda dengan “warung kopi” franchise impor bergambar Medusa itu. Sejak awal April 2020, sudah tidak memperkenankan penikmat kopi impor itu dine-in di tempat sembari menikmati wifi gratis dan panganan pendamping kopi impor. Mereka sudah menetapkan sistem take-away. Kursi-kursi pun dihilangkan dalam sekejap dari pandangan. *** Mereka, anak muda itu seperti tidak sadar. Dengan pandemi Covid-19 ini, mau tidak mau, mereka harus sudah melek. Toh, mereka juga memiliki wawasan dan update berita yang lebih cepat ketimbang usia-usia lainnya. Di tangan kanan dan tangan kiri, bahkan bisa bersanding ponsel pintar keluaran Android ataupun iOS terbaru. Mungkin terbaru. Atau tidak terbaru. Tetapi setidaknya, mereka bisa membuka segala informasi tentang Covid-19 melalui mesin pencari di ponselnya. Mereka kaum intelektual, atau saya sebut kaum milenial. Sama seperti saya. Bisa mengupdate bagaimana ganasnya Covid-19 menyerang negara maju seperti Italia, Jerman, Spanyol, bahkan kini sudah merasuki negara adidaya Amerika Serikat. Bahkan, ada joke satir yang saya peroleh, virus Covid-19 yang sudah sampai di Amerika Serikat bukan tak mungkin, sudah direncanakan oleh lawan abadi AS dalam perang dagang. Yakni China. Virus Covid-19 sendiri ditemukan pertamakali di kota Wuhan, China, H-1 sebelum perayaan Imlek. Beberapa hari kemudian, langsung menyebar cepat ke beberapa negara. AS, yang kini memiliki rekor positif Covid-19 dan kematian tertinggi dalam 24 jam, yakni 4.500 kasus. Kini, sudah mencapai 960.869 kasus pasien positif Covid-19. Jauh meninggalkan China, yang kini sudah mulai nihil kematian dan hampir seluruhnya sudah pulih (saya sebut pulih, bukan sembuh, karena hingga kini, vaksin ampuh Covid-19 belum ditemukan) dari Covid-19. Presiden AS, Donald Trump pun sampai menyebut, virus Covid-19 atau virus Corona ini buatan dari China. Apa benar? Saya sempat menemukan artikel, penelitian Profesor Fisiologi Kedokteran Jepang, Prof. Dr. Tasuko Honjo, menyebut bahwa virus Corona tidaklah alami sebagai virus penyakit. Saya mengutip pernyataan Prof. Tasuko Honjo, “the corona virus is not natural. If it were natural, it would not have adversely affected the entire world like this. Because, as per nature, temperature is different in different countries. If it is natural, it would have adversely affected only those countries having the same temperature as China. Instead, It is spreading in a country like Switzerland, in the same way it is spreading in the desert areas. Whereas if it were natural, it would have spread in cold places, but died in hot places. I have done 40 years of research on animals and viruses. It is not natural. It is manufactured , and the virus is completely artificial. I have worked for 4 years in the Wuhan laboratory of China. I am fully acquainted with all the staff of that laboratory. I have been phoning them all, after the Corona accident. but, all their phones are dead for the last 3 months. It is now understood that all these lab technicians have died. Based on all my knowledge and research till date, I can say this with 100% confidence that Corona is not natural. It has not come from bats. China has manufactured it. if what I am saying today is proved false now or even after my death, the government can withdraw my Nobel Prize. But China is lying and this truth will one day be revealed to everyone.” Dia dalam artikelnya, menyebut, “Jika itu alami, itu tidak akan mempengaruhi seluruh dunia seperti ini. Karena, sesuai sifatnya, suhu berbeda di berbagai negara. Jika itu alami, itu akan berdampak buruk hanya pada negara-negara yang memiliki suhu yang sama dengan Cina. Sebaliknya, itu menyebar di negara seperti Swiss, dengan cara yang sama menyebar di daerah gurun. Padahal kalau itu alami, pasti sudah menyebar di tempat dingin, tetapi mati di tempat panas. Saya telah melakukan 40 tahun penelitian tentang hewan dan virus. Itu tidak alami. Ini dibuat, dan virus ini sepenuhnya buatan. Saya telah bekerja selama 4 tahun di laboratorium Wuhan di Cina. Saya sepenuhnya kenal dengan semua staf laboratorium itu. Saya telah menelepon mereka semua, setelah kecelakaan Corona. tapi, semua ponsel mereka mati selama 3 bulan terakhir. Sekarang dipahami bahwa semua teknisi laboratorium ini telah meninggal. Berdasarkan semua pengetahuan dan penelitian saya sampai saat ini, saya dapat mengatakan ini dengan keyakinan 100% bahwa Corona tidak alami. Itu belum datang dari kelelawar. Cina telah membuatnya.” *** Tetapi benar atau tidak, pandemi Covid-19 yang sudah menyerang lebih dari 120 negara di dunia. Dan sudah menyerang Indonesia. Di Indonesia sendiri, hingga Minggu (26/4/2020) yang terdata oleh Pemerintah RI, sudah mencapai 8.607 kasus positif. Dari kasus positif, 720 kasus meninggal dunia dan 1.042 sudah pulih. Sementara 6.845 kasus masih dalam penanganan. Sekarang, tunggu esok hari, penerapan PSBB di Surabaya Raya mulai diberlakukan. PSBB untuk melawan Covid-19. Saya mengajak teman muda sebaya saya, gunakan akal sehat umumnya anak muda pembelajar (mahasiswa dan siswa). Mari gunakan nalar intelektual kalian. Pesan nalar saya berdasarkan referensi WHO dan pemerintah pandemi Covid-19 Jangan mentang-mentang, kalian merasa masih muda. Jangan abaikan virus mematikan ini. Pikir ulang keinginan berleha-leha dan berkelakar remehkan virus corona dengan ucapan sombong seperti ini, “Ahh saya khan masih muda. Tidak sakit. Awakku wedine ambek Gusti Allah ae.” Sudah… akhiri pernyataan, pikiran dan pandangan absurd itu. Apalagi sekarang di bulan Ramadhan. Baru kali ini lho, Ramadhan saya (mungkin dengan kalian semua), dibarengi info was-was soal Covid-19. Memang penerapan PSBB Surabaya Raya belum mulai. Tetapi, sebagai generasi muda, kita perlu menjadi inisiasi gerakan melawan Covid-19. Sama boongnya bila satu sisi beberapa generasi muda melakukan donasi-donasi untuk Covid-19, tetapi tidak diimbangi dengan perilaku anak muda yang beradab dan memiliki nalar akal sehat. Mari sama-sama membantu pemerintah dan masyarakat mengurangi serangan virus Corona ini. Tentu melalui bidang kalian masing-masing. Yak opo carane? Yah, jangan ikut menyebarkan informasi hoaks. Kemudian ikut memberikan pemahaman dan penyuluhan pola hidup sehat ke masyarakat, terutama teman sebaya. Apalagi sebentar lagi PSBB di Surabaya Raya, diberlakukan. Termasuk bisa juga PSBB di beberapa kota lain di Indonesia. Selain itu, kalian juga menjaga diri sendiri. Menjaga kesehatan diri sendiri. Jangan sampai kalian menjadi beban dan menambah panjang daftar masalah yang harus di selesaikan oleh pemerintah. Kondisi terburuk, kalian bisa menjadi media penyebaran virus Corona ke orang yang berinteraksi dengan kalian. Dan kalian terus berusaha bagaimana mematuhi apa yang dilakukan pemerintah. Bila cara Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dengan langsung take action, yah monggo diikuti. Apalagi masih muda, yuk take action yang bermanfaat. Dan bila cara Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa lebih pendekatan religi, yuk kalian terus berdoa sekaligus mendekatkan pada Allah SWT. Insha Allah kalian bisa bareng-bareng sadar menekan penyebaran Covid-19 rek. Wis gak usah nyangkruk-nyangkruk bengi-bengi yo. ([email protected])

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU