DPR: Cabut Aturan Tes PCR Naik Pesawat

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 21 Okt 2021 20:36 WIB

DPR: Cabut Aturan Tes PCR Naik Pesawat

i

Seorang penumpang menjalani tes PCR di Bandara Soetta beberapa waktu lalu.

Pemerintahan Jokowi Dinilai Plin plan

 

Baca Juga: Politisi Jalin Politik Silaturahmi

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Pemerintahan Jokowi, dituding suka berubah buat kebijakan. Kini malah mewajibkan tes PCR perjalanan udara di area PPKM Level 3, 2, dan 1 di Jawa dan Bali. Padahal sebelum ini cukup antigen. Policy baru ini dikritk publik termasuk wakil rakyat.

Beberapa penumpang pesawat Batik Air yang dihubungi Surabaya Pagi menilai Tes PCR dinilai menghambat peningkatan jumlah penumpang pesawat. Pasalnya, calon penumpang harus membayar harga mahal untuk bisa menaiki pesawat terbang.

 Makanya Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, menolak keputusan pemerintah mengenai syarat wajib tes PCR bagi seluruh penumpang pesawat udara. Ia menjelaskan, kebijakan tersebut akan memberatkan masyarakat, baik dari sisi biaya, tenaga, maupun waktu karena tidak semua daerah memiliki alat pemeriksaan dengan metode PCR.

“Saya nyatakan menolak keputusan pemerintah yang mewajibkan penumpang pesawat domestik harus PCR dulu walaupun sudah dua kali vaksin," kata dia kepada reporterTirto, melalui keterangan tertulis, Kamis (21/10/2021).

Selain itu, politikus PKB ini menilai kebijakan tersebut akan berimbas pada menurunnya minat masyarakat dan akan berdampak sistemik bagi tumbuh kembang perekonomian.

Ia menilai sikap pemerintah plin plan di mana sebelum aturan baru ini dirilis sudah diputuskan apabila calon penumpang sudah vaksin hingga dosis kedua, maka cukup melakukan tes antigen pada H-1. Namun jika masih dosis pertama, maka harus tes PCR dalam kurun waktu H-2.

“Saya heran dengan sikap pemerintah Jokowi yang terlihat sekali plin plan. Sebelumnya kan sudah diputuskan bagi calon penumpang pesawat rute domestik dan sudah vaksin kedua maka cukup Antigen. Nah sekarang malah wajib PCR tanpa terkecuali," ujar Ninik.

 

Pihak ke Pelaku Bisnis

Bahkan Ketua Kelompok Komisi (Kapoksi) IX DPR Nur Nadlifah mempertanyakan Instruksi Menteri Dalam Negeri yang mewajibkan tes PCR perjalanan udara di area PPKM Level 3, 2, dan 1 di Jawa dan Bali ini.

Tapi tes antigen masih diterima bila melakukan jalan darat seperti mobil pribadi dan sepeda motor maupun bus dan kereta api, serta kapal laut.

Menurut Nur Nadlifah , kebijakan itu memberatkan masyarakat dan malah memihak pelaku bisnis tes PCR.

"Percuma masyarakat diajak menyukseskan vaksinasi, tapi kenyataan di lapangan masih dibebankan dengan tes PCR. Seharusnya masyarakat tidak dibebankan dengan hal-hal yang semestinya tidak perlu dilakukan," kata Nur Nadlifah, Kamis (21/10/2021).

Di aturan sebelumnya, calon penumpang pesawat boleh menggunakan tes antigen jika sudah divaksin lengkap. Tapi, kini kebijakan penggunaan tes antigen dihapuskan.

Oleh karena itu, menurutnya pemerintah malah membuat kebijakan yang bertolak belakang dan menimbulkan spekulasi publik mengenai konspirasi COVID-19.

"Kita selama ini berjuang 'mati-matian' mengajak masyarakat untuk mau divaksin sehingga 'herd immunity' tercapai, namun muncul kebijakan penumpang pesawat wajib PCR. Publik jadi berpikir, 'oh vaksin itu proyek bisnis kesehatan, percuma vaksin wong masih wajib tes PCR'," ujarnya pula.

Kebijakan ini juga tak sejalan dengan keinginan pemerintah yang ingin mempercepat pemulihan ekonomi. Pasalnya, harga tes PCR tergolong mahal dan tidak terjangkau banyak pihak.

Baca Juga: Jokowi vs Mega, Prabowo vs Mega = Kekuasaan

"Meski saat ini sudah ada batas tertinggi harga tes PCR, bagi kebanyakan masyarakat masih tergolong mahal. Itu karena biaya tes PCR, bisa 50 persen dari harga tiket pesawat," ujarnya lagi.

Instruksi Mendagri terbaru ini mulai berlaku sejak 19 Oktober 2021 sampai dengan 1 November 2021.

 

Tua Polemik

Langkah pemerintah yang mewajibkan skema menyertakan hasil PCR negatif Covid-19 ke penumpang pesawat udara meskipun sudah mendapatkan vaksin sebanyak dua dosis menuai polemik di publik.

 

Komnas HAM Bereaksi

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara menilai syarat baru PCR tersebut sangat menyusahkan.

Beka menyebut, syarat PCR 2×24 jam juga memberatkan sejumlah warga lantaran tidak semua daerah dengan rute penerbangan pesawat memiliki laboratorium yang memberikan layanan cepat untuk mengeluarkan hasil tes PCR tersebut.

“Kebijakan baru pemerintah yang mensyaratkan naik pesawat pakai PCR berlaku 2×24 jam itu bikin ruwet dan memberatkan. Apalagi untuk perjalanan singkat 2-3 hari dan frekuensinya tinggi,” kata Beka melalui unggahan di akun Facebook pribadinya, Kamis (21/10).

Baca Juga: Dinyatakan oleh Ketua Dewan Kehormatan PDIP, Sudah Bukan Kader PDIP Lagi, Jokowi tak Kaget

Beka melanjutkan, biaya dan akses PCR masih tergolong tak mudah dijangkau sejumlah warga. Terkini, batasan tarif tertinggi pemeriksaan screening Covid-19 melalui tes PCR masih berada pada tarif Rp495 ribu untuk daerah di Jawa-Bali, dan Rp525 untuk daerah luar Jawa-Bali.

Beka menilai, batasan tarif tertinggi itu masih bisa diturunkan guna mendukung pencapaian strategi pemerintah dalam aspek testing, tracing, dan treatment (3T) guna mengendalikan pandemi Covid-19 di Tanah Air. Untuk itu, ia meminta agar kebijakan ini kembali direvisi.

“Kebijakan PCR 2×24 jam ini harus dibatalkan. Diganti dengan kebijakan lain tanpa harus meninggalkan kewaspadaan kita akan potensi naiknya penyebaran Covid-19,” ujar Beka.

Adapun perubahan aturan ini tertuang di dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 3, Level 2, dan Level 1 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali.

Ketentuan ini berubah dari sebelumnya, kala itu syarat hasil negatif PCR hanya diperlukan oleh penumpang pesawat yang baru mendapat vaksin dosis pertama. Ketetapan kali ini berlaku untuk penerapan kebijakan PPKM pada periode 19 Oktober sampai 1 November 2021.

Terpisah, Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati menyebut perubahan ini tidak serta merta langsung berlaku. Sebab, Kementerian Perhubungan selaku kementerian teknis yang berkoordinasi dengan otoritas bandara tetap merujuk pada Surat Edaran (SE) Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 17 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri pada Masa Pandemi Covid-19.

Saat ini, Kemenhub masih berkoordinasi dengan Satgas untuk menerbitkan SE baru. Bersamaan dengan itu, syarat perjalanan bagi penumpang pesawat udara masih merujuk pada SE tersebut.

Sementara Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebut, kebijakan anyar Satgas itu telah mempertimbangkan semakin luasnya pintu masuk kedatangan Internasional yang mulai dibuka di sejumlah provinsi kepariwisataan sejak 14 Oktober lalu. Selain itu relaksasi yang terus dilakukan selama PPKM berlangsung perlu menjadi perhatian khusus.

“Kebijakan mobilitas ini diperbaharui, menimbang semakin luas pembukaan operasional sektor sosial kemasyarakatan Prinsip kehati-hatian terus diperhatikan,” ujar Wiku. n er, 05, jk

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU