Refocusing Anggaran Seharusnya Tidak Mengorbankan Hasil Reses

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 05 Nov 2021 22:35 WIB

Refocusing Anggaran Seharusnya Tidak Mengorbankan Hasil Reses

i

M Satib saat menggelar reses di Desa Panduman, Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember, Kamis (4/11/2021).

 

JEMBER - Setiap penyerapan aspirasi masyarakat lewat kegiatan reses, Anggota DPRD Jawa Timur selalu melakukan tindak lanjut tersebut ke Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Namun belakangan ini, tindak lanjut hasil reses tersebut terimbas refocusing anggaran sehingga harapan masyarakat untuk mendapatkan bantuan Pemerintah tidak dapat terwujud alias batal.

Baca Juga: Komisi B Desak Dinas Pertanian Jatim Maksimalkan Kualitas dan Fungsi UPT Hortikultura di Batu

 

Anggota DPRD Jawa Timur M Satib, mengungkapkan, banyak sekali usulan masyarakat yang merupakan tindak lanjut hasil reses atau Pokir mengalami pembatalan karena refocusing anggaran. Seharusnya, Pemprov tidak mengorbankan  hal tersebut jika berkomitmen melakukan pemulihan ekonomi pasca pandemi covid-19 ini. “Tindaklanjut reses itu yang harus diutamakan. Karena tindak lanjut hasil reses itulah yang bisa kita berikan kepada masyarakat sebagi modal dasar dalam rangka pemulihan ekonomi,” tegas Satib saat Reses di Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember, Kamis (4/11/2021.

 

Menurutnya , disaat pandemi covid seperti ini, ada dua  fungsi pemerintah yang harus di maksimalkak. Yaitu kesehatan dan pemulihan  ekonomi. Ketika covid sudah melandai bagaimana melakukan pemulihan ekonomi di masyarakat. Sebab adanya covid banyak PHK, lalu jatuhnya harga komoditi eksport yang berdampak pada petani dan masyarakat Kecil maka penghasilan masyarakat ikut berkurang. “Dari sinilah, tindak lanjut reses atau Pokir itu harusnya tidak di refocusing oleh Pemerintah,” pinta Anggota Komisi D DPRD Jatim ini. 

 

Terlebih tindak lanjut hasil reses ini kebanyakan untuk perbaikan infrastruktur di desa seperti saluran irigasi dan jalan akses ekonomo pedesaan. “Justru ini harus digerojok karena yang bekerja adalah orang-orang di daerah yang mendapatkan program itu. Sebab program hasil tindak lanjut reses tersebut mayoritas adalah Padat Karya. Tapi kalau ini dibatalkan maka tidak ada lagi program pengungkit di tingkat paling bawah untuk pemulihan ekonomi,” papar politisi Partai Gerindra ini.

 

Baca Juga: Komisi D Dukung Pembangunan MRT di Surabaya

Sebaliknya, refosing lebih tepat diperuntukkan pada proyek besar yang tidak terlalu urgent. Bahkan sebaiknya ditunda dan dialihkan ke program padat karya seperti tindak lanjut hasil reses. “Dari hal inilah, Komisi D ingin pembangunan infrastruktur benar-benar bermanfaat buat masyarakat,” jelasnya.

    

Permasalahan lain yang banyak dikeluhkan masyarakat di dapil Jember-Lumajang adalah pupuk bersubsidi yang semakin langka. “Saya pernah menawarkan solusi kepada Bupati, maka disini negara harus hadir lewat namanya pemerintah memberikan solusi kepada petani,” sarannya.

Satib mengusulkan pada pemerintah 2 skema solusi soal pupuk pertanian. Skema Pertama, Pemerintah membeli pupuk bersubsidi dari dana APBD lalu diberikan cuma-cuma kepada petani secara proporsional sesuai kepemilikan luas lahan. Sisanya, masyarakat diajarkan beli pupuk non subsidi dengan harga normal. “Pasti skema ini kalau dijalankan lebih hemat bagi petani. Karena sebagian kebutuhan pupuk dibantu Pemerintah maka menjadi agak ringan. Daripada saat ini petani beli pupuk subsidi mahal dan langka tapi juga tetap beli yang non subsidi,” ungkapnya.

Baca Juga: Bapemperda DPRD Jatim Gagas Raperda Kawasan Tanpa Rokok

 

Skema kedua, petani menggunakan pupuk organik. Caranya dimulai dari Pemerintah hadir lewat kekuatan APBD beli pupuk organik untuk masyarakat dengan memberikannya secara cuma-cuma. Kalau petani langsung disuruh beli pupuk organik pasti tidak akan mau. Karena mereka belum pernah menggunakan pupuk organik sehingga tidak tahu hasilnya seperti apa. “ Pemerintah, belikan dulu pupuk organik secara cuma-cuma lalu beri pendampingan sampai masa panen seperti apa hasilnya. Setelah tahu hasilnya, di musim tanam berikutnya, petani beli pupuk organik sendiri. Polanya juga bisa digilir, seteleh berhasil di desa A maka berikutnya ke Desa B begitu seterusnya,” sebut pria yang berlatar Pengusaha ini.

 

Hal ini agar petani tidak ketergantungan pupuk subsidi, tapi kebutuhan petani harus terpenuhi. “Biaya dan kepastiannya juga lebih efisien dibanding program mendirikan pabrik pupuk,” pungkasnya. rko

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU