Ambisi dan Ambisiusnya Jokowi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 28 Agu 2022 20:38 WIB

Ambisi dan Ambisiusnya Jokowi

i

Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Presiden Joko Widodo, terus mengumpulkan sejumlah relawan. Usai di Istana Bogor, Minggu (28/8/2022) kemarin, Jokowi kembali kumpulkan relawan Musyawarah Rakyat Indonesia (Musra) di Bandung.

Pertemuan ini berlangsung tertutup dan dihadiri sejumlah pimpinan relawan Jokowi seperti Ketua Umum Relawan Buruh Sahabat Jokowi Andi Gani, Ketua Umum Rumah Kreasi Indonesia Hebat (RKIH) Kris Budihardjo, Sekjen Projo Handoko, hingga Ketua Umum Bara JP Utje Gustaat.

Baca Juga: Jokowi Ajak PM Lee Kelola Kawasan Industri Halal Sidoarjo

Presiden kembali bicara pesan politik “jangan terburu-buru menyampaikan sikap politik.” Ini terkait ajakan relawan membahas dukungan capres 2024.

Ada yang memantik saya, atas pidato Jokowi. Lagi, ia merasa heran terhadap kelompok yang memprotes wacana jabatan presiden tiga periode. Padahal kata Jokowi, narasi presiden tiga periode masih dalam tataran wacana saja.

"Karena negara ini negara demokrasi, jangan sampai ada yang baru ngomong tiga periode saja sudah ramai. Itu kan tataran wacana, kan boleh saja orang menyatakan pendapat," kata Jokowi di Musyawarah Rakyat Indonesia (Musra) di Bandung, Jawa Barat, Minggu (28/8/ 2022) kemarin.

Akal sehat saya, berteriak seolah Jokowi menutup mata antara “wacana” dan konstitusi. Keinginan semacam ini secara konstitusi mesti menggelar Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) lagi. Ini untuk mengubah atau  mengamendemen UUD 1945. Dan SI MPR pasti berbiaya mahal.

Mewacana jabatan presiden tiga periode ini apakah sikap patuh pada konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945 atau ambisi mengubah konstitusi?

UUD 1945 sudah mengatur ketentuan mengenai masa jabatan presiden yaitu tercantum pada Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945. Pasal itu menyatakan, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Ketentuan tersebut merupakan buah amendemen UUD 1945 pertama melalui Sidang Umum MPR pada Oktober 1999.

Akal sehat saya juga berteriak lagi bahwa alasan perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode tidak memiliki dasar yang kuat. Dan narasi semacam ini yang digulirkan berulang-ulang memakai oknum menteri dan segelintir parpol praktik menerabas amanat konstitusi. Makanya saya berkata perpanjangan masa jabatan Jokowi jadi presiden ketiga berpotensi memberi ragam peluan penyalahgunaan kekuasaan.

Tak salah saya berpikir, keinginan Jokowi maju kembali di periode ke-3 adalah sebuah ambisi pribadi. Ambisi menggunakan beberapa skenario. Aroma wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi yang beredar sama, jokowi boleh maju jadi presiden yang ketiga.

 

***

 

Maka itu, melalui “diskusi intenal” antara otak dan akal sehat, saya berkesimpulan Jokowi menyebut jabatan Presiden 3 periode untuk dirinya masih di tataran wacana adalah sebuah ambisi pribadi yang dibungkus seolah bottom up, ada dorongan dan desakan dari rakyat. Maka itu cara Jokowi mengingatkan kepada pihak yang protes, untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi dengan cara yang baik dan tidak anarkis, sebuah permainan kata-kata seolah bernuansa demokratis, tapi pada hakekatnya menggoalkan ambisi pribadinya untuk berkuasa ketiga kalinya.

Catatan jurnalistik saya, menyebut wacana jabatan tiga periode ini sebelumnya pernah muncul di awal tahun 2022. Ini disuarakan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. Ia mengklaim ide melanggar konstitusi tersebut merupakan aspirasi masyarakat. Lalu wacana yang sama datang dari Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia.

Saya tidak paham apa yang sebenarnya terjadi soal utak atik jabatan presiden tiga periode untuk Jokowi. Apakah sekedar sebuah ambisi Jokowi adau ambisius Jokowi. Akal sehat saya berkata hanya Jokowi dan Allah SWT yang tahu. Apakah ambisius itu positif dan negatif?

Saya ingin melihat orang ambisius dari sudut pandang positif, tidak negatif. Bagi saya, orang ambisius biasanya memiliki semangat pendorong orang untuk mencapai hal-hal besar. Pengalaman hidup saya selama kelola perusahaan koran. Tanpa ambisi, tak ada hal hebat yang akan pernah dilakukan.

Jadi secara keseluruhan, ambisius adalah kualitas positif, terutama bagi orang-orang yang mencoba membangun bisnis mereka sendiri. Jokowi, bukan kelola negara miliknya. NKRI adalah milik bersama 270 juta rakyat.

Baca Juga: Apple Investasi Rp 1,6 Triliun, Microsoft Rp 14 Triliun

Ambisius saya kelola perusahaan keluarga beda dengan Jokowi, kelola NKRI. Jokowi, secara konstitusional tak bisa menetapkan tujuan kelola negara sendirian.

Pengalaman hidup saya, dalam beberapa kasus, saya kadang dihadapkan ambisius yang ekstrem. Ambisius ekstrem saya terapkan lebih sering berakhir dengan lebih banyak kerugian daripada kebaikan. Semoga Jokowi tidak dihinggapi sifat ambisius ekstrem.

Pengalaman hidup saya ada efek samping berbahayanya.

 

***

 

Dari catatan jurnalistik saya dalam dua tahun terakhir, Jokowi seperti memiliki ambisi politik yang sangat tinggi. Terutama banyak dugaan bahwa perpanjang masa jabatan presiden jadi tiga periode merupakan keinginan pribadinya.

Bahkan tersebar kabar, Jokowi menganggap teriakan masa jabatan presiden tersebut seolah-olah berasal dari keinginan masyarakat.

Sepintas Jokowi sangat memperlihatkan keinginannya agar tiga periode jabatannya itu benar bisa terjadi. Saya memotret ada kesan Jokowi tak ingin kalah bersaing dengan partai politik.

Baca Juga: "Memeras" Uang Rakyat

Sudah satu tahun beberapa partai politik mulai membangun fondasi dan kekuatan politik menyongsong perhelatan pilpres 2024.

Kini pembentukan koalisi juga mulai mengerucut ke beberapa nama dengan elektabilitas yang tinggi. Pilihan ini membuat posisi Jokowi berdiri di antara pilihan relawan dan partai politik. Lalu apakah ini ancaman bagi partai politik? Apa yang ingin ditunjukkan Jokowi ke publik dan partai?

Dengan intensitas Jokowi galang relawan jelang konstelasi Pilpres 2024, terbaca mesin kekuatan relawan Jokowi dan partai politik, bersaingan seperti mulai panas. Konsolidasi relawan Jokowi mewarnai fondasi dan kekuatan politik terakhir ini. Fenomena apa?

Padahal, dalam dua pilpres 2014 dan 2019, Jokowi, maju melalui partai PDIP. Dua periode pilpres sebelumnya, Jokowi menunjukan loyalitasnya terhadap partai.

Dalam pandangan saya, manuver-manuver Jokowi mobilisasi relawan kurang memahami cara bernegara yang baik.

Padahal keinginannya ini bertentangan dengan konstitusi. Tapi dengan manuver mengatasnamakan rakyat tersirat dan tersurat seolah secara kuantitatif keinginan rakyat itu bisa mengubah konstitusi.

Akal sehat saya berpendapat Jokowi, dengan kekuasaan yang dimiliki sekarang ini Jokowi asyik bermanuver kelola relawan dan lobi Ketua Umum beberapa partai politik. Termasuk gagasan untuk menantang UUD 1945 dimana jabatan presiden dibatasi dua periode. Terkesan Jokowi, dengan proyek IKNnya rela mempraktikan ambigunya. Ia sadar landasan hukum negara untuk membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden.

Akal sehat saya juga berbisik sepertinya mobilisasi dukungan 3 periode bukan gejala demokrasi tapi gejala ke arah otoritarianisme. Benarkah akal sehat saya. Wait and see. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU