Cabup Mestikah Ikuti Said Agil, Andalkan Uang

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 13 Agu 2023 20:22 WIB

Cabup Mestikah Ikuti Said Agil, Andalkan Uang

i

Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - YouTube NU Channel yang saya tonton hari Minggu (13/8) ada pernyataan Mantan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj, yang mengejutkan. Pernyataannya ini disampaikan saat ia berpidato kebudayaan dengan tema 'Kembali ke Cita-cita Luhur Bangsa' di Gedung Joang 45. Acara ini disiarkan di YouTube NU Channel, Jumat (11/8/2023). Sampai Minggu (13/8/2023) Publik bisa mengakses.

Mantan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj berbicara mengenai oligarki yang terjadi saat ini. Said Aqil menyinggung soal jadi bupati saat ini tak perlu pintar, akan tetapi yang penting memiliki uang. Kalau beruang, jangankan bupati. Calon kepala desa juga mesti siapkan uang. Tentu untuk merayu warga agar memilihya. Hal baru yang saya anggap aneh, Said Agil mendikotomikan pintar dan uang.

Baca Juga: Emil Dardak, Si Genius, Bisa Menteri, Bisa Tetap Wagub

Apakah jadi bupati tak harus pintar? Menurut akal sehat saya, pernyataan mantan Ketua PBNU, tidak logis. Orang pintar itu bisa cari uang. Beda dengan orang punya uang tapi tidak pintar.

Saya ingat pesan penulis buku Rich Dad Poor Dad, Robert Kiyosaki, penulis buku itu, orang pintar tidak akan menabung.

Mengutip blog resminya Richdad.com, dia membeberkan bahwa menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ohio State University pada tahun 2017, hasil riset menunjukkan bahwa orang dengan IQ 130 menghasilkan pendapatan antara US$ 6.000 dan US$ 18.500 lebih banyak per tahun dibandingkan mereka yang memiliki IQ 100.

Menurut Kiyosaki, Poor Dad selalu berkata, "Bekerja keras dan hemat uang." Namun, dia tidak mengikuti sarannya sendiri. Kurangnya kecerdasan finansial membuatnya pilihan uang yang buruk, menguras tabungannya.

Apakah Said Agil tak baca buku "Rich Dad Poor Dad" atau ia tidak percaya terhadap pendapat Kiyosaki.

 

 

***

 

Literasi keuangan mengatakan salah satu keahlian yang mutlak diperlukan setiap orang untuk meraih kesuksesan dalam hidup, adalah pintar mengelola uang.

Alasan mengapa kita harus pintar mengelola uang ? Salah satunya hadapi hari tua.

Kalau kita tidak pintar, mengelola keuangan di hari tua kita tidak punya cukup bekal untuk bertahan hidup.

Kata Kiyosaki, uang itu bukan ditabung, tapi diinvestasikan. Hasilnya, uangnya bisa tumbuh secara eksponensial. Ini tipe orang pintar.

Alasan terpenting mengapa orang harus pintar mengelola uang?Karena orang pintar bisa memikir masa depan yaitu menua, sakit-sakitan dan tidak lagi bisa bekerja.

Baca Juga: "Memeras" Uang Rakyat

Makanya saat uang banyak kita harus pintar mengelola keuangan. Jadi menjadi orang yang pintar mengelola uang itu menurut saya keharusan.

Karena, tidak punya uang itu problem, tapi punya banyak uang juga problem. Ini kalau tidak pintar mengelolanya dengan baik.

 

***

 

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Firli Bahuri, tahu untuk menjadi kepala daerah di Indonesia harus memiliki banyak uang. Kepala daerah sekelas wali kota/bupati, minimal calon harus memiliki pegangan uang Rp65 miliar.

Plt Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar, malah sebut biaya minimal yang harus dikeluarkan paslon bupati/walikota di kisaran Rp 25 miliar hingga Rp 30 miliar. Artinya uang masih menjadi kunci untuk memenangkan pertarungan dalam Pilkada.

Temuan KPK setelah Pilkada selesai, mereka yang kalah masuk rumah sakit jiwa. Ini, karena politik uang menjadi beban bagi para kepala daerah terpilih. Mengingat mereka harus mengembalikan uang untuk kampanye. Antara lain dijanjikan sesuatu oleh para calon kepala daerah. Kebanyakan janji memudahkan pihak ketiga mendapatkan proyek dalam pemerintahan di daerah tersebut.

Baca Juga: Pilgub 2024, Khofifah Tanpa "Lawan Tanding" Sebanding

Bahasa bisnisnya, para calon kepala daerah itu menggadaikan kekuasannya. Ini yang menyebabkannya korupsi, di OTT dan berakhir pada masalah hukum. Bagaimana caranya calon bupati pintar menekan politik uang.

Ini mesti calon bupati harus pintar- pintar atur kesepakatan penjatahan proyek dan perizinan kepada bandar yang mendukung mereka selama kampanye.

Beberapa Bupati di OTT karena kasus suap, gratifikasi dan pencucian uang. Semuanya berindikasi balas budi kepada pihak tertentu atau tim sukses yang membantu dalam proses pemilihan.

Maka itu, kandidat yang membayar pemilih pasti dia bukan kandidat pintar kelola uang pilkada. Cabup ini andalkan cara-cara membeli suara, tanpa menjual ide dan program. Praktik obral uang saat kampanye, bisa jadi cabup yang ikuti saran Said Agil, yaitu tak harus pintar, tapi memiliki uang.

Akal sehat saya berbisik cabup yang hanya andalkan uang pada saat memasuki masa-masa Pemilu, hanya akan berlomba untuk mendapatkan simpati masyarakat dengan cara apapun, termasuk suap sana sini atau politik uang.

Padahal politik uang memiliki potensi bisa merugikan negara. Rumusnya, saat sudah berhasil memenangkan suara, berupaya untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan sebelumnya. Ini benih benih tindakan korupsi.

Cabup andalkan uang menurut saya hanya akan mementingkan dirinya dan kelompoknya saja.

Rakyat pemilih harus diedukasi mulai sekarang. Pemilih muda (mayoritas Pilkada 2024) jangan sampai menyia-nyiakan hak suaranya hanya untuk uang. Mengingat uang adalah iming-iming sementara. Memilih cabup hanya tergiur uang sama artinya kita memberikan suara kepada calon bupati/walikots yang tepat. Pesan saya dari ruang redaksi harian Surabaya Pagi, pemimpin daerah adalah cerminan dari rakyatnya. Setuju? ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU