Home / Hukum dan Kriminal : Catatan Politik Wartawan Surabaya Pagi

Irjen Karyoto, Ojo Grusa-grusu Periksa Firli

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 09 Okt 2023 10:59 WIB

Irjen Karyoto, Ojo Grusa-grusu Periksa Firli

i

Catatan Hukum Politik Wartawan Surabaya Pagi, Raditya M. Khadaffi

SURABAYAPAGI.com, JakartaPeredaran foto yang ada wajah Ketua KPK Firli Bahuri, dan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL), bikin kehebohan publik.

Ada apa foto yang konon diambil April 2022 diedarkan saat SYL, akan ditetapkan tersangka dugaan korupsi pemerasan, gratifikasi dan TPPU.

Baca Juga: Pilgub 2024, Khofifah Tanpa "Lawan Tanding" Sebanding

Penyebaran foto ini berurutan dengan foto pemanggilan ajudan dan sopir pribadi  SYL? Bisa jadi bermotif teror ke KPK? Teror agar penetapan ketersangkaan  SYL, diolor-olor?

Bagaimana hukumnya memfoto seorang penegak hukum tanpa ijin? Riil, potret ini bisa alat bukti suatu perbuatan seseorang jika suatu saat terjadi sengketa atau dugaan tindak pidana? Apakah melanggar hukum? Lalu bagaimana kekuatannya sebagai bukti di persidangan?

Pada dasarnya setiap orang diperbolehkan untuk memfoto barang yang merupakan miliknya, berada dalam properti miliknya, atau berada di ruang publik. Selain itu, mengacu kepada prinsip dasar kepemilikan, setiap orang juga diperbolehkan untuk memfoto barang yang berada di tempat privat milik orang lain sepanjang diberikan izin oleh pemilik tempat tersebut! Dan orang yang memfoto diberikan izin untuk masuk ke tempat tersebut.

Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”), orang yang memfoto mempunyai hak moral dan hak ekonomi terhadap foto tersebut.

Namun demikian, meskipun orang tersebut diperbolehkan atau diberikan izin untuk memfoto, terdapat batasan jika foto tersebut merupakan potret dengan objek manusia. Berdasarkan Pasal 12 UU Hak Cipta, orang yang memfoto dilarang untuk menggunakan foto yang berupa potret tersebut guna kepentingan komersial tanpa adanya persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya.

Oleh karena itu, apabila suatu foto diambil hanya untuk berjaga-jaga agar nanti dapat dijadikan sebagai alat bukti, tindakan memfoto tersebut tidak termasuk tindakan yang melanggar hukum sepanjang foto tersebut diambil secara sah yaitu merupakan foto atas barang/orang yang berada di tempat miliknya sendiri, berada di tempat publik, atau berada di tempat privat milik orang lain namun foto diambil dengan izin dari pemilik tempat tersebut.

Namun, seiring berkembangnya teknologi informasi, terdapat kebutuhan untuk mengakodomir informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagai alat bukti, yang akhirnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Alat bukti elektronik diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 44 UU ITE.

Pasal 5: (1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

(2) Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

Dengan ketentuan tersebut, sosok Ketua KPK Firli Bahuri lebih rawan dijadikan objek pemerasan ketimbang SYL. Apalagi SYL sedang bermasalah.

Dan sebagai pimpinan KPK ada larangan bertemu pihak yang ditangani KPK. Mens reanya dimana?

Mengkaji permasalahan dugaan korupsi SYL, bisa diduga Mens reanya ada pada SYL. Apalagi disertai foto dan diedarkan ke publik. Lalu bikin kegaduhan.

Tampaknya, unsur kesalahan berhubungan dengan keadaan mental dan niat pelaku saat melakukan perbuatan cenderung berada pada SYL.

 

***

 

Dari sudut pandang profesionalis penegak hukum, seorang pensiunan Komjen Polri, terlalu ceroboh memeras seorang menteri yang berlatar belakang politisi di ruang publik, lapangan bulu tangkis.

Apalagi "memeras" uang senilai USD 1 Miliar? Bila di kurskan dengan nilai rupiah berjumlah Rp 15 triliun. Ini angka yang bukan main beratnya. Kalaupun bawa Rp 15 Triliun, harus mengangkut dengan truk.

KPK maupun Polda Metro Jaya bisa berkolabotasi mengusut SYL, darimana sebagai seorang menteri, ia bisa punya uang sebesar dan sebanyak itu?

Apalagi hartanya dilaporkan ke KPK sebesar Rp 22 miliar. Perlu diusut, uang itu memang ada atau ilusi. Kalau ilusi, berarti SYL juga mengumbar hoax.

 

***

 

Hukum itu pembuktian. Foto- foto kejadian, acapkali dinilai hakim sebagai petunjuk.

Dalam kasus dugaan pemerasan, bukti yang digali umumnya terdiri saksi dan uang. Dalam sejumlah kasus , perkara pemerasan acapkali disertai pengancaman.

Tindak pidana dalam Pasal 368 KUHP yang lazim disebut "pemerasan" menggunakan "kekerasan atau ancaman kekerasan".

Dalam ayat (1) "Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya orang itu memberikan barang, yang sama sekali atau sebagaiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri kepunyaan orang lain atau supaya orang itu membuat utang atau menghapus piutang, dihukum karena memeras, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun."

Baca Juga: Pemuda LIRA Minta Gus Muhdlor Penuhi Panggilan KPK

Pemerasan (Belanda: afpersing; Inggris: blackmail), adalah satu jenis tindak pidana umum yang dikenal dalam hukum pidana Indonesia.

Dalam Black’s Law Dictionary (2004: 180), blackmail diartikan sebagai ‘a threatening demand made without justification’. Sinonim dengan extortion, yaitu suatu perbuatan untuk memperoleh sesuatu dengan cara melawan hukum seperti tekanan atau paksaan.

Dalam konteks hukum pidana, suatu perbuatan disebut pemerasan jika memenuhi sejumlah unsur.

Unsur-unsurnya bisa ditelaah dari pasal 368 ayat (1) KUHP: “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.

Subjek pasal ini adalah ‘barangsiapa’. Menurut Andi Hamzah (2009: 82), ada empat inti delik atau delicts bestanddelen dalam pasal 368 KUHP.

Pertama, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Kedua, secara melawan hukum. Ketiga, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman. Keempat, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang.

Unsur ‘dengan maksud’ dalam pasal 368 KUHP memperlihatkan kehendak pelaku untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain. Jadi, pelaku sadar atas perbuatannya memaksa. Memaksa yang dilarang di sini adalah memaksa dengan kekerasan. Tanpa ada paksaan, orang yang dipaksa tidak akan melakukan perbuatan tersebut (SR. Sianturi, 1996: 617).

Unsur ini menurut saya jelas dan tidak perlu penafsiran.

Dengan cara memaksa, pelaku, katakan Firli Bahuri, ingin korban, sebut SYL menyerahkan barang atau membayar utang atau menghapus piutang. Jika yang terjadi penyerahan barang, maka berpindahnya barang dari tangan korban menjadi peristiwa penting melengkapi unsur pasal ini.

Pertanyaannya "uang" USD $ 1 miliar itu menurut logika saya tak cukup diwadahi satu kopor kerja.

Juga ada referensi sebuah Putusan Hoge Raad 17 Januari 1921. Putusan ini menyebutkan penyerahan baru terjadi apabila korban telah kehilangan penguasaan atas barang tersebut (R. Soenarto Soerodibroto, 2009: 229).

Nah, alat bukti apa saja yang akan diajukan SYL?

Apakah hanya ajudan dan sopir. Ini hanya satu alat bukti berupa saksi. Alat bukti apa lagi untuk memenuhi kecukupan pembuktian yang diatur dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP.

Bahkan ada literasi Putusan Hoge Raad pada 23 Maret 1936. Putusan ini menyimpulkan bahwa disebut pemerasan jika seseorang memaksa menyerahkan barang yang dengan penyerahan itu dapat memperoleh piutangnya, juga jika memaksa oang untuk menjual barangnya walaupu dia harus bayar harganya penuh atau bahkan melebihi harganya.

Baca Juga: Pak Jokowi, Ngono Yo Ngono, Ning Ojo Ngono

Bahkan jumlah barang yang dipaksa untuk diserahkan tidak masalah. Inil ada di putusan PN Kisaran lewat putusan No. 309/Pid.B/2008 tanggal 11 Juni 2008 telah menghukum seorang terdakwa RSP dua bulan penjara karena terbukti memaksa orang lain menyerahkan uang seribu rupiah.

 

***

 

Wajar bila Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan anak buahnya di Polda Metro Jaya untuk hati-hati dalam menangani kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terhadap Syahrul Yasin Limpo. Terkait  penanganan kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).

Pasalnya, menurut Kapolri Listyo, kasus ini melibatkan lembaga maupun tokoh yang sudah dikenal publik.

Akal sehat saya berkata kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa mempengaruhi kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah itu.

Tak ada salahnya Kapolri "menegur" Kapolda Metro Jaya agar proses hukumnya betul-betul dilakukan secara profesional untuk menghindari gejolak di tengah masyarakat. Bahasa jawanya, ojok grusa grusu beropini periksa dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK.

Apalagi sudah ada penegasan bahwa pimpinan KPK itu kolektif kolegial.

Artinya, semua keputusan kelembagaan diambil melalui proses pembahasan bersama secara kolektif kolegial oleh seluruh pimpinan

Dan bukan keputusan individu salah seorang pimpinan KPK.

Aturan hukumnya bukan keputusan individu salah seorang pimpinan KPK.

Lebih lebih Ketua KPK Firli mengatakan pertemuannya dengan Mentan Syahrul Yasin Limpo, terjadi pada Maret 2022.

Sementara  proses penyelidikan kasus korupsi di Kementan dimulai pada Januari 2023. Faktanya,  pertemuan dengan SYL itu terjadi jauh sebelum KPK melakukan penyelidikan. Firli mengakui pertemuan itu bukan atas inisiasinya. Nah, itu keterangan Firli sebagai terlapor. Halo Pak Irjen Karyoto. Jelaskan. ([email protected])

Editor : Raditya Mohammer Khadaffi

BERITA TERBARU