Sayur yang Ditemukan Ulat untuk Balita Stunting di Jombang, Ternyata Disediakan Pihak Ketiga

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 14 Nov 2023 16:58 WIB

Sayur yang Ditemukan Ulat untuk Balita Stunting di Jombang, Ternyata Disediakan Pihak Ketiga

i

Sayur sop yang terdapat ulat. SP/Istimewa

SURABAYAPAGI.COM, Jombang - Menu makanan tambahan lokal untuk balita stunting dan ibu hamil (bumil) pada program pos perbaikan gizi (PPG) ternyata, disediakan oleh pihak ketiga, melalui e-katalog. 

Informasi yang dihimpun, pemberian makanan tambahan (PMT) lokal untuk balita stunting, wasting dan ibu hamil tersebut disediakan oleh salah satu hotel ternama di Jombang. 

Baca Juga: Komoditas Unggulan Vanili: Perawatan Mudah, Harga Jual Tinggi

Menu PPG untuk balita stunting dan waspada stunting (wasting) dipatok dengan harga Rp 16.500. Harga itu mencakup nasi, ayam goreng, sayur, pisang dan dua butir telur puyuh. Sedangkan bumil dianggarkan Rp 21.500 dengan komposisi menu nasi, ayam goreng, sayur, dan buah pisang.

Namun, baru di hari pertama pembagian pemberian makanan tambahan (PMT) lokal pada pos perbaikan gizi balita stunting dan wasting serta ibu hamil, sudah mucul permasalahan. Yakni, ditemukan adanya belatung atau ulat di dalam sayur yang di bagian. 

Sehingga Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang mengambil tindakan dengan menghentikan pembagian PMT yang rencananya akan dilakukan selama tiga puluh hari kedepan. 

"Iya, kita hentikan karena banyak komplain di masyarakat setelah kejadian itu (temuan ulat di dalam sayur)," kata Kepala Dinas Kesehatan Jombang, Budi Nugroho, Selasa (14/11/2023). 

Harusnya PPG akan dilakukan selama 30 hari kedepan, mulai Senin 13 November 2023. Karena adanya permasalahan makanan PMT lokal tak layak konsumsi, maka PPG yang digawangi Dinkes Jombang, melalui Puskesmas di masing-masing kecamatan dihentikan.

"Tetapi karena sudah ada permasalahan, otomatis bahwa quality control dari penyedia kan tidak baik, maka akhirnya kami hentikan," ujar Budi. 

Dijelaskannya untuk penanganan stunting, biasanya pihak Dinkes menggunakan produk pabrikasi. Hal ini untuk menghindari berbagai kemungkinan terburuk.

Namun, karena ada regulasi dari pemerintah pusat, yang mengharuskan untuk membelanjakan PMT lokal.

"Biasanya penanganan stunting biasanya kita gunakan pabrikasi seperti susu formula. Dan itu untuk menghindari hal-hal seperti ini. Tapi oleh kebijakan di pusat untuk penanganan stunting yang dananya dari insentif fiskal, diharapkan PMT lokal, sehingga kita tidak membelanjakan pabrikasi susu," tandasnya. 

Baca Juga: Upacara Hardiknas di Jombang, Belasan Peserta Bertumbangan: Kelamaan ‘Dijemur’

Ia mengaku bila PMT stunting diberikan pabrikasi susu formula, maka dapat dipastikan bahwa penanganan stunting ini tepat sasaran. Karena susu itu, pasti dikonsumsi oleh balita.

"Alasan kami supaya menggunakan pabrikasi itu gini, kalau pabrikasi berupa susu, itu pasti dan bisa dipastikan, yang akan mengkonsumsi adalah si balita, atau si anak-anak stunting. Karena tidak mungkin diminum orang tuanya, saudaranya atau kakaknya," tutur Budi memungkasi. 

Diberitakan sebelumnya, pada makanan tambahan yang diberikan pada balita stunting, wasting dan ibu hamil (bumil) di Kecamatan Sumobito serta Kecamatan Bareng, balita dan bumil menerima sayur sop yang ada ulatnya. Selain itu bumil di Kecamatan Bareng, mendapatkan susu yang ada ulatnya.

Kades Madiopuro Suwito Hadi mengaku, dari 8 warga penerima bantuan stunting yang mengikuti PPG di kecamatan Sumobito, terdapat dua warganya yang menerima makanan tambahan tidak layak.

"Bantuannya saya tolak saya kembalikan, karena makanannya tidak layak. Bantuan PPG, khususnya bantuan stunting di Desa Madiopuro saya tolak karena tidak layak dimakan," ujar Suwito, Senin 13 November 2023.

Dari 8 warga masyarakat Desa Madiopuro yang balitanya menderita stunting, semuanya menerima makanan berulat dan tidak layak konsumsi.

Baca Juga: Panen Raya Berakhir: Petani di Jombang Nangis, Harga Gabah Anjlok

"Yang stunting di Desa saya ada 8, Ada dua warga yang makanannya sempat dibuang karena tidak layak dimakan manusia. Yang 6 saya kembalikan," katanya.

Ia pun mengaku heran mengapa anggaran miliaran rupiah dari pemerintah untuk stunting namun makanan tambahan untuk perbaikan gizi justru tidak layak konsumsi.

"Dana miliaran kok ngasi warga kayak gitu," tuturnya.

Ia pun menjelaskan pemerintah pusat memberikan bantuan untuk mengatasi stunting ini miliaran rupiah setiap kabupaten, tapi mengapa di lapangan justru kualitas makanan yang diperuntukkan balita stunting tidak layak konsumsi.

"Pemerintah ini kan menggelontorkan biaya untuk stunting itu bukan jutaan, tapi miliaran. Khusus untuk mengentas masalah stunting. Tapi pemerintah (Kabupaten) memberikan bantuan makanan untuk stunting, kalau gak layak konsumsi kan malu besar," katanya. Sarep

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU