Home / Opini : Kasih Karunia

Imlek, Berbagi Kasih

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 21 Jan 2024 20:22 WIB

Imlek, Berbagi Kasih

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Tak lama lagi ada peringatan Imlek. Tahun 2024 ini Imlek, akan dirayakan bertepatan dengan Sabtu, 10 Februari 2024 .

Perayaan Imlek secara nasional diselenggarakan setiap tahun oleh Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin). Acara ini selalu dihadiri oleh Presiden dan pejabat negara lainnya. Ini menggambarkan sikap saling menghargai antar suku, etnis, dan umat beragama yang ada di Indonesia.

Baca Juga: Mari Hidup Sederhana

Pada saat malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chuxi yang berarti ‘Malam pergantian tahun’.

Puji Tuhan, tahun Baru Cina merupakan hari libur nasional yang memberikan masyarakat China untuk bertemu kembali dengan keluarganya sambil merayakan kedatangan Tahun Baru.

Dan tahun baru China selalu dirayakan pada hari pertama Kalendar Bulan Cina.

Menurut perhitungan Kalender Gregorian, peringatan hari libur ini jatuh pada bulan Januari atau Februari.

 Kemudian dari hari pertama bulan pertama di penanggalan tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh pada tanggal 15.

Menurut legenda yang ada, dahulu kala Nian merupakan seekor raksasa pemakan manusia dari pegunungan. Nian muncul di akhir musim dingin untuk memakan panen, ternak, dan bahkan penduduk desa. Untuk melindungi diri para penduduk menaruh makanan di depan rumah supaya Nian memakannya lalu pergi.

Pada suatu waktu, penduduk melihat Nian ketakukan ketika melihat seorang anak kecil yang berpakaian berwarna merah. Sehingga sejak saat itu Nian tidak pernah kembali ke desa dan setiap tahun baru penduduk menggantungkan lentera dan gulungan kertas merah serta menyalakan kembang api untuk menakuti Nian.

Tradisi tersebut kemudia turun-temurun dilakukan dengan mengadakan perayaan dengan mengenakan ornamen berwarna khas merah, disertai pertunjukan Barongsai dan Liong.

Baca Juga: Kisah Warga Kisten Gaza Saat Puasa

Tak lupa terdapat acara sembahyang pada malam tahun baru, berkunjung, makan bersama dan membagikan Angpao. Perayaan Imlek sendiri tidak hanya dinikmati oleh masyarakat Tionghoa melainkan menjadi perayaan bagi masyarakat luas.

Beberapa tahun terakhir, bulan Februari diidentikan dengan perayaan Imlek. Kita tahu bahwa hari raya ini erat kaitannya dengan masyarakat Tionghoa yang tinggal dan menetap di Indonesia. Momen ini tak kalah meriahnya dengan perayaan Natal ataupun Tahun Baru sehingga banyak orang yang memanfaatkannya untuk berkumpul bersama keluarga besar atau pergi berlibur.

Di Indonesia sudah banyak orang Tionghoa yang memeluk agama Kristen sehingga menimbulkan perbedaan pandangan terhadap perayaan Imlek.

Ada sebagian orang Kristen yang turut menyambut Imlek dengan sukacita. Namun ada sebagian lagi yang memilih untuk tidak merayakannya sama sekali. Bagi kelompok yang tidak turut merayakan ini, perayaan Imlek dianggap bertentangan dengan ajaran-ajaran di dalam firman Tuhan.

Apakah rasul Paulus hidup persis seperti orang yang dilayaninya secara mutlak? Tentu saja tidak! Hal ini dibuktikan dengan tegurannya yang ditujukan kepada jemaat Korintus yang hidup seperti orang-orang dunia (1 Kor. 5:1; 15:33). Rasul Paulus hanya mengikuti unsur-unsur budaya tertentu yang selaras dengan kebenaran firman Allah. Apabila suatu unsur budaya tersebut dinilai salah, baik secara konsep maupun secara praktik, maka hal itu  tidak boleh diikuti. Misalnya, praktik percabulan atau penyembahan berhala di di kuil-kuil pada jaman rasul Paulus.

Baca Juga: Keluarga Kristen Milenial

Perihal perayaan Imlek, saya melihat masih ada unsur yang baik yang dapat kita ikuti dalam perayaan tersebut. Misal makan bersama keluarga dan berbagi angpao.

Kedua hal ini tentu tidak bertentangan dengan perspektif Kristiani. Kita bahkan harus menyediakan waktu untuk berkumpul bersama keluarga dan berbagi kasih.

Dalam hal berbagi kasih, kita dapat melakukannya dengan berbagi angpao. Motivasi pemberian angpao ini dapat kita landasi dengan nilai Kristiani yaitu kita mengasihi karena Allah lebih dahulu mengasihi kita (1 Yoh. 4:7-12). Dengan demikian, kita tidak perlu kuatir lagi sebagai umat Kristen dalam merayakan Imlek. Hal-hal tertentu seperti lampion, pohon angpao, atau baju jibao tidak perlu dipermasalahkan. Karena yang terpenting adalah tidak memercayai mitos-mitos yang ada dibaliknya. Jika kita menghilangkan benda-benda tersebut bisa saja kita menjadi batu sandungan bagi sesama kita yang sedang merayakan Imlek. Gong Xi Fa Cai!

Semoga di saat Sin Cia, kita semua rakyat Indonesia,  mendapatkan lebih banyak kekayaan dan kemakmuran. Amin (Maria Sari)

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU