Otto Hasibuan, Komentari Perbandingan Hukum, Mengapa Sedih

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 31 Mar 2024 21:18 WIB

Otto Hasibuan, Komentari Perbandingan Hukum, Mengapa Sedih

i

Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Anggota Tim Hukum Prabowo-Gibran Otto Hasibuan, mengaku sedih karena kubu Ganjar Pranowo-Mahfud Md menyamakan putusan pengadilan Indonesia sama seperti negara Kenya hingga Ukraina.

Otto Hasibuan, yang Ketua Peradi menganggap seakan-akan Indonesia lebih rendah dari negara-negara tersebut. "Dari pihak pemohon 2 merujuk pada putusan-putusan pengadilan yang ada di negara-negara Kenya dan juga Malawi. Terus terang aja, saya sangat sedih, menyesalkan itu seakan-akan negara kita itu lebih rendah daripada negara Malawi, Kenya, dan Zimbabwe," kata Otto Hasibuan, usai sidang perdana sengketa hasil Pilpres di Gedung MK, Jakarta, Rabu (27/3/2024).

Baca Juga: Pak Jokowi, Ngono Yo Ngono, Ning Ojo Ngono

Otto menjelaskan seharusnya negara-negara tersebut yang meniru peradilan di Indonesia. Ia meyakini bahwa hukum di Indonesia lebih baik dari negara tersebut.

"Yang saya rasa menurut saya justru negara Kenya, Zimbabwe, yang harus mengikuti Indonesia tentang hukum. Karena saya meyakini, hukum di negara kita lebih baik daripada mereka, bangsa Indonesia juga lebih baik daripada mereka dalam segala hal," ujarnya.

"Sehingga kalau argumentasi hukum yang disampaikan merujuk kepada UU dan pengadilan yang negara yang tidak lebih baik daripada Indonesia, itu keliru dan itu sungguh menyakiti hati dan bangsa Indonesia. Karena menempatkan negara Indonesia di bawah daripada negara tersebut," imbuhnya.

Narasi Otto saya kutip lengkap untuk memberi gambaran ke publik, terkait perbandingan hukum antar negara.

Apa benar hukum di Indonesia lebih baik dari 3 negara tersebut. Apa putusan MK untuk Gibran, putusan hukum di Indonesia yang lebih baik dari negara tersebut ?

 

***

 

Akademisi dan praktisi hukum, tau tentang perbandingan hukum atau rechtvergelijking. Secara konseptual, perbandingan hukum adalah suatu kegiatan membandingkan sistem hukum yang satu dengan sistem hukum yang satu dengan sistem hukum yang lain ataupun membandingkan lembaga hukum (legal institution) dari suatu sistem hukum yang lain. Dengan perbandingan hukum itu akan ditemukan unsur-unsur persamaan (similaritas) dan unsur-unsur lembaga atau sistemnya. Literasi bacaan saya, perbandingan hukum pidana (comparative criminal law), yaitu membandingakan sistem dan ketentuan pidana di berbagai negara. Manfaat perbandingan hukum pidana, dapat meningkatkan kualitas dan pengembangan ilmu hukum pidana secara praktis dalam bidang legislatif dan yudikatif. Terutama menjaga harmonisasi hukum antarnegara.

Demikian juga ruang lingkup kajian perbandingan hukum. Secara teori dapat dibedakan dalam dua scope, yaitu unlimited dan limited.

Pemahaman saya, semua entitas di dunia ini dapat saling diperbandingkan meskipun tidak harus jelas perbedaan maupun persamaan antara kedua entitas yang diperbandingkan tersebut. Artinya, hukum apapun bisa diperbandingkan dengan hukum apapun yang lain. Tentu sejauh ada alasan untuk memperbandingkan antara keduanya.

Dosen saya di Unair mengatakan kegiatan perbandingan hukum tidak boleh dibatasi oleh alasan-alasan apapun, entah itu fungsionalisme, strukturalisme maupun yang lainnya.

Artinya, pengkaji secara bebas boleh membandingkan apapun tanpa halangan, karena faktor-faktor yang berada dari dalam maupun dari luar sesuatu yang diperbandingkan. Nah, Pak Otto?

Baca Juga: Jokowi vs Mega, Prabowo vs Mega = Kekuasaan

Prof. Drs. Ratno Lukito, M.A., D.C.L, Guru Besar Perbandingan Hukum dan Dosen Program Doktor Ilmu Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, malah mengatakan keberbedaan tidak musti bisa menjadi alasan untuk memperbandingkan hukum satu negara dengan negara lain. Ini karena aktifitas perbandingan itu harus mengikuti syarat dasar agar ia menjadi layak secara ilmiah.

Menurutnya, harus ada unsur komparabilitas yang jelas jika dua atau lebih entitas hukum itu ingin diperbandingkan.

Artinya, hukum yang bisa diperbandingkan hanya terbatas pada hukum yang similia similibus, yaitu terdapat unsur persamaan antara beberapa entitas yang diperbandingkan.

Oleh karena itu, kata Prof. Drs. Ratno Lukito, dalam kajian perbandingan harus memenuhi unsur: (1) Comparatum elemen yang diperbandingkan: substance, structure, local culture; (2) Comparandum, subyek perbandingan; dan (3) Tertium comparationis, yaitu sifat atau elemen umum yang sama-sama ada di masing-masing entitas hukum yang diperbandingkan.

Nah, menurut akal sehat saya melakukan perbandingan hukum dengan negara seperti Kenya hingga Ukraina, tidak ada larangannya. Narasi, seakan-akan Indonesia lebih rendah dari negara-negara adalah pendapat pribadi Otto Hasibuan, sebagai lawyer, bukan peneliti.

Saya juga pernah membaca sebuah disertasi berjudul “Compare But Not to Compare”: Kajian

Perbandingan Hukum di Indonesia, karya Ratno Lukito Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga, [email protected].

Baca Juga: Ganjar tak Hadir, Sinyal Kuat PDIP Oposisi

Disertasi ini memperbincangan perdebatan tentang independensi ilmu perbandingan hukum. Kelompok pertama melihat bahwa ilmu perbandingan hukum secara idealis dan filosofis, pendekatannya pun lebih bersifat kritis. Hal ini sesuai dengan ungkapan Yntema bahwa perbandingan hukum adalah suatu bagian yang integral dari suatu pendekatan yang komprehensif terhadap ilmu sosial dan sains (“An integral part of the more comprehensive universe of social and human science” ( Hessel E. Yntema, “Comparative Law Research, Some Remarks on ‘Looking out of the Cave’,” Michigan Law Review, 54, 7 (1956), hlm. 902)

Dibahas juga bahwa perbandingan hukum adalah ilmu pengetahuan yang lebih general, karena ia bukanlah sekadar ilmu pengetahuan yang bertugas memperbandingkan berbagai hukum, akan tetapi lebih sebagai ilmu pengetahuan sosial yang cakupannya lebih besar dari sekadar kajian hukum itu sendiri. Jadi apa yang menjadi objek kajian perbandingan hukum?

Yang menjadi objek perbandingan hukum ialah (sistem atau bidang) hukum di negara yang mempunyai lebih dari satu sistem hukum (misalnya hukum perdata dapat diperbandingkan dengan hukum perdata tertulis) atau bidang-bidang hukum di negara yang mempunyai satu sistem hukum (seperti misalnya syarat causalitas dalam hukum. Juga perbandingan Hukum Umum, yakni yang akan membandingkan karakteristik, antara sistem-sistem hukum yang ada di dunia dan meliputi sejarahnya, konsepsi, struktur sumber hukum dan lain sebagainya. Termasuk perbandingan hukum khusus, yang akan membandingkan berbagai lembaga hukum yang sering dipergunakan di dalam praktik.

Pernyataan Otto Hasibuan diatas, relevan dengan profesinya yang memberikan jasa hukum kepada klien. Otto punya kantor advokat yang mengerjakan pekerjaan-pekerjaan litigasi (jasa hukum di dalam pengadilan). Termasuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan korporasi atau non-litigasi (jasa hukum di luar pengadilan).

Apalagi kata Otto, sidang sengketa Pilpres 2024 adalah sengketa dua pihak. Terkait asas actori in cumbit onus probandi. Asas itu menjelaskan siapa pun yang mendalilkan harus bisa membuktikan.

Realitanya, Otto, bernarasi bukan para pihak. Ia kuasa hukum pihak terkait, yang ikut mencalonkan diri sebagai capres-cawapres. Wajar pandangan Otto, SOSO, subyektif obyektif dan subyektif obyektif.

Akal sehat saya bertanya ngapain Otto Hasibuan, bersedih, saat pemohon 03 paparkan perbandingan Hukum keadaan hukum di Indonesia dengan beberapa negara lain. Anda bukan penyelenggara negara. Anda masih advokat. (radityakhadaffi@gmail. com)

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU