Home / Opini : Editorial Surabaya Pagi

Polri tak Antikritik, Lamban Tangani Kasus Tanpa Fulus?

author Raditya Mohammer Khadaffi

- Pewarta

Selasa, 02 Jul 2024 21:16 WIB

Polri tak Antikritik, Lamban Tangani Kasus Tanpa Fulus?

i

Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Tanggal 1 Juli lalu adalah hari Bhayangkara. Momen ini digunakan oleh Kompolnas mengingatkan Polri, di era transparansi saat ini, Polri menghadapi tantangan yang semakin berat ke depan. Sebab, masyarakat kini dengan mudahnya mengadu atau menyampaikan protes melalui media sosial.

"Berbeda dengan zaman saya dulu belum ada medsos. Nah sekarang di era transparansi orang komplain, protes di dunia maya yang diviralkan sehingga ini mempengaruhi citra Polri," kata kata Ketua Harian Kompolnas Benny J Mamoto dalam keterangan tertulisnya, Senin (1/7/2024).

Baca Juga: Ketua KPU RI, Lakukan Perbuatan Keji, Dipecat

Juga Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam sambutannya di HUT Bhayangkara di Monas, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2024), mengumumkan

Polri telah menggelar lomba stand up comedy untuk menyampaikan kritik kepada Polri. Jenderal Sigit menyebutkan lomba ini sebagai wujud keterbukaan Polri yang tidak antikritik.

 

***

 

Terkait tekad Kapolri untuk mewujudkan keterbukaan Polri yang tidak antikritik, saya ingin mengkritik aturan prosedur melaporkan peristiwa pidana ke kantor polisi yang tanpa fulus.

Kritik saya ini ada bukti yang bisa dijadikan telaah pimpinan Polri di Jatim.

Sebagian besar publik tahu suatu peristiwa yang dilaporkan belum tentu perbuatan pidana, sehingga perlu dilakukan penyelidikan oleh pejabat yang berwenang . Penyelidikan untuk menentukan perbuatan yang dilaporkan memang tindak pidana .

Dalam bahasa sadarkum, setiap warga yang melihat suatu tindak kejahatan wajib untuk melaporkan tindakan tersebut.

Menurut Peraturan Kepolisian Negara Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penanganan Pengaduan Masyarakat Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, laporan polisi yang tidak ditindaklanjuti oleh polisi dapat melakukan upaya pengaduan masyarakat atau Dumas.

 

***

 

Secara normatif, pengaduan masyarakat dapat ditujukan untuk komplain atau ketidakpuasan terhadap pelayanan anggota Polri dalam pelaksanaan tugas, serta permintaan klarifikasi atau kejelasan atas penanganan perkara yang ditangani Polri.

Aturan ini menggugah publik untuk merealisasikan. Tapi saya alami pengaduan masyarakat, tidak ada klarifikasi meski sudah berlangsung lebih tujuh bulan.

Saya sampai bertanya, apakah dumas yang saya lakukan tanpa disertai fulus? Soal fulus terkait dumas tidak saya lakukan khawatir berbuntut suap menyuap.

Saya paham antara laporan dan pengaduan. Kritik saya kepada pimpinan Polri kali ini terkait pengaduan.

Menurut Pasal 1 angka 25 KUHAP, pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum terhadap seseorang orang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.

Beda dengan pengertian laporan. Berdasarkan Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.

Soal pengaduan saya ketahui dan alami perlu saya kritik, menggunakan Pasal 13 huruf c jo. Pasal 14 ayat (1) huruf k UU Kepolisian, tugas utama polisi adalah melayani masyarakat.

Apalagi dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dijelaskan salah satu kewenangan polisi adalah menerima laporan.

Pertanyaannya, siapa saja yang berhak melaporkan tindak pidana ke kepolisian?

Yaitu, setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan/atau jadi korban tindak pidana berhak mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan/atau penyidik baik lisan maupun tertulis.

Saya paham prosedur pengaduan masyarakat yang berjenjang. Kritik saya sudah lebih tujuh bulan tidak ada progres. Minimal klarifikasi alat bukti dan unsur tindak pidana. Kritik saya ini bukan stand up comedy, tapi realita kejadian di masyarakat.

Baca Juga: Obat Mahal, di Tengah Dugaan Penyimpangan Indofarma Rp 470 M

Saya sampai kini, benarkah Dumas yang dapat disampaikan secara langsung bermanfaat bagi pencari keadilan? (Pasal 5 Perkapolri 9/2018).

Apalagi ditegaskan oleh Perkapolri bahwa Dumas terkait penyimpangan perilaku Pegawai Negeri pada Polri; dan/atau penyalahgunaan wewenang. (Pasal 4 ayat (2) Perkapolri 9/2018)

Saya garis bawahi, Dumas secara langsung ini adalah pengaduan yang disampaikan oleh pengadu secara langsung.

 

***

 

Sebagai lulusan Fakultas Hukum Unair, saya paham prosedur Penyelidikan yang tertuang dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP. Dijelaskan :

“...serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Sedang penyidikan menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP adalah: “...serangkaian, tindakan penyidik dalam hal menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”

Berdasarkan pengertian penyelidikan dan penyidikan itu, akal sehat saya berkata bahwa mencari bukti-bukti terkait suatu tindak pidana adalah tugas dari penyidik bukan pelapor maupun pengadu.

Saya ingin membantu Polri memberikan bukti-bukti terkait tindak pidana tersebut. Ini, untuk memudahkan penyidik dalam melaksanakan tugas.

Hal ini saya pahami agar saya tidak termasuk orang yang dengan mudah melaporkan seseorang telah melakukan tindak pidana, tidak didasarkan pada bukti yang kuat.

Pertanyaan saya benarkah Pengaduan Masyarakat (dumas) adalah bentuk penerapan dari pengawasan masyarakat yang disampaikan oleh masyarakat, Instansi pemerintah atau pihak lain kepada Polri. Ini terkait sumbangan pikiran, pengaduan yang bersifat membangun.

Baca Juga: Mantan Mensos vs Mensos, Beradu Atasi Kemiskinan

Kritik ini saya ingin tahu benarkah Polda Jatim, telah menerapkan salah satu ciri negara Indonesia sebagai negara hukum adalah kesetaraan di hadapan hukum (Pasal 27 ayat (1) UUD RI 1945)?

Dalam pasal lainnya, yaitu Pasal 28 D ayat (1) UUD RI 1945 menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.

Dengan adanya pasal tersebut, menunjukkan bahwa Indonesia menganut keadilan di depan hukum bagi seluruh warga negara.

Kritik saya ini untuk menggugat apakah hukum di Indonesia, terutama di Polri sudah benar dalam menerapkan prinsip keadilan dan kesetaraan?.

Apakah penyelidik dan penyidik Dumas saya ini menerapkan ejekan aparat menerapkan “Tumpul ke atas tajam ke bawah”.?

Jujur, Istilah ini memiliki makna bahwa pada kenyataannya keadilan lebih tajam dalam menghukum masyarakat yang tidak memiliki kekuasaan dibandingkan masyarakat kelas atas atau pejabat tinggi.

Oleh karena itu, saya kritik terbuka ini agar ada penegakan hukum yang tanpa pandang bulu (equality before the law) sehingga prinsip kesetaraan di hadapan hukum benar-benar terlaksana.

Pemahaman saya terhadap penegakan hukum agar proses penerapan hukum yang dilakukan oleh Polda Jatim dalam masyarakat, untuk memastikan bahwa hukum telah dilaksanakan dan ditaati oleh setiap warga negara.

Ini juga untuk penetapan sanksi dan hukum yang jelas bagi oknum pejabat yang melanggar hukum.

Jangan sampai di era keterbukaan saat ini layanan Polri presisi masih sama seperti Polri dahulu.

Yaitu Polri yang diskriminatif dan terlalu kaku dan tidak mampu memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat.

Apalagi dalam Pasal 21 dijelaskan bahwa Pengawasan dan pengendalian dumas dilaksanakan oleh Itwasum Polri, di lingkungan Polri; Biro Pengawasan Penyidikan Bareskrim Polri, di lingkungan Bareskrim Polri; Bagian Pelayanan Pengaduan Divpropam Polri, di lingkungan Divpropam Polri; Inspektorat Pengawas Daerah, di lingkungan Polda; Bagian Pengawasan Penyidikan, di lingkungan Direktorat Reserse Kriminal Umum/Khusus/Narkoba Polda; Bidang Profesi dan Pengamanan, di lingkungan Bidang Profesi dan Pengamanan Polda; dan Seksi Pengawasan, di lingkungan Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor.

Halo Kapolri dan Kapolda Jatim? Apakah benar tidak antikritik?. Catatan hukum saya ini bukan stand up comedy lho.([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU