SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Ibarat olah raga tinju, suasana kebathinan Ketua Umum PDIP Megawati dan presiden Jokowi, sepertinya sedang saling berhadapan. Posisinya, Megawati seperti terus merangsek, dan Jokowi Defend. Istana membuat balasan pembelaan.
Penilaian saya, pidato pidato Mega seperti seorang pressure fighter. Politisi wanita ini kelihatannya bertumpu pada agresivitas dan stamina.
Baca Juga: Nyali KPK, Diuji Menantu Jokowi
ibarat bertinju, gaya bertinju Mega bertumpu pada agresi. Secara teoritis, gaya Mega ini bisa membuat lawan kewalahan dengan kombinasi-kombinasi pukulan yang membuatnya hanya bisa bertahan.
Agresivitas petinju dipandang sebagai nilai plus oleh juri tinju, jadi gaya ini bisa membuat juri memihak petinju pressure fighter.
Gaya bertinju ini jelas tidak mudah karena setiap pukulan membutuhkan energi. Oleh karena itulah gaya bertinju ini membutuhkan stamina dan endurance yang hebat.
Beda dengan Jokowi, yang cenderung pasif dan defensif.
Meski begitu, petinju ini sangat hebat karena dengan pertahanan super kuatnya ini, sang petinju bisa mencari celah untuk melibas lawannya.
Umumnya, petinju yang defensif juga lebih menghibur untuk ditonton karena mereka biasanya tidak fokus menghabisi lawan di ronde awal.
Muhammad Ali, misal bukan tipe petinjunberingas seperti Mike Tyson.
Pukulannya tetap bahaya, tapi pertahanannya lah yang merupakan senjata utamanya.
Ali menang atas Foreman dengan menggunakan IQ. Ia menampilkan pertarungan yang luar biasa dan pertahanan yang cerdas.
Dia melemahkan Foreman, mengejeknya dan memblokir pukulannya saat berada di tali, menunggu dengan sabar saat yang tepat untuk meledakkan lawannya. Itu gambaran akal sehat saya membaca perseteruan Megawati vs Jokowi.
***
Belakangan ini, Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, menyampaikan ada yang mau merebut PDI Perjuangan. Hal itu disampaikan Mega pada saat memberikan pengarahan kepada calon kepala daerah yang diusung PDIP
Omongan Mega dijelaskan lebih dalam oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Ia menyinggung, ada sosok yang mengaku tak akan ikut campur urusan parpol, tapi faktanya bertolak belakang. Kendati begitu, sampai hari Minggu (18/8) Hasto masih tak menyebut siapa sosok tersebut.
“Ada yang dikatakan ibu tadi mainnya belakang. Ketika ditanya, tidak tahu, tidak ikut-ikutan, tidak campur tangan, itu kedaulatan partai, tapi faktanya apa yang dulu menjadi rumor itu kan terjadi,” ungkap Hasto kepada wartawan di DPP PDIP, Jakarta, Rabu (14/8).
Akhirnya, Presiden RI Joko Widodo membantah kabar yang menyebut dirinya ingin merebut posisi Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan.
Saat menanggapi pertanyaan awak media soal isu tersebut, Presiden Jokowi sempat bergurau dengan menyebutkan soal posisi sebagai ketua umum partai lain.
"Bukannya Golkar?" jawab Presiden Jokowi dalam keterangan pers usai melepas bantuan kemanusiaan untuk Palestina dan Sudan di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu.
Baca Juga: Menyorot Gaya Hidup Bobby, Kaesang dan Paus
Ketika ditanya lebih lanjut, Presiden Jokowi lantas membantah berbagai isu terkait dengannya yang ingin merebut posisi Ketua Umum Partai Golkar maupun Ketua Umum PDI Perjuangan.
Setelah itu, Stafsus Presiden Joko Widodo Grace Natalie, langsung membantah tudingan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
Grace menyebut tuduhan yang dilemparkan oleh Hasto tidak berdasar. Ia pun meminta Hasto membuktikan pernyataannya.
"Lagi-lagi Mas Hasto offside. Kali ini dengan tuduhan tanpa bukti menyebut nama Pak Jokowi akan merebut partai PDIP sebagai Ketua Umum PDIP. Buktinya apa? Tanpa bukti ucapan Mas Hasto bisa dipahami sebagai fitnah," kata Grace kepada wartawan, Jumat (16/8). Istana mulai buka narasi, pernyataan Hasto dengan tudingan pasal fitnah.
***
Akal sehat saya menyatakan pernyataan ini terjadi antar elite politik. Kelihatannya, baik Mega maupun Hasto, tidak mungkin asal bicara tanpa alat bukti.
Dalam KUHAP, alat bukti sah itu selain saksi dan surat, ada alat bukti petunjuk. Di dalam Pasal 188 KUHAP disebutkan bahwa alat bukti petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri. Alat petunjuk ini menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
Bagi praktisi hukum, alat bukti petunjuk tidak dapat berdiri sendiri namun merupakan alat bukti yang berdasar pada keterangan saksi, keterangan ahli dan surat. Ini untuk memperkuat keberadaan alat bukti Pertimbangan hakim dalam mempergunakan alat bukti petunjuk adalah untuk menyempurnakan alat bukti yang lain tersebut. Menurut saya, pernyataan Mega dan Hasto, ada muara petunjuk.
Baca Juga: Pengurus Tandingan Sindiran KH Ma'ruf Amin
***
Mega bisa dipastikan masih mempunyai jabatan politik sebagai Ketua Umum PDIP. Lalu, Joko Widodo setelah lengser dari kursi kepresidenan pada 20 Oktober 2024, pegang jabatan politik apa?
Mengingat, pada hari itu juga dilakukan Pengucapan Sumpah atau Janji Presiden dan Wakil Presiden. Jauh hari, Presiden Joko Widodo membeberkan rencananya ketika selesai bertugas sebagai orang nomor satu di Indonesia. Jokowi menyebut dirinya ingin menjadi rakyat biasa.
Jokowi mengaku mau pensiun dan pulang ke Solo, Jawa Tengah setelah menuntaskan masa jabatannya pada Oktober 2024.
"Ya jadi rakyat biasa, kembali ke Solo jadi rakyat biasa," kata Jokowi di Pasar Tradisional Purworejo, Jawa Tengah seperti dilihat dari YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (2/12/2023).
Dalam UU Nomor 7 tahun 1978 adahak keuangan Presiden dan Wakil Presiden. Disebutkan, mantan Presiden mendapat tunjangan pensiun 100 persen dari gaji pokok terakhir. Berdasar data dari Kementrian Keuangan pada 2005, gaji pokok Presiden RI adalah Rp30.240.000 per bulan.
Contoh, saat lengser, Megawati dan SBY adalah mantan Presiden yang masih aktif di politik. Dua-duanya masih menjabat sebagai ketua partai. Megawati dan PDI Perjuangan menjadi oposisi yang tangguh bagi pemerintahan SBY. Setelah SBY lengser, banyak orang mengira dia akan menekuni karir sebagai pembicara, atau musisi. Presiden kelahiran Pacitan ini memang termasuk musisi yang aktif. Semasa menjabat sebagai Presiden, tak kurang ada 4 album yang dibuatnya. Namun, dugaan itu meleset.
Ternyata, SBY memilih menjadi lawan tanding bagi Jokowi. Sayangnya, publik melihat SBY sebagai mantan Presiden yang kerap mengeluh, merecoki, bahkan merepotkan Jokowi.
Pertanyaannya, apa tidak terjadi Jokowi, ditarik jadi Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, manakala Bahlil memang terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Jokowi, bukan tidak mungkin mengadopsi gaya Mohammad Ali, dengan menampilkan pertarungan yang luar biasa dan pertahanan yang cerdas. Kita tunggu. ([email protected])
Editor : Moch Ilham