10 Bulan, Pengusaha Tes PCR Untung Rp10,46 T

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 28 Okt 2021 20:25 WIB

10 Bulan, Pengusaha Tes PCR Untung Rp10,46 T

i

Bukhori Yusuf.

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, perputaran uang dari bisnis tes PCR sejak Oktober 2020 sampai Agustus 2021 diperkirakan mencapai Rp23,2 triliun.

Dari nilai ini, ICW menyebut pengusaha layanan tes PCR bisa meraih untung hingga Rp10,46 triliun.

Baca Juga: Tren Covid-19 Naik, Tapi tak Timbulkan Kematian

Penghitungan ICW ini didasarkan pada dimulainya pemberlakuan tarif tes PCR tertinggi sebesar Rp900 ribu pada Oktober 2020 sampai diberlakukannya tarif baru Rp495-525 ribu pada Agustus 2021.

Hal tak adil, pemerintah sejak bulan Maret 2020 juga telah memberikan insentif fiskal untuk importasi jenis barang berupa alat kesehatan untuk penanganan pandemi.

Sedang jenis barang yang terkait dengan mekanisme tes PCR yang memperoleh insentif kepabeanan di antaranya PCR Test Reagent, Swab, Virus Transfer Media, dan In Vitro Diagnostic Equipment.

Untuk PCR test reagent sendiri, total fasilitas pembebasan bea masuk (BM) dan pajak dalam rangka impor (PDRI). Fasilitas ini telah diberikan untuk periode 1 Januari hingga 14 Agustus 2021 sebesar Rp366,76 miliar.

Rinciannya terdiri atas fasilitas fiskal berupa pembebasan BM sebesar Rp107 miliar, PPN tidak dipungut sebesar Rp193 miliar, dan PPh Pasal 22 dibebaskan dari pungutan sebesar Rp66 miliar.

Sedangkan, realisasi pemberian fasilitas periode awal tahun 2021 sampai dengan Juli 2021, total nilai insentif fiskal yang telah diberikan sebesar Rp799 miliar dari nilai impor barang sebesar Rp4 triliun.

 

Bisnis Tes PCR Menggiurkan

Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf mengendus adanya indikasi persaingan bisnis dibalik kebijakan syarat wajib tes PCR bagi pelaku perjalanan.

Musababnya, penyedia layanan tes PCR menjamur di sejumlah tempat dengan menawarkan harga berlapis tergantung pada kecepatan hasil tes.

Baca Juga: Covid-19 di Indonesia Naik, Ayo Masker Lagi

Mereka, lanjutnya, bahkan secara nyata melanggar HET yang telah ditetapkan Kementerian Kesehatan sebelumnya, yakni Rp495 ribu (Pulau Jawa dan Bali) dan Rp525 ribu (luar Pulau Jawa dan Bali) dengan dalih PCR Ekspres.

Harga yang ditawarkan mulai dari Rp650 ribu, Rp750 ribu, Rp900 ribu, hingga Rp 1,5 juta.

“Bisnis tes PCR ini terbukti sangat menggiurkan. Pasarnya selalu ada selama pandemi dan pengadaan impor barangnya didukung oleh insentif pemerintah. Data menunjukan, kelompok korporasi non-pemerintah memegang 77,16 persen aktivitas importasi alat kesehatan untuk penanganan pandemi di Tanah Air. Sedangkan, pemerintah hanya memegang 16,67 persen dari keseluruhan aktivitas impor alat kesehatan untuk penanganan Covid-19,” paparnya, Kamis (28/10).

 

Akal Bulus Kaum Pemodal

Dengan demikian, kata Bukhori , patut diduga kebijakan tes PCR ini merupakan akal bulus kaum pemodal atau cukong yang memanfaatkan relasi kuasanya dengan petinggi di pemerintahan untuk menjadikan rakyat sebagai sapi perah mereka.

Baca Juga: KPU Loloskan Mantan Napi Korupsi Nyaleg, ICW Mencak-mencak!

Politisi PKS ini mendesak pemerintah segera membatalkan rencana tes PCR sebagai syarat wajib menggunakan semua moda transportasi maupun syarat wajib bagi moda transportasi pesawat sebagaimana yang sudah diberlakukan saat ini.

Dirinya mengusulkan supaya kebijakan mobilitas dikembalikan seperti sedia kala, yaitu cukup menggunakan rapid tes antigen atau menetapkan tarif tertinggi tes PCR yakni Rp100 ribu melalui skema subsidi.

“Pun jika ingin diperketat, syarat vaksin dosis pertama sebenarnya sudah cukup memadai atau kapasitas okupansi pesawat yang dikembalikan menjadi 50 persen. Apalagi untuk moda transportasi udara, tingkat penularan virusnya relatif rendah,” ujarnya.

Dalam sebuah laporan yang dimuat di jurnal The New England Journal of Medicine menyebut tingkat penularan virus di pesawat hanya 1,8 persen. Rendahnya tingkat infeksi virus di pesawat salah satunya dikarenakan faktor sistem filtrasi udara HEPA (High Efficiency Particulate Air) yang disuplai di dalam kabin bertekanan selama penerbangan.

“Jangan peras rakyat dengan dalih risiko gelombang ketiga di kala pemerintah punya sejumlah alternatif untuk memitigasi risiko ini tanpa memberatkan rakyat. Oleh karena itu pemerintah mesti segera membatalkan syarat tes PCR ini karena sarat dengan kepentingan bisnis dan diskriminatif,” pungkas Bukhori. n er,jk,05

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU