Home / Peristiwa : Dirgahayu Polri ke-75, 1 Juli

Akademisi Puji Gerai Vaksin Presisi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 30 Jun 2021 21:19 WIB

Akademisi Puji Gerai Vaksin Presisi

i

Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta saat meninjau gerai vaksin Presisi di Taman Bungkul Surabaya, Rabu (30/6/2021) kemarin. SP/Arlana

Setiap tanggal 1 Juli, selalu diperingati sebagai hari Bhayangkara atau Hari Ulang Tahun (HUT) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).  Tahun ini merupakan peringatan ke-75 hari Bhayangkara. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, hari Bhayangkara 2021 diperingati di tengah pandemi virus Corona atau covid-19 yang masih melanda Indonesia. Kepolisian yang memiliki fungsi melindungi dan mengayomi masyarakat pun ikut andil dalam penanganan covid-19. Ini terlihat dari tema HUT Bhayangkara ke-75 yakni "Transformasi Polri yang Presisi Mendukung Percepatan Penanganan COVID-19 untuk Masyarakat Sehat dan Pemulihan Ekonomi Nasional Menuju Indonesia Maju".

 

Baca Juga: KPU Kota Surabaya Mulai Seleksi Calon Anggota PPK dan PPS Pilkada 2024

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Kepedulian Polri dalan penanganan covid-19 dengan jargon Presisi mendapat pujian dari beberapa pakar hukum. Salah satunya datang dari Staf Ahli Bidang Hukum Universitas Brawijaya Haru Permadi, S.H, M.H.

Menurut Haru, langkah Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang menginstruksikan seluruh jajaran kepolisian baik polda, polres maupun polsek di Indonesia dalam mendirikan gerai vaksin Presisi, sangat membantu khususnya berkaitan dengan proses vaksinasi.

"Saya kira itu bentuk responsibilitas dari Polri, apalagi sekarang presiden menargetkan 1 juta vaksin per hari. Jadi mungkin dengan adanya itu, target presiden bisa tercapai," kata Haru Permadi, Rabu (30/06/2021).

Kendati begitu, Haru menjelaskan, dari sisi penegakan hukum, Polri masih tidak begitu menunjukan nyalinya. Banyak kasus yang dilakukan oleh unsur kepolisian sendiri yang belum diproses secara hukum.

"Bisa kita cek pada laporan Ombudsman tahun 2020. Itu ada sekitar 600 lebih aduan masyarakat terhadap kinerja kepolisian yang dianggap kurang," katanya.

 

Laporan Ombudsman RI

Tahun 2020, setidaknya ada sekitar 1.120 laporan masyarakat yang diadukan ke lembaga Ombudsman RI. Laporan tersebut berkaitan dengan substansi hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), politik, keamanan, dan pertahanan, dengan terlapor lembaga penegak hukum.

Dari jumlah ini, kepolisian menempati urutan pertama dengan jumlah 699 laporan. Berikutnya ada lembaga Peradilan 284 laporan, Kejaksaan 82 laporan, Lembaga Pemasyarakatan 35 laporan, Pertahanan 13 laporan, dan terakhir adalah Tentara Nasional Indonesia dengan 7 laporan.

Khusus untuk laporan masyarakat dengan terlapor institusi Polri, dari 699 laporan, hanya sekitar 115 laporan yang telah diselesaikan dan 584 laporam masih dalam proses penyelesaian.

"Sekarang kita bertanya, kenapa laporan yang diadukan itu belum diselesaikan. Kalau menurut ombudsman banyak faktor, salah satu yang perlu digaris bawahi adalah ada hambatan dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian sendiri," katanya

Baca Juga: KPU Surabaya Paparkan Seleksi Calon Panitia Pemilihan Gubernur dan Walikota Tahun 2024

"Artinya apa, artinya transparansi dalam penegakan hukum masih sangat minim," tambahnya lagi.

Soal transparansi, sebetulnya Kapolri Listyo Sigit Prabowo telah melakukan sejumlah upaya, yakni melalui program Presisi Polri. Presisi merupakan akronim dari kata prediktif, responsibilitas, transparansi, berkeadilan. "Soal program presisi polri dalam penegakan hukum, kita lihat saja, semoga beberapa laporan masyarakat dengan terlapor kepolisisan yang belum diselesaikan segera ditindaklanjuti," ucapnya berharap.

 

Masih Ada Tebang Pilih

Senada dengan itu, Peneliti Rumah Keadilan Ladito Risang Bagaskoro menilai, tugas dan fungsi Polri sebagai penegak hukum selama ini belum maksimal. Kepolisian diduga masih tebang pilih dalam menegakkan hukum.

"Kita bisa lihat apa yang terjadi selama ini di lapangan. Ada kelompok-kelompok tertentu yang dijerat atas nama UU ITE karena mereka diduga menebar kebencian dan menyebarkan berita palsu. Sementara di sisi yang lain ada pihak yang tidak dikenakan pasal tersebut padahal perbuatannya sama, hanya karena mereka membela kekuasaan," kata pria yang akrab disapa Dito.

Tak hanya itu, kebebasan masyarakat dalam mengungkapkan pendapat pun selama ini dibatasi. Kepolisian dinilai sebagai tameng bagi kekuasaan dalam menutupi kekurangannya.

Baca Juga: Gibran Absen di Otoda 2024 Surabaya, Mendagri Tito Bocorkan Alasannya

Kendati Presiden Joko Widodo meminta untuk dikritik, namun bila kritik dilayangkan, polisi pun bergerak dengan dalil aduan masyarakat sembari menuntut dengan UU ITE. "Padahal yang dilakukan adalah mengkritik pemerintah. Saya katakan mengkritik ya, tapi apa yang terjadi, lagi-lagi UU ITE dipakai polisi untuk menjerat si pengkritik," tegasnya.

Dito juga menyinggung terkait surat telegram yang dikeluarkan oleh Kapolri yang pada akhirnya dicabut. Dalam surat telegram yang telah dicabut tersebut, terdapat larangan bagi pers untuk menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan.

"Ini kurang tidak transparan apa coba. Ya kita bersyukur akhirnya dicabut dan tidak diberlakukan. Tapi perlu dicatat, tidak ada larangan kalau sebelumnya tidak ada perbuatan itu," katanya melepas tawa.

Oleh karenya, Dito berharap Polri sebagai salah satu lembaga penegak hukum terus mengevaluasi serta memperbaiki cara maupun sistem layanan publik khusunya dalam penegakan hukum.

Setiap aduan atau laporan dari masyarakat harus difasilitasi dan ditangani dengan seadil-adilnya tanpa membeda-bedakan siapa yang diadukan. Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2018 tentang tatacara Penanganan Pengaduan Masyarakat di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, diharapkan mampu diterapkan secara maksimal.

"Yang jelas tak ada institusi yang sempurna, jadi pesan saya, program Presisi Polri jangan hanya menjadi jargon tetapi menjadi jalan bagi kepolisian dalam menegakan hukum dan keadilan di tengah masyarakat. Terakhir selamat Hari Ulang Tahun Bhayangkara yang ke-75," pungkasnya mengakhiri perbincangan. sem/by/cr3/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU