Awas Terjerat Pelanggaran HKI, Pakar Ungkap Tirai Tipis Etika Bermusik

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 06 Des 2022 15:00 WIB

Awas Terjerat Pelanggaran HKI, Pakar Ungkap Tirai Tipis Etika Bermusik

i

Composer dan Arranger lagu Musafir Isfanhari dalam Sarasehan SEC mengungkapkan batasan agar musisi tidak terjerumus ke dalam permasalahan hukum, Senin (5/12/2022) malam.

SurabayaPagi, Surabaya - Musik atau lagu merupakan salah satu kekayaan intelektual. Namun, masih banyak kalangan musisi belum memahami aturan-aturan tersebut sehingga berujung kepada pelanggaran hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Composer dan Arranger lagu Musafir Isfanhari mengungkapkan lima poin penting dalam Indonesian Composers and Arrangers Assosiation sebagai batasan agar tidak terjerumus ke dalam permasalahan hukum. Membajak, Meniru, Menjiplak Seperti Apa? Menjadi sebuah bahasan menarik yang ia usung kali ini. Batasan-batasan tersebut adalah motif dan karakter sama dengan komposisi atau lagu yang sudah ada. Kemudian temanya sama dengan komposisi atau lagu yang sudah ada. Ketiga, struktur melodinya mengandung 10 persen berturut-turut dari melodi asli komposisi musik atau lagu yang sudah ada sebelumnya, ungkap Isfanhari saat mengisi materi dalam sebuah sarasehan bertajuk Bermusik pun Butuh Etika persembahan Surabaya Entertainer Club (SEC) di Omah Sae Surabaya, Senin (5/12/2022). Keempat, mempunyai kesamaan lebih dari 10 persen jumlah ruas secara berturut-turut dari lagu yang sudah ada sebelumnya dan liriknya lebih dari 10 persen secara berturut-turut sama dengan lirik komposisi musik yang sudah ada sebelumnya. Isfanhari menilai jika batasan tersebut sudah bagus, namun belum lengkap. Apa pasal? Karena belum menampung satu hal yaitu kesamaan ide atau ilham. Sering seseorang bisa muncul ilham yang sama dengan seseorang yang lain, tandas peraih penghargaan Cipta Karya Kencana dari Presiden Joko Widodo ini. Menurut Isfan, ada empat hal yang membuat sebuah ciptaan bisa mirip bahkan mendekati sama. Yakni kesamaan ide, terilhami oleh ciptaan yang terlebih dahulu ada, ada unsur kesengajaan dan kesamaan progresive chord. Ia juga mengingatkan bahwa tak boleh sembarang menuduh sebuah ciptaan itu meniru, menjiplak, membajak dan lain-lain. Sehingga perlu dicari asal muasal penciptaan, perlu kajian mendalam terkait siapa menjiplak siapa, siapa membajak apa? Karena begitu seorang komponis dicap menjiplak atau membajak, maka nama dan harga dirinya akan jatuh tak dihormati lagi. Istilahnya akan terjadi character assassination atau pembunuhan karakter, ungkapnya. Isfanhari mengungkap tirai tipis kesamaan ide saat membuat sebuah karya musik seperti pedang bermata dua. Bahkan hal ini telah terjadi sejak ratusan tahun lalu. Seperti etude Carl Czerny, Komposer Austria pada 300 tahun lalu. Saat itu ia menciptakan sebuah instrumen di mana dua lagu pada tahun 1958 (Musisi Indonesia) dan 1970 (Musisi Amerika Serikat) diduga meniru ide pola melodi milik Czerny tersebut. Mungkin keduanya sempat mempelajari etude Carl Czerny, ucapnya. Lalu, bagaimana konteks hukum hak cipta lagu? Pejabat Fungsional Tertentu pada Sub Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Kanwil Kemenkumkam Jatim Didik Prihantoro mengungkap pentingnya kekayaan intelektual terutama hak cipta dalam bermusik atau menciptakan lagu. Hak cipta merupakan salah satu rangkaian perlindungan kekayaan intelektual yang paling banyak didaftarkan oleh kalangan pelaku seni dan akademisi, ujarnya. Sementara hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis setelah ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata atau tidak berbentuk ide. Perlindungan selain hak cipta mulai dilindungi ketika didaftarkan. Namun hal ini berbeda dengan hak cipta. Tanpa didaftarkan ketika dipublish pertama kali, sebetulnya sudah termasuk perlindungan, tambah Didik. Hak cipta didasarkan pada orisinalitas karya dan keahlian kreatif seseorang. Dalam hak cipta terdapat dua hak ekslusif bagi pencipta dan pemegang hak cipta (seseorang atau badan yang diberikan hak ekslusif untuk bisa menggandakan, mempublikasikan dan menjual sebuah karya). Kedua hak tersebut adalah hak moral dan hak ekonomi. Hak moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta dan bersifat tidak dihapuskan meskipun penciptanya sudah meninggal. Hak moral melarang seseorang mengubah isi ciptaan, perubahan judul ciptaan, perubahan nama pencipta, dan perubahan ciptaan. Selain hak moral, juga ada hak ekonomi. Sebuah hak ekslusif untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan. Jika ditarik ke zaman sekarang di mana banyak platform digital, perlindungan lebih kompleks. Bagaimana perlindungan secara optimal? Pemegang hak cipta harus benar-benar melindungi penciptanya, kata Didik. Pengunaan, pengambilan, penggandaan dan atau pengubahan suatu ciptaan dan atau produk terkait secara substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan. Didik menyebutkan jika cover lagu boleh-boleh saja dilaksanakan, asal meminta izin tertulis kepada pemegang hak cipta atau penciptanya. Lisensi atau link juga bisa ditampilkan. Sehingga royalti tetap mengalir dari AdSense jika cover tersebut tayang di YouTube. Ini adalah poin paling penting. Yang paling banyak sekarang adalah pelanggaran hak moral. Pertunjukan seni kemudian menyanyikan lagu orang lain itu tidak disertai sumbernya. Itu merupakan pelanggaran hak moral, ujar Didik. Dalam sarasehan ini juga terjadi dialog interaktif. Beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peserta sarasehan diantaranya Dessy Agustina dan Andrew Tero. Para narasumberpun menjawab pertanyaan tersebut dengan jelas dan penuh edukatif Proses Pendaftaran Hak Cipta Setelah dialog interaktif, Didik kembali menjelaskan bahwa setiap karya orisinil sebaiknya didaftarkan sebagai hak kekayaan intelektual. Didik merinci jika biaya pendaftaran tidak terlalu mahal hanya sekitar Rp500 ribu untuk lagu dengan masa berlaku seumur hidup sampai 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Bisa berbentuk MP4 atau MP3. Sertifikat pencatatan bisa sebagai salah satu alat bukti di pengadilan yang menguatkan ketika terjadi sengketa atas pihak lain dengan pencipta atau pemegang hak cipta, sambung Didik. Lantas, berapa masa berlaku hak cipta tersebut dari segi perlindungan hukum? Misal lagu atau musik perlindungannya seumur hidup plus 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia, kata Didik. Ia mengimbau agar para musisi yang memiliki karya orisinil memahami pentingnya mendaftarkan karya mereka sebagai sebuah kekayaan intelektual melalui permohonan hak cipta tersebut. Atau, guna memperkuat karya lagu tersebut perlu pencatatan sertifikat. Pada kesempatan yang sama, pakar hukum sekaligus pengacara Hans Edward Hehakaya mengatakan ada dua hak melekat pada pencipta lagu yang telah mendaftarkan karya di Kemenkumham. Yaitu hak moral dan hak ekonomi. Oleh karena itu ia menegaskan pentingnya pencatatan atau pendaftaran tersebut. Karena mereka bisa memberikan lisensi untuk mendapatkan royalti. Apalagi saat ini sudah memasuki era digital, ungkapnya. Hukum baru berbicara ketika pelanggaran-pelanggaran muncul. Yaitu melanggar hak moral, hak ekonomi dan tidak mencantumkan penciptanya untuk aspek komersialisasi. Ia memberi contoh, ketika mengubah, merusak atau menggunakan lagu secara komersial bisa terjerat pidana dan membayar denda Rp300 juta. Penyanyi dan pencipta lagu Bambang Soem yang hadir sebagai pemateri mengungkapkan hal senada. Menurut Bambang, etika sangat penting bagi seorang musisi. Etika adalah pedoman untuk membudayakan manusia saat mereka berorganisasi menjadi sebuah kelompok. "Etika merupakan pilihan bagaiman harus bersikap," katanya. Ada norma-norma yang harus disepakati dan membuat rasa nyaman. Jika etika atau norma itu tidak dilakukan, maka undang-undang atau hukum yang berbicara. Dalam hal ini, etika tidak hanya terhadap musik. Namun juga kepada sesama musisi. "Ada intersepsi antara hukum dan etika," ucapnya. "Musisi adalah profesi yang mulia" pungkas Bambang Soem Founder SEC Indah Kurnia mengatakan, sarasehan yang diinisiasi oleh SEC ini dalam rangka berkontribusi untuk kebaikan ekosistem ekonomi kreatif khususnya dunia hiburan yang didalamnya tentu saja ada musisi atau pekerja seni. SEC siap membantu pemerintah dalam membentuk iklim entertainment yang sehat dan berkualitas. Acara inidalam rangka meningkatkan kualitas musisi. Bukan hanya karya, tapi juga etika, ungkap Indah. Ia menegaskan, sarasehan ini mengupas dan membahas tentang perlunya beretika di dalam bermain musik. Banyak karya terkenal dan mendatangkan nilai ekonomi tinggi bahkan membuat penyanyinya kaya raya dan dikenal tapi tanpa disadari itu adalah karya orang lain bukan karya asli yang digubah dan ditiru dengan cara-cara yang kurang beretika. Mungkin saja mereka bisa lolos karena penciptanya tidak menyadari hal tersebut. Namun sebenarnya ciri musisi atau seniman adalah jujur atau tidak berpura-pura. Harusnya identik dengan perilakunya dalam berkarya, ujar Indah. Pada kesempatan tersebut, Indah juga mengapresiasi keterlibatan para pemateri dalam acara ini. Terutama Dirjen HKI Kanwil Kemenkumham Jatim yang telah memberi pemaparan dan pencerahan mendalam tentang pentingnya perlindungan hukum karya intelektual. Semoga kita bisa terus bersama-sama membangun peradaban khususnya di dunia musik, membangun ekosistem ekonomi kreatif karena musik juga menghasilkan nilai ekonomi tetapi tetap dengan cara-cara yang berbudaya, dengan cara beretika sesuai dengan standar hidup dari masyarakat Indonesia. Yaitu saling menghargai, menghormati dan mengapresiasi, ungkap Indah Kurnia. Sarasehan SEC ini dikoordinatori oleh Iwan Darsono dan FX Boy dari SEC dan dimoderatori oleh Maryono Supoyo. Byb

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU