Home / Peristiwa : Kontroversi Panglima TNI Jelang Tahun Politik

Jenderal Gatot Berpolitik Gaya Trump

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 05 Okt 2017 22:37 WIB

Jenderal Gatot Berpolitik Gaya Trump

Peringatan HUT TNI ke-72 di Cilegon, Banten, Kamis (5/10/2017), tak hanya dihadiri sejumlah pejabat tinggi negara. Tapi ribuan warga ikut berbondong-bondong ke lokasi perayaan yang dimeriahkan dengan atraksi beragam andalan alutsista (alat utama sistem persenjataan). Ini seakan menjadi panggung Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang dinilai sejumlah pihak sedang berpolitik. Aksi kekuatan tiga matra, yakni Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara di hadapan Presiden Jokowi, kian mentasbihkan power Jenderal Gatot sebagai Panglima TNI. Di sisi lain, popularitas Jenderal Gatot Nurmantyo belakangan ini juga cukup baik, sampai-sampai ada parpol yang menjagokan dia sebagai calon wakil presiden (Cawapres) pada Pilpres 2019. Namun enam bulan lagi, mantan Pangdam V/Brawijaya itu bakal memasuki pensiun. Nah, pasca pensiun akankah Jenderal Gatot akan terjun ke dunia politik praktis dan apakah popularitasnya bisa seperti sekarang? -------------- Laporan : Joko Sutrisno Tedjo Sumantri, Editor: Ali Mahfud ------------- Pengamat politik Ray Rangkuti mengakui popularitas Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo cukup naik, belakangan ini. Hal tersebut tak lepas dari dukungan Gatot terhadap sejumlah aksi unjuk rasa, pernyataan Gatot soal aktivis yang ditangkap gara-gara dugaan makar, isu kebangkitan komunisme hingga 5.000 senjata api ilegal. Namun, Ray ragu popularitas Gatot akan bertahan setelah pensiun dari militer, Maret 2018 mendatang. "Apakah mungkin Gatot meningkat lagi popularitasnya setelah pensiun nantinya? Saya agak ragu menjawab iya," kata Ray dalam acara diskusi di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (5/10/2017). Pengalaman empirik membuktikan itu. Pasca reformasi, setidaknya sudah ada enam orang yang pensiun dari jabatan Panglima TNI. Mulai dari Laksamana TNI Widodo Adi Sutjipto hingga Jenderal TNI Moeldoko. Popularitas keenam orang tersebut memang tinggi ketika bintang empat masih tersemat di pundaknya. Namun begitu pensiun, 'sinar' mereka redup seiring dengan waktu. "Semenjak reformasi, tidak ada cerita itu Panglima TNI naik menjadi tokoh politik nasional," cetus Ray. Meski ragu, Ray juga tidak yakin sepenuhnya nasib Gatot akan sama seperti pendahulunya. Ibarat kata, lain padang lain ilalang, apalagi belalang. Hal yang menjadi tanda tanya selanjutnya, jika Gatot berambisi maju dalam Pilpres 2019, peran apa yang akan dimainkan Gatot demi mempertahankan, bahkan meningkatkan popularitasnya di publik? "Saya pernah datang ke acara shalat subuh berjamaah. Di spanduknya itu besar sekali ada wajah Gatot Nurmantyo. Nah, apakah peran seperti ini yang dimainkan Pak Gatot ke depannya? Saya enggak mengetahuinya," ujar Ray. Dikaitkan Cawapres Meski begitu, Partai NasDem tetap kepincut dengan Gatot Nurmantyo. Bahkan, partai besutan Surya Paloh ini berkeinginan Gatot menjadi cawapres untuk mendampingi Jokowi dalam Pilpres 2019. "Sampai saat ini kami menegaskan calon presiden adalah Pak Jokowi. Nah, salah satu dari militer itu, menurut saya, harus dipertimbangkan adalah Gatot. Kalau dari sipil yaitu Sofyan Djalil (Menteri Agraria dan Tata Ruang, red)," kata anggota Dewan Pakar NasDem Taufiqulhadi di gedung DPR, Senayan, Kamis (5/10) kemarin. Taufiq menyebut jenderal Gatot merupakan sosok yang tepat untuk mendampingi Jokowi. Dia mengatakan kombinasi sipil dan militer dirasa tepat untuk memimpin Indonesia. "Orang berpikir, selain kombinasi Jawa-luar Jawa adalah kombinasi sipil-militer bagus juga. Nah, salah satu dari militer itu menurut saya harus dipertimbangkan adalah Gatot," papar dia. Selain kombinasi sipil-militer, dia menyebut kombinasi Jawa-luar Jawa dengan mengusulkan nama Sofyan Djalil. Menurutnya, Sofyan merupakan representasi luar Jawa yang cukup berpengalaman. "Kalau dari sipil, saya harus pertimbangkan itu adalah Sofyan Djalil. Dia adalah akan representasikan luar Jawa. Itu menurut saya," ujarnya. Sementara itu, Ketua DPP PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira melihat tindakan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang menuai kontroversi, mirip seperti trend kepemimpinan sejumlah tokoh negara di dunia. Gatot dinilai sama seperti Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan atau Presiden AS Donald Trump soal bagaimana menempatkan diri dalam isu-isu populer di masyarakat. "Kalau kita perhatikan, populisme menjadi fenomena sosial politik di dunia dan trend ini terjadi juga di Indonesia lewat gejala individu. Tren ini terjadi pada Pak Gatot," ujar Andreas. Gatot dinilai tampil paling depan dalam sejumlah isu. Misalnya, soal kasus penodaan agama, dugaan makar, kebangkitan PKI hingga isu 5.000 senjata ilegal. Ia mempersepsikan diri di publik seolah-olah sedang membela kepentingan masyarakat. Soal apakah hal itu untuk meraih simpati rakyat demi perebutan kursi presiden, Andreas mengaku, belum bisa menyimpulkannya. Namun, apa yang dilakukan Gatot saat ini, lanjut Andreas, jelas memberikan implikasi politik. "Mungkin nanti dia akan dipanggil partai politik yang mempersiapkan karpet merah untuk beliau tampil di Pemilu, saya tidak tahu. Tapi yang jelas dia menampilkan diri pada isu-isu populer," ungkapnya. Di sisi lain, apa yang dilakukan Gatot pun berimplikasi pada rakyat, termasuk internal TNI. Rakyat ada yang suka, tidak sedikit pula yang tidak suka. Begitupun internal TNI sendiri. "Mungkin Panglima punya agenda. Mungkin ya. Saya tidak mau spekulasi juga. Ya apa lagi? Menggunakan institusi negara, media dan lain-lain membuat dirinya semakin populer, semakin melejit," ujar pria yang juga menjabat sebagai anggota Komisi I DPR RI ini. Angkat Bicara Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo angkat bicara soal politik negara. Menurutnya, politik negara merupakan pengabdian setia TNI kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. "Sebenarnya yang dikatakan politik negara itu dirangkum oleh TNI dalam sumpah prajurit sapta marga dan rapat prajurit TNI," tandas Jenderal Gatot Nurmantyo saat acara perayaan HUT TNI ke-72 di Cilegon, Banten, kemarin. Dia menuturkan, mencintai rakyat serta melindungi kepentingan rakyat merupakan tugas sepenuhnya TNI. Serta prajurit harus taat kepada atasan yakni Presiden RI yang secara sah menurut konstitusi. "Taat kepada atasan dalam hal ini atasan adalah presiden RI yang dipilih secara konstitusi, kesemuanya ini saya katakan jangan ragukan lagi kesetiaan TNI," ungkap Gatot. Selain itu, menurut Gatot, kegiatan acara HUT ke-72 TNI merupakan bentuk elementasi dari politik negara. "Salah satu adalah upacara ini. Upacara ini saya undang semua pemangku utama para komandan korem para asisten, sehingga maksud saya menyiapkan kader-kader agar mereka semuanya siap menerima tongkat estafet dan meningkatkan kinerja TNI," terang Gatot. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU