PDIP dan Mantan Ketua MK, Tolak Jokowi Cawapes 2024

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 15 Sep 2022 21:27 WIB

PDIP dan Mantan Ketua MK, Tolak Jokowi Cawapes 2024

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Polemik pernyataan juru bicara Mahkamah Konstitusi yang menyebut bahwa presiden yang telah menjabat dua periode bisa maju lagi menjadi calon wakil presiden, terus bergerak. Kini, justru dari partai pengusung Joko Widodo, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menolak kalau Jokowi maju ketiga jadi cawapres pada tahun 2024 mendatang. Bahkan, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi pun menyatakan dengan tegas, tak memenuhi syarat.

PDIP, resmi menolak Jokowi, maju ketiga jadi Cawapres tahun 2024. Penolakan termasuk masih tingkat wacana. Hal ini diungkapkan politisi PDIP, Masinton Pasaribu Kamis (15/8/2022). Ia tak setuju wacana presiden yang sudah menjabat selama dua periode bisa maju kembali menjadi calon wakil presiden di periode berikutnya.

Baca Juga: Jokowi vs Mega, Prabowo vs Mega = Kekuasaan

Masinton menilai wacana tersebut tidak tepat, karena sistem pemerintahan Indonesia tak menganut sistem parlementer.

"Tidak tepat kalau seseorang yang pernah menjabat presiden, karena konstitusi membatasi periodisasi masa jabatannya, kemudian beralih mencalonkan diri sebagai wakil presiden," kata Masinton, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (15/9/2022).

Masinton menerangkan UUD 1945 membawa semangat reformasi yang di dalamnya telah mengatur pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden hanya dua kali lima tahun atau dua periode. Dengan semangat tersebut, menurut dia, wakil presiden merupakan pembantu presiden.

"Dalam sistem parlementer membagi kekuasaan antara kepala negara yang dijabat oleh presiden, sedangkan kepala pemerintahan dijabat oleh perdana menteri," katanya.

Wacana presiden dua periode bisa kembali maju sebagai cawapres di periode berikutnya sebelumnya disampaikan Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono. Menurutnya, tak ada larangan presiden yang telah habis masa jabatan kembali maju di periode berikutnya sebagai wapres.

 

Tak Memenuhi Etika

Berbeda dengan PDIP, mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, justru dengan tegas, bahwa presiden yang sudah dua periode, yakni Jokowi, tak memenuhi syarat baik secara hukum dan etika.

Menurut Jimly, Pasal 7 UUD 1945 tidak boleh hanya dibaca secara harfiah melainkan harus dibaca secara sistematis dan kontekstual.

Baca Juga: Dinyatakan oleh Ketua Dewan Kehormatan PDIP, Sudah Bukan Kader PDIP Lagi, Jokowi tak Kaget

Adapun Pasal 7 UUD 1945 berbunyi: "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan." "Hanya untuk satu kali masa jabatan," tegas Jimly.

Ia pun menyinggung Pasal 8 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi: "Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya."

Jika Jokowi jadi Wapres 2024, tutur Jimly, maka Pasal 8 ayat 1 UUD 45 tidak dapat dilaksanakan karena akan bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945. "Makanya tidak ada tafsir lain yang mungkin kecuali bahwa Jokowi tidak memenuhi syarat untuk menjadi cawapres dalam Pilpres 2024 nanti," kata Jimly.

 

MK tak Dukung Jubir

Baca Juga: Ganjar tak Hadir, Sinyal Kuat PDIP Oposisi

Sedangkan, Mahkamah Konstitusi secara lembaga, menyatakan secara tegas, tak mendukung apa yang diucapkan oleh jubir MK, Fajar Leksono. Hal itu bukan sikap resmi lembaga/putusan MK, tetapi sebagai pernyataan pribadi.

"Pernyataan mengenai isu dimaksud bukan merupakan pernyataan resmi dan tidak berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi RI," demikian siaran pers Humas MK kepada wartawan, Kamis (15/9/2022).

Pernyataan tersebut merupakan respons jawaban yang disampaikan dalam diskusi informal pada saat menjawab wartawan yang bertanya melalui chat WA, bukan dalam forum resmi, doorstop, apalagi dalam ruang atau pertemuan khusus yang sengaja dimaksudkan untuk itu.

"Di samping menjabat sebagai Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri, serta menjalankan fungsi kejurubicaraan, Fajar Laksono merupakan pengajar/akademisi. Oleh karena itu, dalam beberapa kesempatan selama ini membuka ruang bagi wartawan yang ingin, baik bertemu secara langsung di ruang kerja, melalui chat WA, atau sambungan telepon, guna mendiskusikan isu-isu publik aktual, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik. Umumnya, wartawan ingin mendapatkan tambahan informasi, pemahaman, atau perspektif berbeda guna memperkaya sudut pandang, tidak untuk keperluan pemberitaan," ujarnya.

Sehubungan dengan itu, pada saat menjawab chat WA dimaksud, tidak terlalu diperhatikan bahwa jawaban tersebut dimaksudkan untuk tujuan pemberitaan. "Sehingga jawaban disampaikan secara spontan, singkat, informal, dan bersifat normatif," bebernya. erk/jk/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU