Pendapat Hukum Surat Ijo (1)

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 06 Okt 2021 20:56 WIB

Pendapat Hukum Surat Ijo (1)

i

Prof. Dr. H. Eko Sugitario, S.H., C.N., M.Hum.

Baca Juga: BEM Se-Surabaya, Ancam Walikota Eri Turun ke Jalan

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Pendapat Hukum atau Legal Oponion ini terutama didasarkan pada Pancasila sebagai Ideologi Negara dan juga sebagai sumber dari segala sumber hukum, utamanya sila kelima yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dan Pembukaan (Preambule) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai salah satu tujuan Negara yaitu Memajukan Kesejahteraan Umum.
 
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya Pasal 33 Ayat (3).
 
Serta Undang Undang Nomor 5 Tahu 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Selain Peraturan pelaksanaan dari Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 dan Peraturan perundang-undangan yang lain yang menyangkut Agraria atau Pertanahan.
 
Dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) menentukan; Bumi, Air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
 
Dalam Penjelasan Umum UUPA Angka 1 Alenia 3 secara jelas tertulis bahwa UUPA harus merupakan pelaksanaan dari pada ketentuan dalam Pasal 33 UUD 1945.
 
Pasal 2 UUPA menentukan seperti di bawah ini:
(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
 
(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk: a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
 
(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat 2 pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
 
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.
 
Penjelasan:
 
Telah diuraikan dalam Penjelasan Umum (II angka 2). Ketentuan dalam. ayat 4 adalah bersangkutan dengan azas otonomi dan medebewind dalam penyelanggaraan pemerintahan daerah. Soal agraria menurut sifatnya dan pada azasnya merupakan tugas Pemerintah Pusat (pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar).
 
Dengan demikian maka pelimpahan wewenang untuk melaksanakan hak penguasaan dari Negara atas tanah itu adalah merupakan medebewind. Segala sesuatunya akan diselengkanan menurut keperluannya dan sudah barang tentu tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional. Wewenang dalam bidang agraria dalam bidang agraria dapat merupakan sumber keuangan bagi daerah itu.
 
Penjelasan Umum UUPA Angka II nomor 2 menjelaskan Bahwa perkataan dikuasai dalam pasal 2 ayat (1) bukanlah berarti dimiliki seperti yang saya kutip dibawah ini:
 
(2) “Azas domein” yang dipergunakan sebagai dasar daripada perundang-undangan agraria yang berasal dari Pemerintah jajahan tidak dikenal dalam hukum agraria yang baru. Azas domein adalah bertentangan dengan kesadaran hukum rakyat Indonesia dan azas daripada Negara yang merdeka dan modern.
 
Berhubung dengan ini azas tersebut, yang dipertegas dalam berbagai “pernyataan domein”, yaitu misalnya dalam pasal 1 Agrarisch Besluit (S. 1870-118), S. 1875-119a, S 1874-94f, S 1877-55 dan S. 1888-58 ditinggalkan dan pernyataan domein itu dicabut kembali.
 
Undang-Undang Pokok Agraria berpangkal pada pendirian, bahwa untuk mencapai apa yang ditentukan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar tidak perlu dan tidaklah pula pada tempatnya, bahwa bangsa Indonesia ataupun Negara bertindak sebagai pemilik tanah. Adalah lebih tepat jika Negara, sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat (bangsa) bertindak selaku Badan Penguasa. Dari sudut inilah harus dilihat anti ketentuan dalam pasal 2 ayat (1) yang menyatakan, bahwa “Bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, pada tingkatan yang tertinggi dikuasai oleh Negara”. Sesuai dengan pangkal pendirian tersebut di atas perkataan “dikuasai” dalam pasal ini bukanlan berarti “dimiliki”, akan tetapi adalah pengertian, yang memberi wewenang kepada Negara, sebagai organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia itu, untuk pada tingkatan yang tertinggi:
 
a. mengatur dan menyelenggakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya;
 
b. menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa itu;
 
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU