Minyak Goreng Naik, Masyarakat Diminta tak Panic Buying

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 26 Jan 2022 20:45 WIB

Minyak Goreng Naik, Masyarakat Diminta tak Panic Buying

i

Warga saat melakukan pembelian minyak goreng disalah satu gerai modern Surabaya, kemarin. Sp/Sammy Mantolas

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya -  Seminggu belakangan ini, kenaikan harga minyak goreng menjadi perbincangan masyarakat. Alasan naiknya harga minyak goreng diakibatkan karena kenaikan harga CPO sebagai bahan baku yang melambung di pasar global. Saat ini harga CPO telah menyentuh angka US$1,400 per MT atau setara dengan Rp 20 juta.

Penelusuran Surabayapagi di salah satu Indomaret di Surabaya, minyak goreng memang sedang langka saat ini.  "Sudah Seminggu ini minyak goreng masih kosong, belum tersedia di tempat kami," kata salah satu karyawan indomaret-sebut saja Nina,  di wilayah Surabaya barat, Rabu (26/1/2022).

Baca Juga: Sinergi Pemkot Surabaya dengan Bea Cukai Gagalkan Penyelundupan 1,4 Juta Batang Rokok Ilegal

Ia mengaku tak paham kenapa sampai tak ada stok minyak di tempatnya bekerja. "Sudah ada 4 kali ada kiriman dari kantor, tapi (khusus) minyak goreng belum dikirim,"tambah Nina.

Di Alfamidi juga terjadi hal yang sama. Persediaan minyak goreng juga mulai kosong. Minyak goreng yang dijual cepat ludes diborong pembeli. Padahal, tak setiap hari stok minyak goreng dikirim.

"Iya belum tahu stok minyak goreng kapan datangnya, soalnya disini juga tidak boleh nimbun minyak goreng. Jadi kita juga nunggu kiriman dari kantor Alfamidi," kata salah satu karyawan Alfamidi, sebut saja Agus.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, meski pembelian minyak goreng dibatasi, namun konsumen mensiasati dengan membawa keluarga untuk membeli minyak lebih banyak.

“Kalau nggak pakai cara ini, ya nggak bisa dapat mas, sementara kita butuh nggoreng tiap hari,”tukas Ida, salah satu warga Balongsari yang hampir tiap hari ke minimarket.

Menyikapi polemik minyak goreng ini, sejumlah kebijakan pun telah dilakukan oleh pemerintah melalui kementerian perdagangan. Satu diantaranya adalah penyeragaman harga minyak goreng menjadi Rp14.000 per liter.

Aturan penyeragaman tersebut mulai berlaku terhitung sejak hari ini, Rabu (26/01/2021). Walau begitu, kebijakan terkait penyeragaman harga minyak goreng telah ditandatangani sejak 19 Januari lalu.

Lucunya meski telah dikeluarkan kebijakan tersebut, harga minyak goreng masih melambung tinggi atau menyentuh angka Rp20.950 di pasar-pasar tradisional.

 

Hanya Turun 50 Rupiah

Data dari Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) per 26 Januari 2021 menunjukan, harga minyak goreng berada direntan harga Rp18.750 hingga Rp20.950 per kg dengan kategori yang berbeda.

Untuk kategori harga minyak goreng curah per kilonya dibandrol dengan harga Rp18.750. Selanjutnya untuk kategori minyak goreng kemasan bermerek 1 dibandrol dengan harga Rp20.950/kg. Selanjutnya untuk kategori minyak goreng kemarin bermerek 2 dihargai dengan Rp 20.250/kg.

Baca Juga: RPH Surabaya Tegaskan Pemingsanan Sapi Sesuai Standar Halal, Bukan Penembakan

Harga ini bila dibandingkan dengan harga minyak ditanggal 25 Januari, mengalami penurunan. Kendati begitu, penurunan yang terjadi sangat tipis atau hanya sekitar Rp50,-. Untuk harga kategori minyak goreng curah pada 25 Januari, berada diangka Rp18.800/kg.

Sementara untuk kategori minyak goreng kemasan bermerek 1 diangka Rp 21.000/kg. Hanya kategori minyak goreng kemasan bermerek 2 yang mengalami penurunan sebanyak Rp150,- atau dari Rp20.400/kg menjadi Rp20.250/kg.

 

Punic Buying

Menanggapi akan adanya kenaikan minyak goreng, Guru Besar Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya, Prof. Drs. H. Tjiptohadi Sawarjuwono M. Ec. Ph.D, Ak, mewanti-wanti agar masyarakat tidak tergesa-gesa untuk melakukan pembelian minyak goreng dalam jumlah yang banyak.

Ia pun mengingatkan kembali di tahun 2020, sempat terjadi pembelian barang secara masal oleh masyarakat. Situasi ini kemudian dikenal dengan istilah punic buying.

Sebagai informasi panic buying adalah pembelian secara berlebihan atau penimbunan suatu barang karena didasari rasa panik dan takut berlebih. Tindakan membeli produk atau komoditas tertentu dalam jumlah besar ini karena ketakutan tiba-tiba akan kekurangan atau kenaikan harga pada barang tersebut.

Baca Juga: Kota Surabaya Raih Penghargaan Nugra Jasa Dharma Pustaloka dari Perpusnas RI

"Karena psikologi konsumen apalagi emak-emak  itu selalu ingin aman. Karena ingin aman, ada langkah antisipasi. Caranya ya itu tadi dengan membeli barang sebagai stok selama beberapa minggu atau bulan. Atau karena takut gak kebagian minyak, emak-emak itu pasti akan beli dalam jumlah yang banyak," kata Prof. Tjipto kepada Surabaya Pagi, Rabu (26/01/2021).

Implikasi dari 'punic buying', katanya tentu akan menimbulkan stok minyak goreng semakin terbatas yang akhirnya mengakibatkan kelangkaan minyak goreng. Dampak jangka panjangnya adalah bisa terjadi inflasi.

Oleh karenya untuk menghindari hal tersebut terjadi, ia meminta agar 'punic buying' dapat dikontrol oleh pemerintah. Salah satunya adalah dengan menjamin ketersediaan stok minyak goreng di masyarakat. Selanjutnya, pemerintah juga membatasi pembelian minyak goreng dalam jumlah yang berlebih.

"Ya harus dicegah agar punic buying ini tidak terjadi. Karena kalau sampai terjadi, dampaknya akan sangat parah bagi perekonomian nasional. Karena ini terjadi bukan hanya di Surabaya saja, hampir di seluruh wilayah Indonesia," ucapnya.

Di sisi lain, prof. Tjipto juga mengapresiasi langkah pemerintah yang menetapkan penyeragaman minyak goreng sebesar Rp14.000 per liter. Meski begitu, ia meminta agar operasi pasar juga harus dilakukan guna menyeragamkan harga yang beredar di pasar-pasar.

"Karena harga di pasar itu masih 20 ribu. Nah itu yang menurut saya harus ditindaklanjuti oleh pemerintah," pungkasnya. min,sem

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU