Home / Politik Pemerintahan : Tak Ada Hal Darurat Pindahkan Ibu Kota

Ekonom Faisal Basri Ungkap 4 Proyek Jokowi, Bermasalah

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 01 Apr 2022 16:54 WIB

Ekonom Faisal Basri Ungkap 4 Proyek Jokowi, Bermasalah

i

Faisal Basri

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung; Proyek LRT di Jakarta yang Pembiayaannya tidak jelas, Proyek Bandara Kertajati dan Proyek Tol trans Sumatera. Dikhawatirkan Proyek IKN Berpotensi Mangkrak

 

Baca Juga: Jokowi Bikin Ilustrasi Naik MRT, Bareng Buruh

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Ekonom senior Faisal Basri, yang sebelumnya kritik secara parsial, kini beberkan sejumlah kelemahan kebijakan presiden Jokowi.

Kali ini Faisal Basri mulai terang-terangan mengungkap ciri khas  Presiden Joko Widodo membuat proyek tapi bermasalah bahkan mengkrak.

Termasuk terhadap Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang diprediksi sama, karena dipaksakan.

“Pembiayaan (IKN) bagaimana? ini tidak jelas, jadi tidak ada perencanaan terintegrasi antara perencanaan proyek dengan keuangan, tidak ada. Ini ciri khas Pak Jokowi yang menghasilkan proyek-proyek bermasalah bahkan mangkrak,” ujar Faisal dikuti melalui YouTube Refly Harun pada Kamis (31/3/2022).

Faisal mencontohkan kereta cepat Jakarta-Bandung,  LRT di Jakarta yang pembiayaannya juga tidak jelas, Bandara Kertajati dan jalan tol trans Sumatera. Menurutnya, mimpi Jokowi itu terlalu tinggi namun pada ujungnya akan mangkrak.

“Belum lagi proyek-proyek lain yang kita sudah ketahuilah, namanya LRT, pembiayaannya juga tidak jelas, bandara Kertajati dan banyak lagi,” sambungnya.

 

Pembangunan Malah Melambat

Selain dari faktor pembiayaan yang tidak jelas, Faisal Basri juga menyoroti soal kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang sangat terpuruk belakangan ini. Pembangunan yang digalakkan Jokowi bukannya akselerasi, malah melambat.

Misalnya, semakin turunnya pendapatan nasional per kapita sehingga membuat Indonesia turun kelas dari negara berpendapatan menengah-atas, menjadi negara berpendapatan menengah-bawah.

Demikian juga semakin ekstrimnya jurang kemiskinan masyarakat yang jelas membutuhkan kebijakan pemerintah agar segera ditanggalungi. Namun bukannya mengupayakan hal tersebut, pemerintah seakan membiarkan memperbesar jumlah pekerja informal dibanding pekerja formal.

 

Paksakan Bangun IKN

Lantas, kata Faisal, di tengah kondisi itu pemerintah memaksakan untuk membangun Ibu Kota Baru (IKN) meski masyarakat dalam kondisi terjepit. Apalagi, kemampuan pendapatan negara dari pajak terus menurun bahkan mencapai titik terendah sepanjang sejarah.

 

Hal Terparah Utang Negara

“Jadi pemerintah ini cekak, sementara belanjanya terus meningkat. Kalau pemerintah udah menunjukkan kerja keras, pendapatannya naik, sedikit bisa kontribusi untuk membangun ibu kota baru, masih bisa dipahami, Nah ini, masih jeblok begini,” kata Faisal menjelaskan.

Hal  terparah adalah utang negara yang menggelembung. Bahkan, kata Faisal, sudah dikategorikan ‘lampu kuning.’

“Tercermin dari defisi primary balance yang membengkan dan pembayaran bunga utang yang telah menyedot sekitar seperlima pengeluaran dari pemerintah pusat. Ini baru bayar bunganya udah tinggi, “ jelasnya.

Karena itu, menurut Faisal, seharusnya tantangan-tantangan tersebut menjadi momentum agar fokus kebijakan pemerintah pada penyelesaiaannya. Ia kemudian bertanya, apakah pantas pemerintah terus memaksakan membangun IKN di tengah krisis masyarkat

 

Impor Gula

Faisal juga soroti Presiden Joko Widodo soal banjirnya barang impor yang digunakan di lingkungan pemerintahan. Sorotan ini dinilainya adalah tidak beralasan.

Pasalnya, kata Faisal, angka impor untuk barang konsumsi hanya berkisar 10 persen, sedang barang modal berkisar 15 persen, dan 75 persen sisanya adalah bahan baku.

“Jadi kalau konsen Pak Jokowi dibanjiri barang impor, jauh api dari panggang,” ujar Faisal sebagaimana disiarkan oleh TvOneNews, dikutip pada Kamis (31/3/ 2022).

Sebagai contoh, ia menunjukkan pensil yang dapat dikategorikan dari dua kelas, yaitu kualitas dengan teknologi tinggi dan teknologi rendah.

Untuk pensil dengan kualitas tinggi, kata Faisal, jelas Indonesia belum mampu untuk memproduksinya sebab terkendala pada industrinya. Jika Indonesia ingin memproduksi, mungkin bisa bila bahan tambahannya seperti kayu, sementara bahan bakunya tetap akan impor.

Baca Juga: Jokowi Ajak PM Lee Kelola Kawasan Industri Halal Sidoarjo

Contoh lainnya adalah seragam Polisi dan Tentara yang juga menjadi perhatian Jokowi. Menurut Faisal, Indonesia juga memiliki industri serupa namun produksinya berbeda, seperti jas yang ia gunakan.

“Di saat yang sama, perusahaan tekstil dan garmen yang besar di Solo saja, mengeskpor peralatan dan seragam tentara di berbagai negara, jadi kita hidup di dunia ini ekspor-impor,” ingat Faisal.

 

Impor Gula Terbesar Dunia

Karena itu, masalah ekspor dan impor adalah hal lumrah sehingga tidak usah menjadi antipati dengan proses ekonomi tersebut. Justru, yang patut menjadi pertanyaan, mengapa Indonesia menjadi negara impor terbesar untuk gula.

“Lebih baik Pak Jokowi bicara mengapa tiba-tiba kita, bukan tiba-tiba, sudah 4 tahun menjadi importir gula terbesar di dunia. Apa yang terjadi ini? nah itu kan salah pemerintah juga, karena pabrik-pabrik gula sekarang tidak pakai tebu rakyat,” jelas Faisal.

Namun begitu, Faisal sepakat dengan keinginan Jokowi dalam penggunaan dana APBN untuk membeli produksi rakyat sendiri.

“Uang yang tadi ratusan triliun itu bisa menyerap produk-produk lokal, saya setuju. Tapi jangan apa-apa impor dilarang. Waktu saya kuliah dulu, perdagangan itu hanya satu arah, misalnya Indonesia mengekspor komoditas, Indonesia mengimpor barang industri. Itu negara yang baru berkembang,”

“Tapi lambat laun Indonesia sekarang mengeskpor mobil, juga mengimpor mobil. Mengekspor pasta gigi, tapi mengimpor pasta gigi, namanya perdagangan intra industri, itulah sumber kemakmuran tambahan, dan semakin mempercepat rakyatnya sejahtera, kalau yang diperdagangkan adalah barang yang serupa, mirip,” ujarnya.

 

Usik Proyek IKN

 Faisal Basri juga mengusik proyek Ibu Kota Negara (IKN) akan menjadi proyek mangkrak dan singgung isu ketimpangan di Indonesia.

Faisal Basri juga menyoroti ketimpangan antar daerah di Indonesia yang dipicu oleh ketimpangan dari segi penerimaan fiskal.

Faisal Basri membeberkan data bahwa penerimaan fiskal pemerintah pusat pada tahun 2019 lalu nyaris mencapai sepuluh kali lipat dibandingkan dengan PAD provinsi seluruh Indonesia.

Baca Juga: Apple Investasi Rp 1,6 Triliun, Microsoft Rp 14 Triliun

"Ketimpangan antar daerah di Indonesia disebabkan oleh ketimpangan fiskal pusat dan daerah. Penerimaan pemerintah pusat mencapai Rp2.000 triliun pada tahun 2019, PAD provinsi seluruh Indonesia sekitar Rp300-an triliun saja," kata Faisal Basri sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Refly Harun pada Kamis, (31/3/ 2022).

Faisal Basri menilai bahwa salah satu kunci penyebab ketimpangan di Indonesia adalah menguatnya sentralisasi kekuasaan pusat.

Bahkan kata dia, UU Cipta Kerja memperparah sentralisasi kekuasaan tersebut sehingga daerah seolah menjadi tak mampu berkutik karena diikat regulasi.

 

Tak Ada Hal Darurat

"Jadi kunci penyebab dari ketimpangan itu adalah sentralistik dan semakin tersentralisasinya kekuasaan pada pusat ditambah dengan UU Cipta Kerja yang mengambil alih makin banyak kewenangan daerah dan diserahkan kepada pusat," ujarnya.

Terkait proyek IKN, Faisal Basri mengungkapkan bahwa tidak ada hal darurat yang mengharuskan Indonesia untuk berpindah ibu kota dari Jakarta ke Penajam Paser Utara.

Dia juga mempertanyakan ketidakjelasan asal usul pembiayaan proyek IKN yang sudah terlanjur diketok palu oleh DPR RI.

"Apakah ada situasi emergency sehingga kita harus serta merta pindah? Kalau tidak pindah, Indonesia akan bangkrut, setelah kapan? Pembiayaannya bagaimana? Tidak jelas," katanya.

Selain itu, dia menyebut proyek IKN tak memiliki perencanaan terintegrasi dari segi proyek itu sendiri dengan keuangan, seolah menjadi ciri khas Jokowi untuk menghasilkan proyek yang sangat berpotensi untuk mangkrak.

"Jadi tidak ada perencanaan terintegrasi antara perencanaan proyek dengan perencanaan keuangan, dan ini ciri khas Pak Jokowi yang menghasilkan proyek-proyek bermasalah bahkan mangkrak," ujar dia.

Faisal Basri juga mempertanyakan alasan DPR RI mengetok palu mengenai pembiayaan proyek IKN melalui APBN ketika regulasi yang mengaturnya masih belum ada.

Dia juga menduga kuat bahwa proyek IKN yang digagas Jokowi tak akan bermanfaat untuk masyarakat luas.

"Ini belum ada undang-undangnya, APBN udah mengeluarkan anggaran ibu kota baru. Belum ada landasannya, diketok palu juga oleh DPR baru. Dan terakhir, untuk siapa?," tuturnya. one, rh, er, jk

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU