Dinas Pertanian Terang-Terangan Ungkap Faktor Penyebab Tingginya Harga Beras di Jatim

author Lailatul Nur Aini

- Pewarta

Selasa, 27 Feb 2024 14:16 WIB

Dinas Pertanian Terang-Terangan Ungkap Faktor Penyebab Tingginya Harga Beras di Jatim

i

Harga beras masih tinggi di beberapa lokasi, baik di retail modern maupun pasar tradisional. SP/ AINI

SURABAYAPAGI.com, Surabaya - Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Provinsi Jawa Timur, Dydik Rudy Prasetya, membeberkan faktor utama penyebab mengenai tingginya harga beras di Bumi Majapahit saat ini.

Menurut Dydik, terdapat salah satu faktor utama diantaranya penurunan luas panen padi dan tanah. 

Baca Juga: Disperindag Kabupaten Pasuruan Pantau Penyaluran Beras SPHP

"Secara keseluruhan kita itu panen Januari kalau dikonversi, produksi padi kita hanya sekitar 289.791 dan konsumsi kita kalau sampai Januari itu 78 ribu sekian. Sehingga kalau padi dikonversi beras hanya 185 (ribu) maka kita masih minus 192 ribu Januari," ujar Dydik, kepada Surabaya Pagi, Selasa (27/02/2024).

Meskipun bulan Januari produksi padi masih kurang dari konsumsi, namun terdapat surplus pada bulan Februari.

"Di Februari kita sudah mulai surplus panen padi 600 ribu, sedangkan produksi beras 389 (ribu), konsumsinya 378 (ribu). Sehingga kita surplus 1926. Selanjutnya, cara menghitung tidak hanya dari panen Januari Februari tapi kita juga punya stok tahun lalu yang belum dikonsumsi," jelasnya.

Sehingga, hal ini mengakibatkan kekurangan pasokan beras pada awal tahun, meskipun stok dari tahun sebelumnya masih ada.

Diketahui, stok akhir tahun itu ada 2.853.000 kemudian total ketersediaan sampai Februari 389 ton beras, sehingga jika ditotalkan mencapai 3.242.000 juta ton. Sedangkan kebutuhannya hanya 363 ribu ton, jadi masih surplus mencapai 2.890.844.

Baca Juga: Keberadaan Beras SPHP di Jombang Dinilai 'Matikan' Pedagang dan Petani Lokal

Terlebih, dengan adanya musim hujan ini membuat produksi beras juga menurun. Selain itu, Dydik juga menyoroti kenaikan biaya produksi yang menjadi kontributor signifikan terhadap kenaikan harga beras. Kenaikan harga pupuk non-subsidi dan biaya-biaya produksi lainnya, seperti benih, pestisida, dan transportasi, telah membebani petani.

Kondisi ini diperparah dengan alokasi pupuk subsidi yang berkurang dari tahun sebelumnya, memaksa petani untuk membeli pupuk non-subsidi yang harganya lebih tinggi.

"Harga beras menjadi sedikit tinggi di karena biaya produksi juga naik. Kesulitan kemarin itu ditambah untuk (pupuk) bersubsidi alokasinya berkurang. Tahun lalu saja urea 92 persen kemudian MPK sekitar 84 persen. Tahun ini malah lebih berkurang dari tahun kemarin. Ureanya sekitar 500 sekian, mpkkya sekitar 300 ribu sekian," keluh Dydik yang turut prihatin terhadap nasib para petani.

Tak hanya itu, Dydik juga menyebutkan bahwa faktor lain seperti kenaikan biaya tenaga kerja dan transportasi juga berkontribusi pada kenaikan harga beras.

Baca Juga: Harga Beras di Situbondo Berangsur Turun

"Ongkos tenaga kerja naik di sebagian wilayah tertentu. Kemudian transportasi juga berseiring. Kalau akumulasi biaya produksi mulai dari dari on farm, benih naik juga, pupuk, pestisida, tenaga kerja, transportasi, sehingga itu yang mendorong kenaikan harga beras. Ini analisa kami," tuturnya.

Meskipun demikian, Dydik menegaskan bahwa produksi beras di Jawa Timur sendiri cukup untuk memenuhi kebutuhan, namun kenaikan harga disebabkan oleh faktor biaya produksi yang naik belum bisa terhindarkan.

Karena memang alokasi pupuk subsidi ditentukan oleh pemerintah pusat, dan Dinas Pertanian hanya meneruskan usulan dari kabupaten dan kota kepada pusat.

"Presiden menteri sudah menyampaikan ini nanti subsidinya ditambah Rp 14 triliun. Sehingga kekurangan awal 2024 ini nanti akan ditambahi setelah terbit keputusan menteri yg baru," pungkasnya. Ain

Editor : Desy Ayu

BERITA TERBARU